Oleh Rahmasari Kusumadewi
Pendidikan Akuntansi Unnes
Sekolah inklusi sepertinya masih asing terdengar di telinga kita dan
masih banyak masyarakat yang belum memahami apa sebenarnya sekolah inklusi. Pendidikan
merupakan kebutuhan dasar dan hak bagi setiap warga negara Indonesia dan tak
terkecuali bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Selama ini, pendidikan nasional
kita masih belum banyak memberikan perhatian serius kepada kaum difabel.
Sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi
“Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” UU NO 20 Tahun 2003 pada
pasal 5 ayat 1 dan 2 menyebutkan bahwa “Ayat satu : setiap warga Negara
mempuyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Ayat dua :
menyebutkan bahwa warga Negara yang memiliki kelainan fisik, mental, emosional,
intelktual, dan/sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.” Undang-Undang di
atas menunjukkan bahwa semua anak usia sekolah harus memperoleh pendidikan yang
layak dan bermutu, serta pendidikan untuk semua (education for all). Hal ini
menunjukkan bahwa anak berkelainan berhak pula memperoleh kesempatan yang sama
dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan.
Selama ini, masyarakat luas masih mengenal bahwa pemerintah telah menyediakan
fasilitas pendidikan bagi anak-anak penyandang cacat (difabel) yaitu pada
Sekolah Luar Biasa (SLB). Ternyata, secara tidak sadar sistem pendidikan SLB
ini telah membangun tembok eksklusifisme bagi difabel. Hal ini telah menghambat
proses saling mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak normal.
Akibatnya dalam interaksi sosial kelompok difabel menjadi komunitas yang
terisolasi di masyarakat.
Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel.
Sementara kelompok difabel itu sendiri, merasa keberadaannya bukan menjadi
bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya. Oleh karenanya,
pendidikan saat ini mengacu pada konsep pendidikan inklusi. Asal mula munculnya
konsep pendidikan inklusi diawalai dengan adanya kesepakatan Internasional
yaitu Convention on the Rights of Person with Disabilities and Optional
Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Dalam Konvensi ini, pada pasal 24
disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyelenggarakan sistem pendidikan
inklusi di setiap tingkatan pendidikan. Demikian pula di negara kita, bahkan kita
lebih dahulu mendeklarasikan pendidikan inklusi yaitu dengan diadakannya Deklarasi
Bandung “Indonesia menuju Pendidikan Inklusif” tanggal 8-14 Agustus 2004 yang
kemudian secara terinci penyelenggaraan pendidikan inklusi ini diatur dalam Permendiknas
No. 70 Th.2009.
Sekolah inklusi adalah sekolah reguler tetapi menerima Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) dan menyediakan sistem layanan pendidikan yang
disesuaikan dengan kebutuhan anak tanpa kebutuhan khusus (ATBK) dan ABK melalui
adaptasi kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan sarana prasarananya. Yang
termasuk ABK ini adalah tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tuna
daksa, tuna laras (anak dengan gangguan emosi, sosial dan perilaku), tuna
ganda, lamban belajar, penyandang autis, dan termasuk pula anak dengan potensi
kecerdasan luar biasa (genius) (Blogdetik.com, 16 Juni 2012). Dari pengertian
tersebut yang disebut ABK bukan hanya golongan penyandang cacat (difabel) saja
tetapi juga termasuk anak yang memiliki kecerdasan luar biasa, yang tidak
terlayani di SLB. Namun dengan keberadaan sekolah inklusi ini bukan berarti
meniadakan atau menghilangkan SLB tetapi SLB akan menjadi mitra bagi pengembangan
sekolah inklusi.
Adapun tujuan dari pendidikan inklusi ini adalah (1) memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki
kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya. (2) mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang
menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik
berkebutuhan khusus. (3) membangun karakter, nilai, dan norma bagi semua peserta
didik di sekolah penyelenggara pendidikan inkl usif. (Pedoman Teknis
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Jawa Timur : 2012).
Salah satu sekolah penyelenggara pendidikan inklusi adalah SD Negeri Tamansari
1 Yogyakarta. SD Negeri Tamansari 1 Yogyakarta menerima 38 siswa Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) dan terdapat lebih dari empat siswa disetiap kelasnya. Kurikulum
yang digunakan adalah kurikulum umum yang sudah dimodifikasi. Pengembangan
kurikulum dilakukan dengan memodifikasi alokasi waktu, modisikasi isi atau
materi, memodifikasi kurikulum dalam isi atau materi berupa penyesuaian standar
kompetensi dan komptensi dasar.
Jadi, sekolah inklusi pada dasarnya merangkul semua siswa dengan
berbagai latar belakang dan kondisi dalam satu sistem sekolah serta mencoba
untuk menemukan dan mengembangkan potensi siswa yang majemuk tersebut. Di mana antara
siswa satu dengan siswa lainnya memiliki potensi yang berbeda. Setiap anak harus
diberi ruang dan hak untuk berkembang sesuai dengan kapasitas dan bakat yang dibawanya.
Sebagaimana hal ini telah dikemukakan oleh Howard Gardnerdalam multiple
intelligences yang menjelaskan bahwa kecerdasan/potensi seseorang tidak bertumpu
pada kecerdasan intelektual saja, tetapi ada 8 kecerdasan manusia yang meliputi
bahasa (linguistic), musik (musical), logika-matematika (logical-mathematical),
spasial (spatial), kinestetis-tubuh (bodily-kinesthetic), intrapersonal,
interpersonal, dan naturalis (naturalits).
Pendidikan yang berkembang di negara kita saat ini, pada umumnya masih terlalu
fokus pada kecerdasan intelektual saja. Sehingga kecerdasan yang lain kurang begitu
ditangani apalagi dikembangkan. Di sinilah peran sekolah inklusi yaitu selain merupakan
salah satu jawaban bahwa pendidikan tidak mengenal diskriminasi dan semua orang
berhak untuk mendapatkannya, sekolah inklusi juga merupakan sekolah yang mampu
menemukan dan mengembangkan potensi siswa baik ABK ataupun anak reguler
sehingga menjadi siswa yang berkualitas dan berkembang sesuai dengan bakat dan
potensinya. Sehingga dikemudian hari, generasi tersebut akan menjadi generasi yang
ahli, harmonis dan memberi manfaat bagi diri sendiri, masyarakat dan bangsa.
Oleh karena itu, sangatlah perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat
tentang sekolah inklusi sehingga masyarakat memperoleh banyak informasi sebagai
alternatif pilihan untuk menyekolahkan anaknya terutama yang kebetulan
berkebutuhan khusus. (*)
0 comments:
Post a Comment