Harianblora.com Mengucapkan Selamat Menjalankan Puasa Ramadan&Mengajak Warga Jaga Kesehatan&Memutus Penyebaran Corona

Latest News

Kabar bahagia! bagi Anda, mahasiswa, guru, dosen dan siapapun yang ingin menerbitkan buku mudah dan murah, silakan kirim naskah ke formacipress@gmail.com dan kunjungi www.formacipress.com

Friday, 18 August 2017

Memaksimalkan Revitalisasi Komite Sekolah di SD

Oleh Sumardjan, SPd, M.MPd
Kepala SD Negeri 01 Tutup Kabupaten Blora

Selama ini peran komite sekolah masih dianggap tidak penting. Adanya komite sekolah di jenjang Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah juga hanya dianggap pelengkap saja. Padahal komite sekolah menjadi penguat manajemen sekolah dan pendorong mutu sekolah. Maka sejak diterbitkannya Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah harus bisa meningkatkan mutu sekolah.

Mendikbud Muhadjir Effendy sejak awal diterbitkannya Permendikbud No. 75 tahun 2016 itu juga bercita-cita ingin meningkatkan mutu sekolah. Mengapa? Sebab, dalam regulasi itu diatur mengenai revitalisasi peran dan fungsi komite sekolah. Oleh karena itu, sudah saatnya SD di semua daerah menerapkan dan memaksimalkan Permendikbud tersebut.

Adanya komite sekolah, kepala sekolah, guru, dan masyarakat akan semakin menunjang kesuksesan pembelajaran jika berjalan maksimal. Apalagi, Kemendikbud telah memberi payung hukum melalui Permendikbud tersebut. Jadi sudah saatnya semua sekolah di negeri ini harus maksimal dalam melaksanakan Permendikbud tersebut.

Secara umum, dalam Pasal 2 ayat (1,2,3) Permendikbud No. 75 tahun 2017 itu, dijelaskan komite sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. Komite Sekolah berkedudukan di tiap sekolah, berfungsi dalam peningkatan pelayanan pendidikan; menjalankan fungsinya secara gotong-royong, demokratis, mandiri, profesional, dan juga akuntabel.

Sementara anggota komite sekolah terdiri atas beberapa kalangan. Pertama, orangtua/wali dari siswa yang masih aktif pada sekolah yang bersangkutan paling banyak 50% (lima puluh persen). Kedua, tokoh masyarakat paling banyak 30% (tiga puluh persen), antara lain: 1. Memiliki pekerjaan dan perilaku hidup yang dapat menjadi panutan bagi masyarakat setempat; dan/atau 2. Anggota/pengurus organisasi atau kelompok masyarakat peduli pendidikan, tidak termasuk anggota/pengurus organisasi profesi penduduk dan pengurus partai politik.

Ketiga, pakar pendidikan paling banyak 30% (tiga puluh persen), antara lain: 1. Pensiunan tenaga pendidik; dan/atau 2. Orang yang memiliki pengalaman di bidang pendidikan (Permendikbud No. 75, 2016: 4). Lalu, apa saja yang harus direvitalisasi atas Permendikbud itu terutama di SD?

Asas Gotong-royong
Salah satu yang diatur dalam Permendikbud itu adalah partisipasi komite sekolah untuk memberikan sumbangan dan bantuan bagi sekolah, khususnya di SD/MI. Peran komite sekolah yang sekarang direformasi itu, memberi dorongan agar mereka bisa membantu sekolah melakukan fund raising (penggalangan dana), menggali dana dari masyarakat melalui berbagai jalur yang dianjurkan.

Kemendikbud juga memberi pesan bahwa asas gotong-royong dalam penggalangan dana itu adalah dari Corporate Social Responsibility (CSR). Kemudian juga dermawan dan alumni sekolah, khususnya SD atau sesuai jenjang sekolah. Hal ini yang sangat menarik dan harus disambut dengan positif. Pasalnya, selama ini sekolah memang kesulitan dalam mengelola dana untuk kebutuhan sekolah dan luar kegiatan intra selain dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Sesuai dengan Permendikbud tersebut, komite sekolah bisa melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana, dan prasarana, serta pengawasan pendidikan. Sesuai Pasal 10 ayat (2) Permendikbud No. 75 tahun 2016 itu, penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.

Perlu ditekankan, di sini bukan pungutan, melainkan bantuan atau sumbangan sukarela. Di sinilah perbedaan mendasar regulasi itu dibandingkan regulasi yang lama. Akan tetapi, prinsip itu harus dilakukan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, penggalangan dana tidak boleh pungutan, namun harus dengan prinsip gotong-royong dan sukarela.

Kedua, penggalangan dana bisa berjalan selama komite sekolah bisa mengajukan proposal yang diketahui oleh sekolah sebelum melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat. Ketiga, pesan Permendikbud itu juga menyarankan agar hasil penggalangan dana harus dibukukan pada rekening bersama antara komite sekolah dan sekolah. Keempat, semua proses harus dilakukan sesuai prosedur dan tidak boleh dikorupsi.
Sementara untuk hasil penggalangan dana tersebut, amanat Permendikbud itu mengamanatkan dapat digunakan untuk beberapa hal. Pertama, menutupi kekurangan biaya satuan pendidikan. Kedua, pembiayaan program/kegiatan terkait peningkatan mutu sekolah yang tidak dianggarkan. Ketiga, pengembangan sarana/prasarana. Keempat, pembiayaan kegiatan operasional komite sekolah dilakukan secara wajar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan untuk penggunanaan hasil penggalangan dana oleh sekolah juga harus melakukan taat aturan. Pertama, mendapat persetujuan dari komite sekolah. Kedua, dipertanggungjawabkan secara transparan. Ketiga, dilaporkan kepada komite sekolah. Rumusan ini sangat bagus dan tinggal pelaksanaannya di lapangan. Sebab, semua aspek mulai dari penghimpunan sampai pelaporan dana sudah diatur secara jelas.

Peran Penyeimbang
Diakui atau tidak, selama ini peran komite sekolah hanya sebatas mengawasi, itu pun bagi sekolah yang manajemennya berjalan maksimal. Padahal komite sekolah memiliki peran strategis dalam mengawal sekolah dalam berbagai aspek.

Dalam buku “Otonomi Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan” dijelaskan  komite sekolah sebagai perwakilan dari masyarakat dan orangtua siswa, memiliki tugas dan tanggung jawab mengawasi berjalannya sekolah.

Tujuan dibentuknya komite sekolah juga strategis. Pertama, mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan dan program pendidikan. Kedua, meningkatkan tanggungjawab dan peranserta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Ketiga, menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu (Hasbullah, 2007: 90).

Menurut penulis, tujuan komite sekolah menurut Hasbullah di atas kurang lengkap. Sebab, wilayah pengawasan komite sekolah juga di wilayah pelaksanaan kinerja satuan pendidikan (sekolah) maupun dalam hal penggunaan anggaran. Sementara tugas dan fungsi lainnya sebagaimana dimaksudkan Permendikbud No.75 tahun 2016 dalam pasal 3 ayat (1) huruf b, mengenai penggalangan dana dan sumber daya pendidikan belum menjadi perhatian utama bagi komite. Hal itu tentu saja terjadi di sebagian besar wilayah sekolah di desa-desa, bukan di kota-kota.

Adanya Permendikbud tersebut, posisi komite sekolah tidak lagi di bawah kepala sekolah, melainkan sebagai penyeimbang pihak sekolah. Dalam praktiknya, komite sekolah bisa mengupayakan untuk merealisasikan aspirasi orangtua siswa. Bahkan, munculnya Permendikbud tersebut bisa membuka kran demokrasi, karena jika tidak setuju apabila pihak sekolah memungut biaya tertentu, semua bisa dikonsultasikan.

Ke depan, kita semua tentu berharap agar semua sekolah terutama SD atau MI bisa lebih maju, dan tidak sekadar menggantungkan diri kepada dana BOS di tiap sekolah. Apalagi, amanat Permendikbud itu, sekolah tidak bisa hanya bergantung pada permintaan sumbangan dari orangtua siswa saja, namun juga bisa dari alumni, pihak perusahaan melalui program CSR, kampus, lembaga swasta, atau orang-orang yang peduli terhadap sekolah.

Sudah saatnya Permendikbud No.75 tahun 2016 ini dimaksimalkan agar bisa merevitalisasi komite sekolah. Jika berjalan maksimal, maka kualitas pendidikan akan semakin maju dan tidak hanya menjadi mimpi dan teori.

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Post a Comment

Item Reviewed: Memaksimalkan Revitalisasi Komite Sekolah di SD Rating: 5 Reviewed By: Harian Blora