Suasana dialog lintas agama, Kamis (22/6/2017). |
Kegiatan diawali dengan pembacaan ayat suci Alquran dilanjutkan perform lagu rohani dari perwakilan Gereja Dukuhseti, Pati.
Kegiatan yang mengusung tema Mempertahankan Persatuan dan Kebhinekaan Dukuhseti Sampai Mati itu dihadiri pembicara Khoirul Anwar Afa Alhafiz pemuda Ngagel dan pendiri Kampung Hafiz, Hamidulloh Ibda pemuda Dukuseti dan Direktur Utama Forum Muda Cendekia (Formaci) dan Pdt. Teguh Sayoga, M.Pd.K Kepala SMA 3 BOPKRI Pati, pengurus FKUB dan Wakil Ketua Pengurus Gereja Kabupaten Pati dan dinoderatori M. Faiq alumnus Pascasarjana Hyderabat Central University India.
Dalam sambutannya, Khoirul Anwar Afa, Ketua Pemuda Dukuhseti mengatakan kegiatan Dialog Lintas Agama tersebut merupakan kegiatan pertama kali di wilayah Dukuhseti. "Ini merupakan kegiatan pertama kali dan semoga adik-adik SMA dan MA bisa mengambil pelajaran dari kegiatan ini," ujar dia.
Kegiatan tersebut dihadiri Ketua PAC GP Ansor Dukuhseti Ali Sudiyono, perwakilan Banser Dukuhseti Jumadi, LPS Cendekia MA. Manahijul Huda, Osis MA. Yataba, perwakilan pemuda Dukuhseti.com Khusnul Aufa dan tokoh masyarakat setempat.
Sementara itu, Ali Sudiyono Ketua PAC GP Ansor mengatakan dalam sambutannya, bahwa kegiatan itu menjadi representasi doktrin NKRI Harga Mati.
"Ini adalah momen yang bagus dan tepat. Karena Saya lihat, anak-anak hafal Pancasila, wong cuma lima saja. Tapi dalam implementasi sehari-hari, sering diingkari.
Apalagi ada hoax dan berita pemojokan. Maka Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini.
Dukuhseti termasuk bagian utara di Pati yang termasuk bagus dalam kebhinekaan. Islam dengan Kristen dan Buda yang rukun dan sangat bagus untuk dilestarikan," beber dia.
Ke depan, kata dia, ini menjadi modal untuk menjaga persatuan dan kebhinekaan.
Dalam dialog, Khoirul Anwar Afa mengatakan bahwa ahlul kitab dalam teori pergerakan ganda tidak dari agama tertentu, namun juga dari berbagai agama. "Ada ahlul kitab yang berbeda, mereka tiap malam selalu beribadah atau kiyamul lail dan membaca kitab-kitab mereka. Mereka juga menganjurkan kemakmuran, kebaikan dan mencegah kemunkaran dan selalu menyegerakan berbuat baik. Teori ini menganjurkan bagi kita untuk melakukan sesuatu sesuai konteks. Kalau internal begini, kalau eksternal itu harus ijtimai'i dan mengutamakan asas sosial," ujar dia.
Kalau kita membaca qowaidud tafsir, kata dia, selain mahir Bahasa Arab, Nahwu, Sorof dan Balaghoh, kita atau para penafsir juga harus punya adabul mufassir atau etika penafsiran. "Jadi agar tidak bias perlu menyemarakkan toleransi, dan mengharmonisasikan agama dalam konteks sosial dan kultural di Dukuhseti ini," ujar pria yang hafal 30 juz Alquran itu.
Di sisi lain, Pdt. Teguh Sayoga menegaskan bahwa Kristen sendiri mengedepankan nilai-nilai humanisme, kejujuran, dan juga solidaritas yang tinggi sebagaimana dalam Islam.
"Gereja kita itu tidak boleh ada ikut campur pemerintah. Tapi bukan berarti antipemerintah. Urusan kejujuran, kita juga bermisi katakan yang jujur dan apa adanya dalam kehidupan. Urusan politik pun, kita tidak boleh berpolitik praktis, meski tiap individu memiliki hak berdemokrasi," tukasnya.
Dalam pemaparannya, Romo Teguh menyeru untuk berbuat jujur, mengutamakan humanisme dan menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan. “Gereja memiliki AD ART sendiri, namun bukan berarti antipemerintah,” beber dia.
GITJ, kata dia, mengakui dan menghomarti hak hidup agama-agama. “GITJ menghormati semua manusia untuk menentukan keyakinannya masing-masing,” tukas dia.
“Kita juga harus menghormasi satu sama lain, karena tadi juga ada Qori Alquran dan nyanyian geraja di sini,” beber dia.
Sementara itu, Hamidulloh Ibda berharap pada pelajar berlaku arif dalam bermedsos, terutama dalam menanggapi isu-isu SARA. "Islam menganjurkan umatnya mengutamakan prinsip ukhuwah islamiyah, ukhuwah basyariyah dan wathaniyah. Jadi, beragama apa saja harus dihormati, bukan dibenci," beber dia.
Usai dialog, kegiatan dilanjutkan dengan tanya jawab dan buka bersama. (*)
0 comments:
Post a Comment