Ribuan pendemo menolak FDS di depan Kantor Gubernur Jateng, Jumat (21/8/2017). |
Pantauan di lapangan, ribuan warga yang didominasi guru madin itu memadati kawasan Simpanglima Semarang, Jalah Pahlawan dan beberapa titik karena mereka datang dari berbagai wilayah sejak Jumat (21/8/2017) pagi.
Selain membawa atribut bendera merah putih, mereka juga menggunakan atribut bertuliskan “Tolak 5 Hari Sekolah”, “Pak Gubernur, Kami Menolak Full Day School” dan bendera merah putih serta atribun lain.
Tampak pula aktivis Pergakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), juga Ansor, Banser dan lainnya. Mereka mengepung kantor Gubernur Jateng untuk menyuarakan penolakan FDS atau sekolah lima hari. Aksi damai tersebut menuntut Permendikbud No 23 tahun 2017 yang salah satu isinya Full Day School (FDS) atau Sekolah Lima Hari (SLH) untuk dibatalkan. Aksi damai yang berlangsung pada pukul 13.00 WIB yang bertitik utama di halaman kantor Gubernur Jawa Tengah.
Pantauan di lapangan, dari arah Timur dan Selatang, datang rombongan dari Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Blora, Grobogan, Demak, Cilacap, Kebumen, Purbalingga, Temanggung, Magelang, Solo dan Salatiga. Sementara dari Barat dari Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang dan Kendal. Titik tumpulnya ada di Masjid Baiturrahman dan demo pusat di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah.
Para pendema laki-laki memakai peci hitam dan baju putih. Sementara perempuan mengenakan kerudung putih dan bawahan hitam (gelap).
“Tolak lima hari sekolah, karena akan mematikan madin di seluruh Indonesia,” tegas salah satu orator.
"Kami menilai FDS ini pasti membunuh madin, karena alokasi waktunya sangat tidak rasional," ujar orator.
Selaku Hudallah Ridwan koordinator aksi demo menyebutkan aksi demo itu nantinya akan diikuti sekitar 10.000 orang yang menolak kebijakan pemerintah terkait 5 hari sekolah. “Aksi diawali dengan Salat Jumat di Masjid Baiturrahman, Semarang, lalu long march menuju kantor Gubernur Jateng dan DPRD Jateng,” ujar dia.
Ia menjelaskan, massa yang tergabung dalam KMPP merupakan elemen masyarakat yang tidak sepakat dengan penerapan Permendikbud No. 23 Tahun 2017. “Permen tentang 5 hari sekolah ini jelas membawa dampak buruk bagi masyarakat, tapi pemerintah tetap saja memaksa untuk diberlakukan. Karena itu, ketika kata-kata tak lagi bermakna, maka aksi adalah solusi,” tegas dia. (Red-HB99/HJN).
0 comments:
Post a Comment