Asri Rosdi (kiri) saat di wawancarai Muhammad Fadhli, 26102016 (Dokumentasi Afifah Alfara). |
Buku ini pertama kali diterbitkan pada tanggal 28 Oktober 1978 dalam bentuk stensil, dan dicetak dalam jumlah terbatas oleh Badan Koordinasi Kesenian Nasional Indonesia (BKKNI) Sumatera Barat. Adapun enam penyair yang menulis buku ini adalah Asri Rosdi, Alda Wimar Irawan Noer (alm), Indra Nara Persada, Syarifuddin Arifin, Sofia Trisni dan Yose Hermand.
"Buku ini dulu diterbitkan atas gagasan Chairul Harun (alm), ketua BKKNI Sumatera Barat, dengan tujuan untuk menyukseskan acara peringatan Hari Sumpah Pemuda 1978. Pada masa itu sudah ada ratusan penyair di Sumatera Barat, namun enam penyair pada buku ini ada kedekatan emosional dengan bapak Chairul Harun. Para penulis buku ini termasuk binaan bapak Wisran Hadi (alm) di Bumi Teater dan papa Rusli Marzuki Saria di Remaja Minggu Ini (RMI) Harian Haluan," kata Rizal Tanjung, pegiat teater dan drama di Sumatera Barat, ketika kami wawancarai (26/10/2016).
Penerbitan ulang dan acara peluncuran buku ini sudah digagas oleh Dasril Ahmad lebih dari setahun yang lalu, seorang kritikus sastra dari Sumatera Barat, yang memercayakan implementasinya pada Padang Institut, di bawah tanggungjawab Muhammad Ibrahim Ilyas. Acara inipun menjadi salah satu program kerja tahun 2016 Padang Institut, dan realisasinya diserahkan pada Kasaiangan Organizer.
Acara ini akan menghadirkan Prof. Dr. Haris Effendi Tahar sebagai pembicaranya, adalah orang yang sama sebagai pembicara saat peluncuran pertama buku ini, dan akan didampingi oleh Dasril Ahmad. Sebagai moderatornya, akan menghadirkan Mahatma Muhammad, pendiri Komunitas Seni Nan Tumpah (KSNT).
"Selain sebagai moderator, kami juga dipercaya sebagai event organizer yang mengurus pelaksanaan acara ini. Kami akan berupaya menghadirkan peserta dari para penyair yang ada pada dekade buku itu pertama kali diluncurkan hingga para penyair saat ini, beserta para kritikus sastra dan masyarakat penikmat sastra tentunya. Tujuannya adalah untuk bersama-sama mendiskusikan bagaimana relevansi buku ini terhadap pertumbuhan kepenyairan di Sumatera Barat pada saat ini, agar buku ini layak ditetapkan sebagai salah satu tonggak perjalanan kepenyairan di Sumatera Barat. Mengingat makalah yang kami terima dari salah seorang pembicara untuk acara ini nanti, lebih menitikberatkan pada proses kreatifnya saja," kata Mahatma Muhammad, yang juga adalah pendiri Kasaiangan Organizer.
Acara peluncuran buku yang diterbitkan oleh Arifha ini terbuka untuk umum, tanpa dipungut biaya. Acara ini akan sangat menarik karena sebagai moderator, Mahatma Muhammad tidak menginginkan acara ini hanya akan menjadi ajang reunian dan apresiasi saja.
"Penerbitan ulang dan peluncuran buku ini sebagai pengukuhan salah satu tonggak perjalanan kepenyairan di Sumatera Barat pada dekade 70-an. Buku ini menjadi bukti, bahwa pada masa itu para penyair senior di Sumatera Barat sangat mendukung proses kreatif para penyair mudanya," kata Asri Rosdi, salah seorang penyair di buku Enam Penyair Muda Sumatera Barat 1978.
Asri Rosdi juga mengatakan, adapun sastra itu sendiri adalah kesenian yang sulit menemukan hal-hal baru, sehingga relevansi pertumbuhan kepenyairan di Sumatera Barat lebih tepat dikaitkan dengan kondisi pertumbuhan kritikus sastranya. Langkanya kritikus sastra saat ini, serta minimnya forum-forum diskusi karya sastra yang benar-benar menghadirkan seorang kritikus sastra, bisa jadi, inilah katalisator yang membuat stagnasinya kesusastraan di Sumatera Barat.
Berdasarkan hasil konfirmasi, empat dari enam penyair yang menulis buku ini akan hadir dan membacakan puisinya pada acara ini, dan juga akan ada penampilan dari KSNT membawakan musikalisasi puisi dari puisi salah seorang penyair pada buku ini, Syarifuddin Arifin.(Red-HB99/Fadli).
0 comments:
Post a Comment