Oleh Kapten Inf Tafsir
Penulis adalah Danramil Papar-Kodim 0809/Kediri
Toleransi dalam beragama bukan lagi sebuah perdebatan baru bagi Indonesia. Tuntutan terhadap toleransi beragama juga tidak berasal dari pertimbangan-pertimbangan teologis maupun religius. Toleransi beragama merupakan tuntutan yang dikedepankan ketika keseluruhan struktur masyarakat berada dalam situasi kritis. Dalam hal ini, masyarakat sedang dalam taraf membangun pola pikir baru untuk menciptakan tatanan yang lebih dominan di mana setiap lapisan masyarakat dapat menerimanya.
Bagaimana pun, toleransi dan tenggang rasa harus bisa melebur dalam setiap kegiatan dialog lintas agama untuk mewujudkan masyarakat yang kritis, tidak apatis, dan bertindak sesuai pada kaidah beragama dan hukum. Tentu saja, setiap agama mengajarkan hal yang sama untuk menghadapi perbedaan dan ini yang harus bisa terwujudkan. Pemuda, sebagai generasi yang aktif, pun dapat ikut serta dalam dialog lintas agama tanpa perlu memunculkan sikap intoleran dan egoisme. Justru, sebagai generasi yang modern, toleransi harus bisa diterima dan dicerminkan oleh pemuda, terutama dalam kegiatan seperti ini.
Penerapan kehidupan Pancasila pun bisa menjadi nyata ketika dihadapkan kepada dialog lintas agama. Keterbukaan, demokrasi, ketuhanan, keadilan, dan kemanusiaan menjadi prioritas yang harus digalakkan dalam sistem kemasyarakatan yang bisa dibangun melalui dialog lintas agama. Namun, tidak menjadikan seluruh kegiatan tersebut berbasis kepada Pancasila, tetapi menjadikan Pancasila sebagai pedoman untuk setiap tindakan yang dilaksanakan dalam kegiatan yang mengatasnamakan pluralisme tersebut.
Dialog lintas agama sudah harus menjadi bagian dari kemasyarakatan bangsa Indonesia. Adalah hal yang penting selalu mendukung dan mempromosikan dialog lintas agama karena untuk membangun dasar bahwa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, dan ras yang berbeda-beda itu bagian yang intim dan perlu diupayakan dengan serius sehingga tidak memunculkan Indonesia yang terkotak-kotak akibat perbedaan tersebut. Dialog lintas agama pun harus didukung dari berbagai lapisan masyarakat, baik dari pemerintah, komunitas, kaum akademisi, sampai masyarakat. Tidak hanya itu, membangun Indonesia yang lebih toleran harus menjadi kesadaran bersama. Ini perlu ditekankan agar budaya toleransi tidak menjadi sesuatu yang asing untuk bangsa Indonesia.
Satu hal yang tidak boleh terlupakan dari bangsa Indonesia adalah “Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa” yang menjadi semboyan Republik Indonesia. Sejak zaman kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha dahulu, sudah ada kesadaran bahwa Indonesia akan terlahir sebagai negara yang berbeda-beda, namun mengapa tidak untuk bersatu di dalam perbedaan tersebut ? Demikian pula kesadaran yang sudah dibangun oleh kaum nasionalis dalam Sidang BPUPKI agar Indonesia tidaklah berdiri sebagai negara dengan satu agama, melainkan membiarkan perbedaan itu ada dan melebur dalam kesatuannya. Apakah dialog lintas agama yang bisa menjadi salah satu saluran untuk menyuarakan perbedaan tersebut mengejawantah?
Rasa optimis harus berada di dalam masyarakat yang ikut berpartisipasi tersebut. Indonesia dibangun bukan oleh umat Islam, Kristen, Buddha, atau Hindu saja. Maka, akan sangat memungkinkan apabila toleransi dan tenggang rasa dalam berbangsa dan bernegara sebagai prioritas utama. Penetasan telur Pancasila dalam sila-silanya pun bisa termanifestasikan dalam kehidupan rakyat Indonesia. Pancasila pun tidak sekadar menjadi landasan ideologi bangsa ini saja, tetapi juga cerminan untuk bermasyarakat.
Demikian pula dengan mewujudkan sila-sila Pancasila dalam beragama di kehidupan bermasyarakat bukanlah hal yang tidak mungkin. Sari-sari Pancasila adalah seluruh inti yang diterima dan diajarkan oleh seluruh agama di Indonesia. Tidak memihak pada satu agama pun, tidak juga memilih Pancasila akan memandang ke arah agama apa. Pancasila menjadi sebuah landasan yang netral yang bisa diterjemahkan oleh seluruh agama. Ini menjadikan Pancasila sebagai sebuah falsafah yang sudah dibangun sejak Indonesia dilahirkan yang telah hidup dan akan tetap hidup apabila perbedaan tidak menjadi halangan, melainkan alat untuk saling melengkapi satu dengan yang lain.
Penulis adalah Danramil Papar-Kodim 0809/Kediri
Toleransi dalam beragama bukan lagi sebuah perdebatan baru bagi Indonesia. Tuntutan terhadap toleransi beragama juga tidak berasal dari pertimbangan-pertimbangan teologis maupun religius. Toleransi beragama merupakan tuntutan yang dikedepankan ketika keseluruhan struktur masyarakat berada dalam situasi kritis. Dalam hal ini, masyarakat sedang dalam taraf membangun pola pikir baru untuk menciptakan tatanan yang lebih dominan di mana setiap lapisan masyarakat dapat menerimanya.
Bagaimana pun, toleransi dan tenggang rasa harus bisa melebur dalam setiap kegiatan dialog lintas agama untuk mewujudkan masyarakat yang kritis, tidak apatis, dan bertindak sesuai pada kaidah beragama dan hukum. Tentu saja, setiap agama mengajarkan hal yang sama untuk menghadapi perbedaan dan ini yang harus bisa terwujudkan. Pemuda, sebagai generasi yang aktif, pun dapat ikut serta dalam dialog lintas agama tanpa perlu memunculkan sikap intoleran dan egoisme. Justru, sebagai generasi yang modern, toleransi harus bisa diterima dan dicerminkan oleh pemuda, terutama dalam kegiatan seperti ini.
Penerapan kehidupan Pancasila pun bisa menjadi nyata ketika dihadapkan kepada dialog lintas agama. Keterbukaan, demokrasi, ketuhanan, keadilan, dan kemanusiaan menjadi prioritas yang harus digalakkan dalam sistem kemasyarakatan yang bisa dibangun melalui dialog lintas agama. Namun, tidak menjadikan seluruh kegiatan tersebut berbasis kepada Pancasila, tetapi menjadikan Pancasila sebagai pedoman untuk setiap tindakan yang dilaksanakan dalam kegiatan yang mengatasnamakan pluralisme tersebut.
Dialog lintas agama sudah harus menjadi bagian dari kemasyarakatan bangsa Indonesia. Adalah hal yang penting selalu mendukung dan mempromosikan dialog lintas agama karena untuk membangun dasar bahwa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, dan ras yang berbeda-beda itu bagian yang intim dan perlu diupayakan dengan serius sehingga tidak memunculkan Indonesia yang terkotak-kotak akibat perbedaan tersebut. Dialog lintas agama pun harus didukung dari berbagai lapisan masyarakat, baik dari pemerintah, komunitas, kaum akademisi, sampai masyarakat. Tidak hanya itu, membangun Indonesia yang lebih toleran harus menjadi kesadaran bersama. Ini perlu ditekankan agar budaya toleransi tidak menjadi sesuatu yang asing untuk bangsa Indonesia.
Satu hal yang tidak boleh terlupakan dari bangsa Indonesia adalah “Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa” yang menjadi semboyan Republik Indonesia. Sejak zaman kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha dahulu, sudah ada kesadaran bahwa Indonesia akan terlahir sebagai negara yang berbeda-beda, namun mengapa tidak untuk bersatu di dalam perbedaan tersebut ? Demikian pula kesadaran yang sudah dibangun oleh kaum nasionalis dalam Sidang BPUPKI agar Indonesia tidaklah berdiri sebagai negara dengan satu agama, melainkan membiarkan perbedaan itu ada dan melebur dalam kesatuannya. Apakah dialog lintas agama yang bisa menjadi salah satu saluran untuk menyuarakan perbedaan tersebut mengejawantah?
Rasa optimis harus berada di dalam masyarakat yang ikut berpartisipasi tersebut. Indonesia dibangun bukan oleh umat Islam, Kristen, Buddha, atau Hindu saja. Maka, akan sangat memungkinkan apabila toleransi dan tenggang rasa dalam berbangsa dan bernegara sebagai prioritas utama. Penetasan telur Pancasila dalam sila-silanya pun bisa termanifestasikan dalam kehidupan rakyat Indonesia. Pancasila pun tidak sekadar menjadi landasan ideologi bangsa ini saja, tetapi juga cerminan untuk bermasyarakat.
Demikian pula dengan mewujudkan sila-sila Pancasila dalam beragama di kehidupan bermasyarakat bukanlah hal yang tidak mungkin. Sari-sari Pancasila adalah seluruh inti yang diterima dan diajarkan oleh seluruh agama di Indonesia. Tidak memihak pada satu agama pun, tidak juga memilih Pancasila akan memandang ke arah agama apa. Pancasila menjadi sebuah landasan yang netral yang bisa diterjemahkan oleh seluruh agama. Ini menjadikan Pancasila sebagai sebuah falsafah yang sudah dibangun sejak Indonesia dilahirkan yang telah hidup dan akan tetap hidup apabila perbedaan tidak menjadi halangan, melainkan alat untuk saling melengkapi satu dengan yang lain.
0 comments:
Post a Comment