Harianblora.com - Pemerintah Kabupaten Blora melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinas PMD), dan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) pada hari Senin (8/6/2020), menyelenggarakan rapat evaluasi Pencegahan dan Penanganan Covid-19 tingkat Desa.
Bertempat di Pendopo Rumah Dinas Bupati, rapat dipimpin langsung oleh Bupati Djoko Nugroho yang menghadirkan unsur Forkopimda, seluruh Camat dan perwakilan Kades se Kabupaten Blora.
Dalam rapat tersebut, Bupati Djoko Nugroho menyampaikan bahwa sebenarnya tidak ada warga Kabupaten Blora yang murni terkena Covid-19 dari wilayah sendiri. Semuanya penyebabnya adalah dari luar Blora karena banyak yang kerja, kuliah, nyantri dan berobat di luar wilayah, sehingga sejak awal pihaknya meminta agar seluruh Kades di tiap desa bisa mendata para pendatang.
“Sehingga saat ini kita tahu adanya kasus Covid-19 di Kabupaten Blora didominasi oleh pendatang, seperti kluster Temboro. Selebihnya ada pendatang dari Jakarta, Surabaya, kemudian pasien dari Solo dan Purwodadi. Kami ucapkan terimakasih kepada seluruh Kades yang sudah bekerja keras tentang ini. Mungkin Blora yang pertama kali melakukan pendataan pendatang sejak awal, bahkan menyiapkan kamar isolasi di klinik khusus Covid-19 karena tidak mungkin jika harus dikirim ke Kudus, Semarang atau Solo,” tegas Bupati.
Sedangkan untuk penanganan dampak ekonomi yang diakibatkan dari pandemic Covid-19 ini, Bupati menyampaikan bahwa salah satu tanggung jawab desa yang besar adalah penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa.
Sedangkan untuk penanganan dampak ekonomi yang diakibatkan dari pandemic Covid-19 ini, Bupati menyampaikan bahwa salah satu tanggung jawab desa yang besar adalah penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa.
“Sesuai petunjuk dan aturan dari Menteri Desa, BLT Dana Desa itu hanya diperuntukkan kepada masyarakat miskin non DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) yang terdampak Covid-19. Jadi kalau ada yang bilang semua yang terdampak dapat bantuan itu salah. Kalau masalah terdampak, semuanya terdampak termasuk pertokoan besar. Apa pertokoan ini juga diberi bantuan? Kan tidak,” lanjut Bupati.
Bupati menyampaikan hal itu karena masih ada beberapa Kades yang selalu didatangi LSM untuk mempertanyakan penyaluran BLT Dana Desa yang besarannya Rp 600 ribu selama 3 bulan mulai Mei lalu hingga Juli nanti.
“Jadi siapa-siapa saja yang dapat harus terlebih dahulu dimusyawarahkan melalui Musdes yang dipimpin BPD di masing-masing desa. Ketika telah disepakati siapa-siapa saja yang berhak, baru dihitung jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan Dana Desa nya. Jika ini sudah dilakukan, saya jamin Kades aman,” tambah Bupati.
“Jadi siapa-siapa saja yang dapat harus terlebih dahulu dimusyawarahkan melalui Musdes yang dipimpin BPD di masing-masing desa. Ketika telah disepakati siapa-siapa saja yang berhak, baru dihitung jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan Dana Desa nya. Jika ini sudah dilakukan, saya jamin Kades aman,” tambah Bupati.
“Itu maksimal, jadi tidak harus dihabiskan. Misalnya begini, desa A punya Dana Desa Rp 1 miliar maka wajib mengalokasikan BLT Dana Desa maksimal 20 persennya yakni Rp 200 juta. Padahal berdasarkan Musdes yang disepakati hanya ada 75 KK penerima (non DTKS), yang hanya butuh anggaran Rp 135 juta. Sehingga ada sisa Rp 65 juta, maka ini tidak boleh lantas dibagikan lagi, namun tetap masuk kas desa sebagai Silpa,” jelas Bupati.
Begitu juga sebaliknya, jika jumlah penerima yang disepakati lewat Musdes melebihi kuota kemampuan anggaran BLT Dana Desa, maka Bupati meminta sisa data yang belum tercover BLT Dana Desa ini bisa diserahkan ke Kabupaten untuk dicover dengan Bantuan Pemkab.
“Misal Musdes nya menetapkan ada 75 KK non DTKS yang pantas menerima BLT Dana Desa, namun kemampuan Dana Desa nya hanya mampu menangani 70 KK, maka sisanya ada 5 KK laporkan ke Pemkab melalui Dinsos P3A agar bisa ditutup dengan bantuan Pemkab. Namun nilainya berbeda, Rp 200 ribu per bulannya selama 3 bulan. Beda dengan BLT Dana Desa,” tambah Bupati.
Jika masih ada masyarakat miskin non DTKS belum masuk sebagai penerima BLT Dana Desa, Bupati mempersilahkan agar segera dilakukan Musdes dan revisi Peraturan Kades tentang penerima BLT Dana Desa ini sehingga di bulan kedua, pertengahan Juni ini bisa masuk sebagai penerima.
“Jadi jika ada penerima baru di bulan kedua, maka yang diterimakan hanya jatah bulan kedua dan selanjutnya. Tidak bisa merapel dengan bulan pertama kemarin. Jujur saja ke wargamu kalau bulan kemarin terlewat dan minta maaf,” terang Bupati.
Kemudian Bupati menyampaikan bahwa sumber bantuan terdampak Covid-19 di Kabupaten Blora itu ada banyak. Total sekitar 150 ribu KK yang menerima, terdiri dari bantuan BST Kemensos, bantuan Presiden perluasan sembako BPNT (keduanya berdasarkan DTKS Kemensos), BLT Dana Desa (data non DTKS yang ditetapkan desa) dan JPS Pemkab Blora untuk warga Kelurahan dan warga Desa non DTKS yang tak tercover BLT Dana Desa. Belum lagi ada JPS Pemprov Jateng sekitar 6000 KK.
“Jadi total ada 156 ribu KK warga miskin terdampak Covid-19 yang menerima bantuan. Padahal jumlah penduduk Blora sekitar 800 ribuan jiwa yang terdiri dari sekitar 300 ribu sekian KK. Jadi sudah hampir 50 persen KK di Blora dapat bantuan. Jangan sampai ada yang dobel, jika ada yang dobel maka harus ada salah satu yang dicoret,” ungkap Bupati.
Menurut Bupati harus diutamakan bantuan dari pemerintah pusat baik BST Kemensos maupun bantuan perluasan sembako BPNT dari Presiden. (HB33/Hms).
0 comments:
Post a Comment