Oleh M Yudhie Haryono
Direktur Eksekutif Nusantara Centre
Pagi ini, kutak pesan kopi. Senin. Saat tepat puasa. Dari segalanya kecuali revolusi. Ya. Revolusi. Sebab, Jokowi makin hari makin “sedeng”. Mencintai keblingeran dan mengimani kesemrawutan. Semua hanya kepalsuan: meniru ide Sukarno, hanya untuk menipu warga negara. Dan, dari Solo segala kepalsuan ini dimulai.
Pagi ini. Kusampaikan buatmu senyum terindah dalam sisa hidupku. Sambil merekonstruksi kembali gairah 98. Sambil kujalin kembali sisa pasukan waras. Sambil merindukan nalar cerdas. Soal-soal kejeniusan bernegara, kuceritakan si Hugo: sastrawan besar yang tak sempat engkau geluti. Sebab, membaca karyanya seperti menjumpai kasihmu: menggetarkan dan menghanyutkan.
Kawanku, Andi Firmansyah (2014) mengetik dengan baik soal Hugo. Kubagi buatmu sebagai cerpen pengantar kerja; teman untuk memahami langkah-langkahku; tambahan pengetahuan soal sastra dan jalan hidup.
Nama kerennya Victor Hugo (1802-1885). Ia dilahirkan di Besancon, Prancis, 26 Februari 1802, meninggal 22 Mei 1885. Nama lengkapnya Victor Marie Comte Hugo, putra seorang jendral yang cukup terkemuka di zaman Napoleon.
Ayahnya pernah menjadi gubernur di Spanyol dan Italia. Sejak usia lima belas tahun ia telah menulis puisi dan tahun 1817 mendapat pujian dalam sayembara yang diadakan Akademia Prancis dan tahun 1819 memperoleh hadiah sastra dari Academia des Jeux Floraux de Toulouse. Hugo menduduki tempat terhormat dalam sastra Prancis karena karyanya mendominasi hampir seluruh abad 19.
Ia merupakan pemuka aliran roamantik, baik dalam puisi maupun dalam prosa. Tahun 1822 terbit kumpulan puisinya Odes et Ballades yang berhasil menarik simpati publik. Tahun 1823 terbit novel pertamanya Han d’Islande meruakan buku hadiah perkawinannya dengan Adele Foucher (1822).
Di rumah pasangan inilah tempat pertemuan kaum romantikus Prancis. Drama yang pertama berupa epos Cromwel (1827) dan dramanya yang kesohor adalah Hernani (1830), Les Roi s”Amuse (1832), Marie Tudor (1833) dan Ruy Blus (1838).
Selama tujuh belas tahun sejak penerbitan pertama, ia telah menerbitkan sejumlah kumpulan esai, tiga novel dan lima kumpulan puisi. Masing-masing kumpulan puisinya adalah Les Orientalis (1828), Feuilles d’ Automne (1831), Les Voix Interiues (1828), dan Les Rayons et Les Ombers (1840).
Sementara dua romannya yang sangat terkenal dan tentunya sangat memikat hati adalah Notre Dome de Paris (1831) dan Les Mirables (1862). Melewati masa panjang dalam sejarah Prancis, Victor Hugo mengalami dan mengikuti kegiatan pemerintahan hingga saat rezim yang berkuasa jatuh dan ia ikut terusir.
Pengalaman itu memperkaya wawasannya dalam kegiatan sastra. Sehingga masa pengasingannya ke luar negeri merupakan bagian dari kegiatannya belajar dan menulis hingga kembalinya ke Prancis setelah runtuhnya Kekaisaran Kedua (1870) dan berdirinya Republik Ketiga, di mana ia ikut ambil bagian dalam lembaga legislatif.
Dua dekade terakhir kematian orang-orang tercintanya membuat ia tercambuk untuk menulis lebih banyak karya lagi. Ketika meninggal dunia, peti jenazahnya diarak dalam suatu prosesi nasional yang agung dari Arch de Triomphe ke Pantheon.
Kau tahu? Karya-karya Hugo banyak memberi pengaruh kepada sastra dunia, menjadi bahan polemik dan sumber inspirasi. Ia merupakan salah seorang sastrawan agung dan kenamaan abad kesembilan belas dan secara khusus memberi landasan yang kuat dan kokoh dalam aliran romantic. Ia menulis dalam sejumlah genre sastra yang luar biyasa.
Bagiku, ia inspirasi yang kadang muncul namanya dalam parfum dan rumah-rumah mode. Kapan kita berkunjung ke makamnya, kucium pipimu di samping pusaranya nanti. Tentu setelah mengganti rezim lugu ini dengan pasukan muda perealisasi pancasila.(*)
Direktur Eksekutif Nusantara Centre
Pagi ini, kutak pesan kopi. Senin. Saat tepat puasa. Dari segalanya kecuali revolusi. Ya. Revolusi. Sebab, Jokowi makin hari makin “sedeng”. Mencintai keblingeran dan mengimani kesemrawutan. Semua hanya kepalsuan: meniru ide Sukarno, hanya untuk menipu warga negara. Dan, dari Solo segala kepalsuan ini dimulai.
Pagi ini. Kusampaikan buatmu senyum terindah dalam sisa hidupku. Sambil merekonstruksi kembali gairah 98. Sambil kujalin kembali sisa pasukan waras. Sambil merindukan nalar cerdas. Soal-soal kejeniusan bernegara, kuceritakan si Hugo: sastrawan besar yang tak sempat engkau geluti. Sebab, membaca karyanya seperti menjumpai kasihmu: menggetarkan dan menghanyutkan.
Kawanku, Andi Firmansyah (2014) mengetik dengan baik soal Hugo. Kubagi buatmu sebagai cerpen pengantar kerja; teman untuk memahami langkah-langkahku; tambahan pengetahuan soal sastra dan jalan hidup.
Nama kerennya Victor Hugo (1802-1885). Ia dilahirkan di Besancon, Prancis, 26 Februari 1802, meninggal 22 Mei 1885. Nama lengkapnya Victor Marie Comte Hugo, putra seorang jendral yang cukup terkemuka di zaman Napoleon.
Ayahnya pernah menjadi gubernur di Spanyol dan Italia. Sejak usia lima belas tahun ia telah menulis puisi dan tahun 1817 mendapat pujian dalam sayembara yang diadakan Akademia Prancis dan tahun 1819 memperoleh hadiah sastra dari Academia des Jeux Floraux de Toulouse. Hugo menduduki tempat terhormat dalam sastra Prancis karena karyanya mendominasi hampir seluruh abad 19.
Ia merupakan pemuka aliran roamantik, baik dalam puisi maupun dalam prosa. Tahun 1822 terbit kumpulan puisinya Odes et Ballades yang berhasil menarik simpati publik. Tahun 1823 terbit novel pertamanya Han d’Islande meruakan buku hadiah perkawinannya dengan Adele Foucher (1822).
Di rumah pasangan inilah tempat pertemuan kaum romantikus Prancis. Drama yang pertama berupa epos Cromwel (1827) dan dramanya yang kesohor adalah Hernani (1830), Les Roi s”Amuse (1832), Marie Tudor (1833) dan Ruy Blus (1838).
Selama tujuh belas tahun sejak penerbitan pertama, ia telah menerbitkan sejumlah kumpulan esai, tiga novel dan lima kumpulan puisi. Masing-masing kumpulan puisinya adalah Les Orientalis (1828), Feuilles d’ Automne (1831), Les Voix Interiues (1828), dan Les Rayons et Les Ombers (1840).
Sementara dua romannya yang sangat terkenal dan tentunya sangat memikat hati adalah Notre Dome de Paris (1831) dan Les Mirables (1862). Melewati masa panjang dalam sejarah Prancis, Victor Hugo mengalami dan mengikuti kegiatan pemerintahan hingga saat rezim yang berkuasa jatuh dan ia ikut terusir.
Pengalaman itu memperkaya wawasannya dalam kegiatan sastra. Sehingga masa pengasingannya ke luar negeri merupakan bagian dari kegiatannya belajar dan menulis hingga kembalinya ke Prancis setelah runtuhnya Kekaisaran Kedua (1870) dan berdirinya Republik Ketiga, di mana ia ikut ambil bagian dalam lembaga legislatif.
Dua dekade terakhir kematian orang-orang tercintanya membuat ia tercambuk untuk menulis lebih banyak karya lagi. Ketika meninggal dunia, peti jenazahnya diarak dalam suatu prosesi nasional yang agung dari Arch de Triomphe ke Pantheon.
Kau tahu? Karya-karya Hugo banyak memberi pengaruh kepada sastra dunia, menjadi bahan polemik dan sumber inspirasi. Ia merupakan salah seorang sastrawan agung dan kenamaan abad kesembilan belas dan secara khusus memberi landasan yang kuat dan kokoh dalam aliran romantic. Ia menulis dalam sejumlah genre sastra yang luar biyasa.
Bagiku, ia inspirasi yang kadang muncul namanya dalam parfum dan rumah-rumah mode. Kapan kita berkunjung ke makamnya, kucium pipimu di samping pusaranya nanti. Tentu setelah mengganti rezim lugu ini dengan pasukan muda perealisasi pancasila.(*)
0 comments:
Post a Comment