Harianblora.com Mengucapkan Selamat Menjalankan Puasa Ramadan&Mengajak Warga Jaga Kesehatan&Memutus Penyebaran Corona

Latest News

Kabar bahagia! bagi Anda, mahasiswa, guru, dosen dan siapapun yang ingin menerbitkan buku mudah dan murah, silakan kirim naskah ke formacipress@gmail.com dan kunjungi www.formacipress.com

Thursday, 17 December 2015

Cerpen: Pacaran Tiada Berguna

Ilustrasi. Foto: www.merdeka.com
Oleh Adik Weni Puspitasari
Penulis adalah Pelajar SMK Negeri 1 Blora

Pagi itu sangat cerah sehingga Desi sangat bersemangat untuk mengayuh sepedanya untuk pergi ke sekolah, yaitu SMA  25 Semarang.  Setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya, Desi lalu mengayuh sepedanya menuju ke sekolah, dengan hati senang yang penuh dengan semangat. Tidak lama kemudian sekitar 30 menit,  Desi sudah sampai di sekolahnya karna jarak rumah ke sekolah Desi tidak begitu jauh, kurang lebih 3 km.

“Selamat pagi pak.” Sapanya pada penjaga sekolah sembari menuntun sepedanya memasuki gerbang sekolah.

“Oh iya…..pagi dek, kok tumben berangkat pagi ?”Tanya sang penjaga sekolah.
“Ini kan hari yang penuh semangat pak.” Jawabnya dengan menebar senyum manisnya.
“Oh iya bagus kalau gitu.”

Setelah mempakirkan sepedanya, Desi lalu menuju ke kelasnya yaitu kelas XII IPA2. Tapi tak disangka olehnya, tiba-tiba teman-teman Desi sudah pada ramai di kelas tak seperti biasanya.
“Assalamu’allaikm……” Ucap Desi ketika memasuki ruang kelasnya.
“Wa’allaikmsalam….” Jawab teman-teman Desi dengan serempak.
“Ada apaan sih ? kok tumben ramai banget ?” Tanya Desi pada teman-temannya.
“Ini lho Des…….” Jawab Sinta yang tiba-tiba terpotong oleh omongan Yanti.
“Nggak kok Des, nggak ada apa-apa.” Potong Yanti.
“Ada apa sih ? kayaknya ada yang kalian sembunyikan dari aku ya ?”
Semua hanya diam dan menggelengkan kepala, seakan-akan menjawab pertanyaan Desi dengan kata tidak.
“Ya sudah kalau kalian nggak mau bicara.” Kata Desi dengan menggerutu.
Tiba-tiba semua teman Desi pada keluar dari kelas, entah apa yang terjadi. Desi dibuat bertanya-tanya dalam hati oleh tingkah mereka yang aneh di hari ini. Tapi Desi tak menghiraukan hal tersebut, dia hanya duduk di bangkunya sambil membaca buku.
“Sebenarnya apa sih yang mereka lakukan ini ? apa tujuan mereka ? dasar…. Semuanya aneh.” Kata  Desi dalam hati.
Tiba-tiba salah satu teman Desi yaitu Efendi memasuki ruang kelas dengan gelagat yang agak berbeda dari biasanya, tapi Desi tidak menghiraukannya, ia tetap sibuk membaca buku yang ada ditangannya
“Aku cinta kamu, maukah kamu jadi kekasih hatiku ?”
Tak disangka terdengar suara aneh dari sisi belakang Desi, spontan Desi pun menoleh ke belakang. Dan ternyata itu adalah suara dari mulut Efendi.
“Kamu ini apa-apaan sih Fen ? bikin aku kaget tau nggak sih ?” Desi agak sedikit marah karna  merasa terusik ketenangannya.
“Gimana Des ? mau nggak ?” Tanya Efendi pada Desi.
“Mau apa ?”
“Ya tadi… mau nggak jadi pacar aku ?”
“Pacar apaan ? kamu nggak usah ngledek ya, mentang-mentang aku nggak pernah pacaran trus kamu seenaknya ngledekin aku gitu ?”
“Hahaha…. yang ngledekin kamu siapa sih Des ? aku beneran nembak kamu ini.”
Mendengar hal tersebut, Desi tak sanggup lagi bicara. Karna baru sekali ini ada seorang lelaki yang berani nyatain cinta di depannya.
“Gimana Des ?” Desak Efendi agar Desi segera memberinya jawaban.
“Kamu beneran Fen ? nggak ada niatan buat mempermainkan aku kan ?”
“Iyaaaa… aku beneran Desi….. gimana ? mau kan ?”
“Emmmm….. iya deh aku mau.”
“Makasih Des, Makasih bangeeeet….” Ucap Efendi dengan nada yang girang.
Lalu teman-teman mereka pun masuk ke dalam kelas dengan sorak sorai. Yang menandakan mereka gembira akan keberhasilan Efendi mendapatkan hati Desi.
Hari ini tepat dua bulan hubungan Efendi dan Desi berjalan. Tak di duga hari ini pula Desi mendapat panggilan dari guru BK di sekolahnya.
“Permisi bu… Bu Dwi ada ?” Tanya Desi pada salah seorang guru di ruang guru.
“Iya dek ada, disana.” Jawab guru tersebut sambil menunjuk arah dimana Bu Dwi berada.
“Permisi bu…. ada apa ya kok tadi ibu mengundang saya untuk datang kemari ?”Tanya Desi pada Bu Dwi.
“Duduk dulu sini dek.”
“Iya bu… terimakasih.”
“Dek… ibu perhatikan kok nilai try out kamu kemaren melorot jauh ya ?”
“Iya bu…” Jawab Desi dengan nada agak merendah.
“Kamu kenapa ? kok tiba-tiba nilai kamu melorot seperti ini ?”
“Saya juga kurang tau bu.”
Kedua nya terdiam, kemudian muncul pemikiran Desi yang menyalahkan dirinya sendiri yang telah menerima cinta Efendi. Karna selama try out berlangsung Efendi selalu meminta bantuan Desi untuk mengerjakan soal-soal try out nya, hal tersebutlah yang membuat Desi menjadi tidak konsentrasi dalam mengerjakan soal-soal try out miliknya sendiri.
“Apa kamu punya pacar ?” Tanya Bu Dwi pada Desi yang mengkagetkan Desi.
“Eemmmmm…. iya ada bu.”
“Siapa ?”
“Emm….. nggak kok bu.” Desi berusaha menyembunyikan semua ini dari bu Dwi.
“Dia sekolah di sini juga ?” Desak Bu Dwi.
“Iyaa bu.”
“Ibu yakin, kamu pasti nggak sembarang pilih cowok, kamu pasti pilih cowok yang sebanding dengan kepandaianmu ini, ibu yakin itu dek.”
“Emmm…..iya bu.” Desi menganggukkan kepalanya.
“Try out besok kamu nggak boleh kaya gini lagi ya, biasanya kamu itu juara kelas loo dek.” Dukungan Bu Dwi pada Desi agar lebih fokus dan semangat pada try out yang akan datang.
“Iya bu.”
“Ya sudah, kamu boleh kembali ke kelas kamu.”
“Iya bu, terimakasih.” Ucap Desi sambil mencium tangan Bu Dwi yang dianggapnya sebagai ibu sendiri sejak dia masuk di SMA 25 Semarang ini.
Saat keluar dari ruang guru, tiba-tiba air mata menetes di pipi Desi. Dia menyesali semua yang telah terjadi, nilainya sangat merosot jauh, dia malu sama kedua orang tuanya karna nilainya yang sangat memalukan ini.
“Aku bodoh…. aku sungguh bodoh, kenapa dengan mudah aku dimanfaatkan olehmu Efendi.” Tangis Desi dalam hati.
Sesampainya di dalam kelas, bel pulang pun berbunyi. Desi langsung mengambil tasnya dan menuju ke parkiran tanpa menghiraukan semua orang yang telah di lewatinya, tak menghiraukan semua orang yang telah bertanya padanya. Hati nya sedih tatapannya kosong, dalam pikirannya hanya ada nilai, nilai dan nilai. Hanya itu yang dia pikirkan.
Sampai di rumah dia pun langsung menuju ke kamar hingga lupa tak mencium tangan kedua orang tuanya terlebih dahulu.  Desi mengambil handphone yang ada di meja kamarnya, dia hendak menghubungi Efendi dan ingin mengatakan bahwa hubungannya ini perlu ditunda terlebih dahulu.
Duuuuuuutt……. Duuuuuut……duuuut……. Telfon Desi tersambungkan.
“Halooo…..” Suara Efendi berubah menjadi perempuan.
“Iya halo….. assalamu’allaikm…”
“Wa’allaikmsalam……”
“Mbak….  bisa bicara dengan Efendi ?” Tanya Desi pada suara wanita tersebut yang dikiranya adalah kakak perempuan Efendi.
“Ini siapa ya ?” Tanya sang wanita tersebut.
“Saya pacarnya Efendi kak.”
“Apa ? pacar ?” Bentak wanita itu pada Desi.
“Iya…..kakak ini saudara dari Efendi kan ?”
“Tidak…..  justru saya ini pacar dari Efendi.” Jawab wanita tersebut.
“Oh…. pacar…. iya kak maaf saya temennya Efendi bukan pacarnya Efendi, maaf kak.” Sahut Desi dengan nada yang agak merendah.
“Tadi mbak bilang mbak ini pacarnya Efendi gimana sih ?”
“Nggak kok kak, maaf saya salah bicara tadi.” Jawab Desi dengan meneteskan air mata.
“Eh kamu nggak usah ngaku-ngaku deh ya, kamu itu siapa ? ngaku-ngaku jadi pacar aku, jangan asal bicara dong.” Suara Efendi muncul dengan tiba-tiba.
Karna tak tahan dengan semua ini Desi lalu menutup telfonnya tanpa salam.
Tangis Desi semakin memecah, hatinya jadi tak karuan, Desi bingung harus gimana lagi. Kini dia tau bahwa dirinya hanya dimanfaatkan oleh Efendi saja, dia berniat besok akan memutuskan hubungannya dengan Efendi secara langsung di hadapan Efendi.
Keesokan harinya Desi menuju ke sekolah dengan hati yang sangat tertekan, dia mengendarai sepedanya tanpa arah yang pasti, pandangannya kosong.
Braaaaaaaakkkk…….. suara itu terdengar sangat keras.
Sebuah motor menabrak sepeda yang dikendarai oleh Desi.
“Ibu….ibu….ibu sakit…..” Suara Desi yang merintih kesakitan.
Setelah itu Desi pun tak sadarkan diri. Kemudian dibawanya ke rumah sakit terdekat oleh warga sekitar kejadian kecelakaan tersebut.
Tak lama kemudian Desi sadarkan diri.
“Saya dimana ?” Tanya Desi pada petugas yang sedang memasangkan infuse di tangan kiri Desi.
“Kamu ada di rumah sakit dek.” Jawab petugas tersebut.
“Nggak mau…. Saya mau pulang, saya mau ikut ujian, saya nggak mau di sini pak.” Desi merengek.
“Iya… kalau kamu mau ikut ujian kamu harus di sini dulu untuk dirawat.” Bujuk petugas.
“Gimana keadaan anak saya ?” Tiba-tiba ibu Desi muncul dari pintu.
“Nggak apa-apa bu, cuma luka ringan saja.” Jawab petugas.
Setelah di infuse, petugas itu pun langsung meninggalkan ruangan. Dan tidak lama kemudian salah seorang guru Desi menjenguk Desi.
“Gimana bu ? keadaan Desi ? baik-baik saja bukan ?” Tanya Bu Dwi pada ibu Desi.
“Baik-baik saja kok bu, Cuma luka ringan.” Jawab ibu Desi.
Setelah berbincang-bincang agak lama, Bu Dwi pun pamit pada ibu Desi untuk pulang.
“Segera sembuh ya dek, supaya bisa ikut ujian besok senin.” Kata Bu Dwi sambil membelai rambut Desi.
Desi hanya menganggukkan kepalanya dengan meneteskan air mata.
Bu Dwi pun meninggalkan ruangan dimana tempat Desi dirawat.
“Bu ini hari apa ?” Tanya Desi pada ibunya.
“Hari kamis dek, kenapa ?”
“Ayo kita pulang bu, nanti jam 3 aku ada les pelajaran IPA bu, ayo kita pulang.” Ajak Desi.
“Tidak…. Kamu belum boleh pulang, besok kamu baru diperbolehkan pulang.”
“Tapi besok senin saya sudah ujian bu, saya harus mengikuti les ini.”
“Tidak dek…. keadaan kamu belum pulih kembali.”
Desi hanya terdiam.
Keesokan harinya dia sudah diperbolehkan pulang. Kini Desi tak mengendarai sepedanya lagi melainkan di antar jemput oleh Ayahnya, dikarenakan tangan Desi yang belum sembuh, tulang pergelangan tangan kanan Desi retak akibat kecelakaan kemarin.
Hubungan Desi dengan Efendi pun jadi tak karuan, tanpa ada kata putus atau apapun. Desi sudah tak menghiraukan lagi soal hubungan ini, cukup sudah akibat dari hubungan yang sangat memalukan ini.
Ujian pun berlangsung sudah, Desi hanya bisa berdoa dan pasrah setelah berusaha mengerjakan soal ujian dengan semaksimal mungkin dengan keadaan tangan kanannya yang seperti ini.
Hari ini adalah hari pengumuman kelulusan Desi, Desi hanya berharap supaya dirinya lulus dengan nilai baik, walaupun tidak menjadi juara kelas lagi.
“Peringkat satu diraih oleh Desi Kumalasari.” Suara wali kelas Desi memberikan pengumuman kelulusan kepada orang tua murid-murid.
Desi tak menyangka, ia sangat terkagetkan saat mendengar berita tersebut. Air mata menetes di pipinya, akhirnya dia bisa membuat hati orang tuanya senang dan bangga padanya.
Akhirnya Desi lulus atau keluar dari SMA 25 Semarang dengan tampil sebagai juara di kelasnya.
Selesai

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Post a Comment

Item Reviewed: Cerpen: Pacaran Tiada Berguna Rating: 5 Reviewed By: Harian Blora