Saputri |
“Hari Tanpa Bra merupakan perayaan tiap tahun bagi perempuan untuk melepas bra. Sebab payudara harus diberi waktu jeda untuk tidak dipakaikan bra,” beber Saputri, Jumat (13/10/2017).
Perempuan yang kini bekerja di Jogjakarta itu menilai, bahwa kesehatan payudara juga ditentukan waktu pemakaian dan juga bahan bra tersebut. Bisa saja, bra yang bahannya bagus dan ramah kesehatan akan menyehatkan, begitu pula sebaliknya.
“Ada baiknya ada tidak, kalau soal pakai dan tidak memakai bra, namun sesuai waktunya dan jenis dari bahan bra tersebut harus dipertimbangkan juga,” beber perempuan berparas cantik itu.
Bukan Tabu
Ia juga menegaskan, berbicara payudara dan bra termasuk Hari Tanpa Bra bukanlah merupakan hal tabu. Namun, hal itu seharusnya disosialisasikan agar perempuan bisa bertindak sesuai porsi dan kemampuannya. Sebab, semua perempuan butuh edukasi mengenai alat tubuh yang sangat sensitif dan rentah terkena penyakit.
“Karena bra termasuk bagian dari payudara yang masih dianggap tabu untuk dibicarakan secara fulgar, makanya Hari Tanpa Bra juga tabu. Padahal itu hal biasa bahkan harus diberikan pada perempuan agar tahu,” jelas dia.
Untuk itu, kata dia, kita harus memberikan edukasi yang lebih mudah dipahami oleh orang awam akan makna dari bra tersebut.
Di Hari Tanpa Bra ini, ia berharap agar angka penderita kanker payudara di Indonesia bisa menurun. “Harapan saya, ke depan perempuan harus bisa memilih dan melek dunia payudara untuk meminimalkan kasus kanker payudara bagi orang yang salah memilih bahan dan jenis bra,” papar dia.
Kemudian, lanjut dia, dan untuk membantu menyemangati para wanita yang didiagnosa kanker payudara agar merasa ada yang empati kepadanya. (HB44/Hms).
0 comments:
Post a Comment