Harianblora.com Mengucapkan Selamat Menjalankan Puasa Ramadan&Mengajak Warga Jaga Kesehatan&Memutus Penyebaran Corona

Latest News

Kabar bahagia! bagi Anda, mahasiswa, guru, dosen dan siapapun yang ingin menerbitkan buku mudah dan murah, silakan kirim naskah ke formacipress@gmail.com dan kunjungi www.formacipress.com

Tuesday, 21 May 2019

Wilayah Administrasi Regentschap Blora Pada Masa Kolonial Belanda

Ilustrasi

Oleh Sunardi, S. Hum.
Alamat Ds. Semawur, RT/RW:04/01, Kec. Ngawwen, kab. Blora

Harianblora.com - Dalam perkembangannya wilayah administrasi suatu daerah selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Dari masa kerajaan hingga masa kolonial luas suatu daerah terjadi perubahan dalam proses dinamika kewilayahan. Begitu juga dengan Kabupaten Blora yang memiliki potret perubahan wilayah yang begitu jelas namun belum banyak diketahui oleh khalayak umum.

Pada abad XVI, Blora merupakan suatu daerah dibawah kekuasaan Kadipaten Jipang Panolan. Adapun Kadipaten Jipang pada waktu itu termasuk wilayah Kerajaan Demak. Jipang Panolan diperintah oleh seorang Adipati bernama Aria Penangsang. Oleh karena ia menguasai Jipang disebut pula Aria Jipang. Daerah kekuasaan Aria Jipang cukup luas sebab meliputi Pati, Lasem, Blora, dan Jipang sendiri. Aria Penangsang masih berhubungan keluarga raja Demak sebab ia kemenakan Pangeran Trenggana, raja Demak. Setelah Pangeran Trenggana wafat, tahta kerajaan Demak diwarisi oleh Sunan Prawata dan dilanjutkan oleh Jaka Tingkir (Hadiwijaya) yang akhirnya memindahkan pusat kerajaan di Pajang, Sala. Dengan demikian Blora masuk kerajaan Pajang.

Keberadaan Kerajaan Pajang tidak bertahan lama, sebab direbut oleh Kerajaan Mataram yang berpusat di Kotagede, Yogyakarta. Dengan pindahnya pusat kerajaan ke Yogyakarta, maka daerah yang jauh dari pusat benyak melepaskan diri, termasuk daerah Blora. Oleh sebab itu, raja Senapati (1586-1601) sebagai raja Mataram pertama berusaha memasukkan daerah yang jauh kembali ke wilayah kekuasaannya, termasuk Blora. Sehingga pada akhirnya Blora termasuk wilayah Mataram bagian timur atau Bang Wetan.

Pada waktu Raja Sultan Agung (1613-1645) mengadakan pembagian wilayah Mataram menjadi daerah Kutagara, Negara Agung, Mancanegara, dan Pesisiran, Blora termasuk daerah Mancanegara Timur.  Pada masa pemerintahan Paku Buwana I (1704-1719) daerah Blora diberikan kepada puteranya Pangeran Blitar sebagai apanage dan ia diberi gelar Adipati. Luas Blora waktu itu 3.000 karya (1 karya = ¾ hektar, jadi luas Blora ketika itu 3.000 karya = 3.000 x ¾ hektar = 2.250 hektar).  Memasuki periode pemerintahan Hindia Belanda kondisi wilayah Blora mengalami perubahan yang kesekian kalinya.

Berdasarkan Regerings-Almanak voor Nederlandsch-Indie, Blora masuk dalam Karesidenan Rembang yang memiliki 6 distrik yaitu Blora, Panolan, Randublatung, Ngawen, Karangjati, dan Jepon. Dalam buku Aardrijkskundig en Statistisch Woordenboek van Nederlandsch Indie,Tweede Deel dijelaskan bahwa;

Blora merupakan salah satu kabupaten di Jawa yang terletak di bagian selatan-barat Rembang. Daerah ini berbatasan dengan Bojonegoro disebelah timur, Tuban disebelah utara, Gerobogan disebelah barat dan Ngawi disebelah timur. Blora terdiri dari enam distrik, yaitu Blora, Panolan, Randu Blatong atau Blandong, Ngawen, Karang Djati dan Djepon. Kabupaten ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 62.235 jiwa, yangmana 14 orang dari Eropa, 401 orang China, 61.806 orang Jawa dan 14 orang Arab dan Melayu. Daerah ini merupakan daerah yang memiliki hutan luas dan ini menjadi potensi tersendiri dalam proses penunjang pembangunan. Orang yang memimpin daerah ini disebut Bupati, seorang Pendeta, Ulama’, Controlir, dan Kepala Gudang yang telah ditugaskan. Dulu wilayah ini luas, tetapi pada tahun 1831 Rndu Blatong masuk ke wilayah bagian Madiun.

Blora merupakan distrik di Jawa, Karesidenan Rembang, Kabupaten Blora. Daerah ini dipenuhi dengan hutan jati yang luas. Populasi penduduknya mencapai 4.400 jiwa. Di distrik ini masih ditemukan sisa-sisa bangunan kota tua dan kuil. Blora merupakan ibukota dari Kabupaten Blora di Jawa, di Karesidenan Rembang. Jaraknya 25 pal dari Rembang, 47 pal dari Bodjonegoro, dan 77 pal dari Tuban.

Panolan, salah satu distrik di Jawa, Karesidenan Rembang, Kabupaten Blora, di bagian selatan-barat yang dihuni oleh 10.000 jiwa. Desa utamanya yaitu Plunturan di Tepu, sebuah desa yang terletak di  jalan Rembang arah Madiun, 8 pal (1 pal = 1,506 km) dari Madiun dan 15 pal dari Ngawi yang terletak di sebelah tenggara distrik. Plunturan merupakan desa dan stasiun pal di Jawa, Karesidenan Rembang, Kabupaten Blora, distrik Panolan. Yangmana memiliki jarak sekitar 21 pal dari Blora, 43 pal dari Rembang, dan 23 pal dari Ngawi, yang terletak di sepanjang jalan Rembang-Madiun (Warto, Blandong, 2001).

Randu Blatung, daerah Blandong, salah satu distrik di Jawa, Karesidenan Rembang, Afdeeling Blora, dengan penduduk 4.330 jiwa dan distrik ini pada tahun 1831 termasuk bagian dari Madiun.

Ngawen, salah satu distrik di Jawa, Karesidenan Rembang, Kabupaten Blora, di distrik sebelah selatan-barat ini terdapat 13.500 jiwa. Desa utamanya yaitu Ngawen terletak 34 pal dari Rembang dan 86 pal dari Tuban. Di distrik ini terdapat sumber daya mineral. Pada tahun 1840 jumlah desa yang ada di distrik Ngawen tidak sebanyak tahun 1869. Pada tahun ini distrik Ngawen terdiri dari 100 desa dengan penduduk 11.603 jiwa atau 3.020 cacah dan 2.247 tenaga kerja petani laki-laki yang produktif (werkbare mannen). Distrik ini memiliki luas sawah 10.503,45 hektar dan tanah tegal 1.025,95 hektar.

Karangjati, distrik dan desa di Jawa, karesidenan Rembang, Kabupaten Blora. Distrik ini terdapat 17.500 warga. Adapun Djepon merupakan sebuah distrik sekaligus desa di Jawa, Residen Rembang, Kabupaten Blora. Distrik ini memiliki jarak 48 pal dari Rembang, 62 pal dari Tuban dan 42 pal dari Bodjonegoro. Adapun Distrik Jepon (Blora) terdiri dari 58 desa Blandong, dengan jumlah penduduknya 13.108 jiwa atau 2.538 cacah. Luas tanah sawah yang ada 6.164,20 hektar dan tanah tegal seluas 673,20 hektar.

Dari setiap distrik ini membawahi beberapa desa: Distrik Blora membawahi 5 desa, Distrik Panolan  membawahi 55 desa, Distrik Randu Blatung membawahi 34 desa, Distrik Ngawen  membawahi 125 desa, Distrik Karangjati membawahi 151 desa dan Distrik Jepon  membawahi 82 desa (Regerings-Almanak voor Nederlandsch-Indie, 1865).

Demikianlah potret singkat wilayah administrasi Kabupaten Blora pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Sehingga dari uraian diatas kita tahu, bahwa ada beberapa daerah yang merupakan daerah lama yang sudah ada sejaka jaman kerajaan atau penjajahan dan ada juga daerah yang baru muncul paska kolonial. (Hb44).
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Post a Comment

Item Reviewed: Wilayah Administrasi Regentschap Blora Pada Masa Kolonial Belanda Rating: 5 Reviewed By: Harian Blora