Purwokerto, Harianblora.com – Revolusi Mental Jokowi harus diganti Revolusi Nalar dan Revolusi Kedaulatan dan Konstitusi. Hal itu diungkapkan M Yudhie Haryono, Direktur Eksekutif Nusantara Centre, baru-baru ini. Kepada Harianblora.com, mantan Penasihat Mendagri ini menilai bahwa saat ini Jokowi butuh sesuatu yang menyadarkan.
Selama ini banyak orang bilang Revolusi Mental Jokowi adalah Revolusi yang Mental. Sindiran ini tentu bukan asal-asalan, melainkan karena ekpresi atas kegagalan gagasan Jokowi tersebut.
“Jokowi harus melakukan battle of mentality (revolusi mental) menuju battle of mind (revolusi nalar) berujung battle of sovereignity (revolusi kedaulatan dan konstitusi). Nanti, lahirlah daulat mental (diri), daulat pikiran (rakyat banyak), daulat konstitusi (negara). Ini tiga posisi pasukan buat perang melawan daulat modal, daulat pasar dan daulat kolonial,” jelas dia.
Sadarlah kawan, kata dia, bahwa kita sedang mengalamai secara terus-menerus impoverishment (pemiskinan) menuju inferiorization (stabil-miskin) via imperialisme modern (neoliberal) yang dominatif, manipulatif dan konspiratif.
“Tanpa kesadaran itu, tuan dan kita semua sadang menjadi sekrup kecil mapannya penjajahan baru yang dulu sempat ditikam mati tepat di jantungnya oleh Bung Karno dan kawan-kawan,” jelas dia.
Kini, lanjutnya, kita harus kembali bergerak, berperang, angkat pena dan senjata. “Demi panggilan sejarah Nusantara karena kita punya segalanya,” tegasnya.
Memang benar, Revolusi Mental Jokowi selama ini hanya alat kampanye yang tidak jelas konsep dan realisasinya. Bahkan, Revolusi Mental hanya dilakukan secara teknis saja, belum radikal dan mendasar.
Padahal Revolusi Mental digadang-gadang untuk memajukan Indonesia. Namun hasilnya hanya omong-kosong karena itu hanya alat kampanye Jokowi supaya dipilih rakyat ketika Pilpres 2014 lalu. (Red-HB35/Foto: Kompas).
Selama ini banyak orang bilang Revolusi Mental Jokowi adalah Revolusi yang Mental. Sindiran ini tentu bukan asal-asalan, melainkan karena ekpresi atas kegagalan gagasan Jokowi tersebut.
“Jokowi harus melakukan battle of mentality (revolusi mental) menuju battle of mind (revolusi nalar) berujung battle of sovereignity (revolusi kedaulatan dan konstitusi). Nanti, lahirlah daulat mental (diri), daulat pikiran (rakyat banyak), daulat konstitusi (negara). Ini tiga posisi pasukan buat perang melawan daulat modal, daulat pasar dan daulat kolonial,” jelas dia.
Sadarlah kawan, kata dia, bahwa kita sedang mengalamai secara terus-menerus impoverishment (pemiskinan) menuju inferiorization (stabil-miskin) via imperialisme modern (neoliberal) yang dominatif, manipulatif dan konspiratif.
“Tanpa kesadaran itu, tuan dan kita semua sadang menjadi sekrup kecil mapannya penjajahan baru yang dulu sempat ditikam mati tepat di jantungnya oleh Bung Karno dan kawan-kawan,” jelas dia.
Kini, lanjutnya, kita harus kembali bergerak, berperang, angkat pena dan senjata. “Demi panggilan sejarah Nusantara karena kita punya segalanya,” tegasnya.
Memang benar, Revolusi Mental Jokowi selama ini hanya alat kampanye yang tidak jelas konsep dan realisasinya. Bahkan, Revolusi Mental hanya dilakukan secara teknis saja, belum radikal dan mendasar.
Padahal Revolusi Mental digadang-gadang untuk memajukan Indonesia. Namun hasilnya hanya omong-kosong karena itu hanya alat kampanye Jokowi supaya dipilih rakyat ketika Pilpres 2014 lalu. (Red-HB35/Foto: Kompas).
0 comments:
Post a Comment