Pintu masuk Karangpace ke Pendopo Samin Surosentiko Blora. |
Direktur Forum Muda Cendekia (Formaci) Jawa Tengah, Hamidulloh Ibda, menilai bahwa Samin Surosentiko sebagai tokoh di Kabupaten Blora tidak akan abadi dan mendarah daging jika hanya dipakai untuk pajangan foto, gambar di kaos dan stiker. Namun, branding pendidikan tinggi harus mengenalkan sosok lokal.
“Kita bandingkan saja, banyak nama tokoh besar dipakai nama kampus. Seperti contoh Sunan Kalijaga dipakai nama UIN Sunan Kalijaga, tapi lokasinya di Jogjakarta, padahal makam Sunan Kalijaga di Demak. Kemudian, Pangeran Diponegoro, lahirnya di Jogjakarta, wafatnya di Makassar, tapi dipakai nama kampus Undip di Semarang. Ini tidak cocok secara setting sejarah. Maka kalau Samin Surosentika dipakai nama kampus di Blora sudah cocok,” ungkap dia, Kamis (26/5/2016).
Seperti diketahui, sampai detik ini hanya ada beberapa kampus di Kabupaten Blora, seperti Poltekkes Blora, STAI Muhammadiyah Blora, STAI Khozinatul Ulum Blora, Sekolah Tinggi Teknologi Ronggolawe Cepu dan Universitas Terbuka kelas jauh yang dibuka di Blora.
“Jadi ke depan, bisa berupa sekolah tinggi, akademi atau institut. Tapi saya usul kalau bisa berupa universitas yang namanya ada brand Samin Surosentiko,” ungkap dia.
Meskipun Ibda menilai Samin Surosentiko bukanlah satu-satunya tokoh Samin, namun karena sudah dikenal publik, maka harus menyesuaikan. “Sebenarnya ada tiga bersaudara tokoh Samin, yaitu Samin Surosentiko, Suro Samin dan Suro Sumanto. Ini informasi A1 dari Mbah Lasio, keturunan ketiga dari Samin,” beber dia.
Saya kira, lanjut dia, pemegang kebijakan atau dinas terkait, bisa menindaklanjuti wacana ini dengan berkonsultasi kepada Kopertis, Dikti dan pakar.
“Setahu saya, kalau soal syarat usulan pendirian PTS terlebih dahulu harus memenuhi syarat dan kriteria minimal sebagaimana diatur dalam Kepmen No. 234/U/2000, No. 232/U/2000, dan Kepdirjen DIKTI No. 108/DIKTI/Kep/2001. Informasi terakhir saya kurang update memang, karena kebijakan dan regulasinya semakin kompleks. Apalagi nanti ada izin pendirian prodi, jurusan dan jangan sampai terjadi moratorium,” kata dia.
Ke depan, ia berharap ada diskusi para pakar, baik berupa FGD atau penelitian panjang agar di Blora bisa memiliki kampus negeri sendiri dan kemudian menyerap mahasiswa asal Blora sendiri. “Potensi mahasiswa di Blora itu banyak. Namun karena mereka tidak pede kuliah di kotanya sendiri, makanya ya pada kuliah di Semarang, Solo, Surabaya, Solo dan daerah lain,” papar dia.
Maksuda saya, lanjut dia, ini eman-eman kalau tidak segera direalisasikan. “Nanti kalau dipakai kota lain kan malah repot. Kita malah baru merasa memiliki Samin kan malah kita dan warga Blora yang rugi,” imbuh dia. (Red-HB99/Foto: Harian Blora).
0 comments:
Post a Comment