Ulurkan Tanganmu
Mengapa tidak abadi seketika
Segala rasa cinta
Kesejukan yang menyertai cerita kita
Mengapa tidak abadi seketika
Hati tempat berlabuh
Tali yang mengikat janji-janji
Jangan pernah usai kita inginkan
Namun pil pahit yang harus kita
telan
Inilah puisi jalan kita kasih
Segala prahara mendera
Segenap dusta menyerta
Tiba saatnya prahara membiru
warnanya
Namun kita harus tetap waspada
Ulurkan tanganmu kasih, tetaplah
ulurkan
Agar kita senantiasa dapat
bergandangen
Berjalan bersama menuju satu tujuan
Sebuah jalan terang
Jalan di Tengah Samudera
Cakrawala yang kita tuju
Nyatanya masih jauh
Namun percayalah kepada angin
Yang senantiasa menuntun
Maka jagalah perahu ini
Jangan sampai pecah di tengah
samudera
Dan tegakkan tonggak layar
Mengapa harus berkecil hati?
Sedangkan rembulan dan mentari
Masih tetap setia mengirimkan cahaya
Meskipun harus melewati jalan yang
tak mudah
Di sela-sela mendung dan mega
Mestinya kita selalu terjaga
Menahan ombak dengan kekuatan jiwa
raya
Mengingat kita harus bertahan
Maka jangan terhenti di tengah
cerita
Jika disini masih ada jalan
Untuk menuju keabadian
Yang Terindah
Yang terindah kuberikan untukmu
Terlahir dalam dekapan jiwaku
Yang mencari….
Tertatihku coba berdiri
Terhempas ku disana menantimu
Mendambakan kau yang terindah
Persembahan dariku tercipta dalam
Alunan langkahku yang terhenti
Menatap jejakku sendiri
Tertinggal ku disana menantimu
Mendambakan dirimu
Semua yang tersisa
Hanya persembahanku yang terakhir
Kau yang terindah
Jangan biarkan diriku
Terhempas keraguan
Cinta
Cinta serupa dengan laut
Selalu ia terikat pada arus
Setiap kali ombaknya bertarung
Seperti tutur kata dalam hatimu
Sebelum mendapat bibir yang
mengucapkannya
Angin datang dari jiwa
Air berpusar dan gelombang naik
Memukul hati kita yang telanjang
Dan menyelimutinya dengan kegelapan
Sebab keinginan begitu kuat
Untuk menangkap cahaya
Maka kesunyian pun pecah
Dan yang tersembunyi menjelma
Kau disampingku
Aku disampingmu
Kata-kata adalah jembatan
Waktu adalah jembatan
Tapi yang mempertemukan
Adalah kalbu yang saling memandang
Tak lekang oleh waktu
Telah lama kutunggu
Hadirmu disini
Namun hanya ruang semu
Yang nampak padaku
Meski sulit haarus kudapatkan
Sambutlah tangan ini terima janjiku
Rasakan cinta yang tulus
Lewat aliran darahmu
Menyatu seiring dalam kasih
Mari kita jaga sebentuk cinta putih
yang telah terbina
Sepenuhnya terimalah pengertian
adanya dua beda menyatu
Masilah panjang, jalan hidup merki
ditempuh
Semoga tak lekang oleh waktu
Surabaya,
Desember 2016
Yang
tersisa dari yang terkasih
-Ferry Fansuri
kelahiran Surabaya, 23 Maret 1980 adalah penulis, fotografer dan
entreprenur lulusan Fakultas Sastra jurusan Ilmu Sejarah Universitas Airlangga
(UNAIR) Surabaya. Pernah bergabung dalam teater Gapus-Unair dan ikut dalam
pendirian majalah kampus Situs dan cerpen pertamanya "Roman Picisan"
(2000) termuat. Mantan redaktur tabloid Ototrend (2001-2013) Jawa Pos Group.
Sekarang menulis freelance dan tulisannya tersebar di berbagai media Nasional.
0 comments:
Post a Comment