Oleh M Yudhie Haryono
Direktur Eksekutif Nusantara Centre
Para bajik berfatwa, "ukuran pemimpin cerdas dilihat dari jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Sedang ukuran pemimpin bijak dilihat dari pertanyaan yang diajukan."
Jika dua ukuran itu kita pakai untuk menilai elite kita hari ini (terutama Presiden, Kapolri dan Ketum Parpol) maka simpulannya sederhana, kita tidak punya ketiganya yang cerdas dan bijak. Sebab, jawaban-jawaban dan pertanyaan-pertanyaan presiden, kapolri dan ketum parpol dalam semua problem negara hanya jawaban dan pertanyaan orang lugu, culun dan menipu.
Mereka gagal total memahami subtansi dari problema rakyatnya. Mereka tak punya pengetahuan masa lalu, tak menguasai problem hari ini, tak mengerti tantangan masa depan.
Mereka seperti petruk dadi ratu dan gareng jadi wali. Tidak pas dan kwalitas murahan. Inilah drama terbaru kita. Republik Akibat. Elite yang tak paham sebab. Subhanallah. Masya Allah. Rupanya kini kita masuk kembali ke jaman edan. Ing ngarso numpuk bondho. Ing madyo mangan konco. “Tut Wuri Nggolek Tai”.
Mencandra kisruh ini, sastrawan besar Zaenal Mahirin (2016) mengetik puisi yang sangat bagus:
Belum lagi kami berkumpul/
Kau sudah mengancam akan memukul/
Belum sempat kami bicara/
Kau sudah mengancam dengan senjata/
Saya kira sampeyan Superman/
Ternyata preman//
Kini, lebih repot lagi karena ini disutradarai oleh mereka yang tertakdirkan sebagai anak biologis Soekarno dan anak ideologis Soekarno. Tentu disponsori oligarki perampok duit-duit republik yang digawangi agensi begundal kolonial 10 naga bercula. Sungguh takdir yang menjijikkan.(*).
0 comments:
Post a Comment