Sakir saat menunjukkan durian miliknya. |
"Di Ngropoh sini, durian ini variannya namanya Diponegoro sama Bagong," beber Sakir saat ditemui di rumahnya, Jumat (2/3/2018) malam.
Dijelaskannya, kalau Bagong itu yang bulat-bulat besar. "Kalau Diponegoro rasanya agak pahit," lanjut dia.
Kalau warga sini menurut dia, durian Diponegoro banyak mengandung alkoholnya. Jika kebanyakan mengonsumsi bisa pusing.
Pohonnya menurut dia tingginya saja sampai 30 meter lebih. "Di sini pohonnya sudah puluhan tahun. Ada juga yang ratusan tahun peninggalan nenek moyang," beber dia.
Pembeli dari Semarang, Jogjakarta, Magelang dan daerah lain. "Kalau wilayah Temanggung yang paling banyak," lanjut dia.
Kalau satu musim, kata dia, satu pohon itu bisa mencapai minimal Rp 5 juta. "Saya punya sekitar dua puluh pohon lah. Saya sejak dulu, tapi untuk fokus mengembangkan durian khas Ngropoh ya sekitar tiga tahunan. Kalau dulu yang terkenal Gentan di Brongkol dulu terkenal, tapi di sana tidak menjaga kualitas. Maksudnya banyak durian dari luar masuk tapi dibiarkan. Tapi kalau di sini, berani garansi. Kalau ada yang busuk bisa dikembalikan.
Kalau merawat pohonnya ya dirabuk setahun dua kali. Memakai rabuk kandang dan KCL. Tapi yang paling penting ya rabuk kandang itu.
Kalau kelebihannya jelas di rasa daripada durian lain. "Rasa di sini ini memang ciri khas Ngropoh. Kalau penikmat pasti tahu. Tapi kalau orang awam ya nggak tahu karena yang penting enak. Kalau kulitnya ya agak tipis.
Paling murah ya sekitar Rp 10.000 an dan yang paling super Rp 50.000. Kalau kemarin ya agak mahal bisa mencapai Rp 150.000 per satunya. Inti harga bergantung musim.
"Pengaruh harga jelas karena cuaca. Kalau pas matangnya pas musim kemarau jelas lebih bagus lagi. Durian itu bagusnya memang pas musim kemarau meski jumlahnya lebih sedikit," ujar Sakir.
Kalau pas panen, kata dia, biasanya bulan Desember, sama Maret itu panen raya. "Bisa dua tahun sekali lah. Rata-rata itu 25 tahun ke atas," lanjut dia.
Kalau yang ada di sini, kata Sakir, setahu saya ya alami sudah ada sejak dulu. Tapi sejak di sini terkenal mulai dikelola serius. "Apalagi yang sudah 100 tahun kan sudah banyak keluarganya," papar pria tersebut.
Kalau di sini memang menjaga kualitas beneran karena tidak ada yang menjual bibit ke luar. "Kalau kendalanya ya paling lalat buah. Biasanya kalau telat menyemprot pakai pestisida ya dampaknya banyak yang busuk. Kalau yang utama jelas hujan," beber dia. (red-HB33/Ibda).
0 comments:
Post a Comment