Blora, Harianblora.com - Pemerintah Kabupaten Blora melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) pada hari Selasa (12/3/2019) melaksanakan Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda). Bertempat di Pendopo Rumah Dinas Bupati, Rakerkesda diikuti oleh seluruh stakeholder kesehatan, berikut Kepala OPD, Baznas, Camat hingga Kepala Desa, serta perwakilan organisasi wanita, PKK, Muslimat dan Aisyiyah.
Bupati Djoko Nugroho yang hadir didampingi Sekda Komang Gede Irawadi SE, M.Si menyoroti tentang tingginya angka stunting (kekerdilan atau gagal tumbuh) di Kabupaten Blora. Bupati meminta agar seluruh Camat dan Kepala Desa ikut membantu Dinas Kesehatan dalam melakukan updating data stunting.
“Pak Camat, dan Kades saya minta ikut memantau langsung ke lapangan. Mendata semua bayi yang ada di desanya, bersama Bidan Desa memantau kondisi pertumbuhan bayi agar tidak stunting. Saya ingin semua pertumbuhan bayi normal. Jika ada stunting, tolong diidentifikasi apa penyebabnya untuk ditangani bersama-sama,” tegas Bupati.
Tidak hanya bayi, menurut Bupati kondisi ibu hamil juga perlu dikawal agar pertumbuhan janin di dalam rahimnya bisa sempurna. Baik asupan gizinya maupun kebersihan lingkungan rumahnya.
“Semua OPD terkait harus bisa mengambil peran dalam upaya penanggulangan stunting ini. Saya ingin bantuan pembangunan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) difokuskan untuk pembangunan lantai rumah, sanitasi dan ventilasi udara. Pasalnya rumah yang masih berlantai tanah, bersanitasi buruk dan minim ventilasi ini juga merupakan sebab terjadinya stunting,” lanjut Bupati.
Menurut Bupati, masyarakat utamanya para orang tua harus diberikan pemahaman tentang pentingnya pemberian asupan gizi berimbang. Pasalnya tidak orang miskin saja yang terancam kena stunting karena kurang gizi akibat kemampuan ekonomi yang terbatas, namun orang kaya juga bisa kena karena tidak paham tentang asupan gizi yang sehat untuk anak-anaknya.
Dalam kesempatan itu, Bupati Djoko Nugroho juga menyerahkan bingkisan kepada tiga ibu-ibu yang bayinya telah berhasil keluar dari kategori stunting setelah dilakukan perawatan oleh Puskesmas terdekat sehingga berhasil tumbuh sehat baik dari segi berat ataupun tinggi badannya yang proporsional, sesuai usianya.
“Saya ingin semua bayi stunting di Kabupaten Blora didata dan diperlakukan seperti anak ketiga ibu tadi. Sehingga kondisi stuntingnya bisa teratasi. Selain itu pernikahan dini juga harus terus dicegah, karena rahim perempuan yang masih muda belum siap hamil, sangat rawan untuk pertumbuhan bayi jika dipaksa hamil, akhirnya bisa stunting juga,” kata Bupati.
Bupati pun lantas meminta Dinas Kesehatan beserta seluruh jajarannya, dibantu Kades dan Camat bisa memperbaharui data stunting di Kabupaten Blora.
“Saya ingin tahu by name, siapa saja bayi yang menderita stunting. Dua bulan kedepan akan saya kontrol bagaimana perkembangan penanganannya. Ini adalah tugas mulia kita semua. Jika stunting ini dibiarkan, kualitas masa depan generasi kita bisa menurun, daya pikirnya lemah dan tidak bisa bersaing dengan Sumber Daya Manusia (SDM) wilayah lain,” pungkas Bupati.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, Lilik Hernanto SKM, M.Kes menyampaikan bahwa angka stunting berdasarkan data penimbangan serentak pada bulan Agustus 2018 lalu sebanyak 8,3 persen.
“Agustus 2018 lalu kita melakukan penimbangan bayi serentak se Kabupaten Blora bersamaan dengan pemberian vitamin A. Hasilnya, dari 45.637 bayi yang ditimbang, 8,3 persen diantaranya menderita stunting. Ini yang akan menjadi salah satu fokus penanggulangan stunting kita,” ungkap Lilik Hernanto SKM, M.Kes.
Menurut Lilik, ada beberapa faktor penyabab stunting di Kabupaten Blora, diantaranya yang paling besar adalah buruknya pola asuh orangtua terhadap anaknya. Disini orangtua tidak bisa memberikan asupan gizi yang berimbang kepada anaknya baik sejak dalam kandungan maupun pasca kelahiran hingga usia 1000 hari pertama.
Sedangkan faktor lainnya adalah kondisi lantai rumah yang masih berupa tanah. Dimana lantai tanah berpotensi memungkinkan hidupnya virus penyakit lebih lama ketimbang lantai ubin. Selain itu, tidak adanya IMD (Inisiasi Menyusui Dini), kurangnya pemberian ASI eksklusif, kehamilan dini karena rahim yang belum siap, tidak punya jamban hingga minimnya ventilasi rumah.
“Sedangkan angka stunting tertinggi berada di Puskesmas Kedungtuban, disusul Puskesmas Randulawang, Puskesmas Rowobungkul, Puskesmas Gondoriyo dan Puskesmas Puledagel,” lanjut Lilik Hernanto SKM, M.Kes.
Rakerkesda ditutup dengan aksi penandatanganan massal tentang Komitmen Bersama Penanggulangan Stunting yang diawali oleh Bupati Djoko Nugroho diikuti seluruh peserta rapat. (HB33/Hms).
0 comments:
Post a Comment