Blora, Harianblora.com – Rencana pelaksanaan Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Blora yang akan dihela tahun 2015 ini dinilai
miskin sosok perempuan. Ya, Pilkada Blora 2015 miskin figur perempuan.
Seperti diketahui, sampai detik ini belum juga ada kandidat maupun bakal calon
bupati yang berasal dari kaum hawa.
Sampai detik ini, banyak muncul baliho-baliho politik di Bumi Samin ini yang didominasi dari kaum adam. Seperti yang sudah beredar, kandidat atau bakal calon bupati Blora meliputi Djoko Nugroho (petahana), Abu Nafi (petahana), Maulana Kusnanto, Ir Zaenal Arifin, Gunawan S Pardji, Rubiyanto, Mulgiyono dan sebagainya. Kesemuanya itu adalah kaum laki-laki yang sudah unjuk gigi, baik sudah ramai di media sosial maupun yang sudah memasang baliho atau spanduk berisi kampanye.
Kunartiningsih Ketua Bidang Sosial Politik Gerakan Pemuda
Nusantara (GPN) Cabang Blora mengatakan hal itu sebagai kemunduran politik.
“Perempuan dan laki-laki mempunyai hak sama dalam berpolitik. Asbsennya figur
perempuan dalam Pilkada Blora menjadi wujud miskinnya kiprah perempuan dalam
demokrasi,” ujar dia kepada wartawan Harianblora.com, Selasa (14/4/2015).
Seperti kita ketahui, pada Pilkada Blora tahun 2010, diikuti
oleh 3 pasangan. Pasangan nomor 1 adalah Yudhi Sacoyo-Hestu Bagiyo Sunjoyo,
pasangan nomor urut 2 adalah Warsit-Lusiana Marianingsih dan pasangan nomor urut
3 adalah Djoko Nugroho-Abu Nafi yang menjadi pemenang Pilkada Blora 2010 dan kini
jabatannya akan selesai. (Baca juga: Inilah Kandidat Bupati Blora Bermunculan).
“Ibu Lusiana Marianingsih meskipun dulu hanya calon wakil
bupati Blora, namun hal itu sudah menjadi wujud keterlibatan perempuan dalam
politik,” jelas aktivis tersebut.
Saya kira, kata dia, Pilkada Blora nanti harus belajar dari
masa lalu. “Ya kandidat bupatinya, ya KPU dan Panwasnya,” tukas dia. (Baca
juga: Menanti Bupati Blora dari Kaum Perempuan).
Miskinnya figur perempuan, dinilai Kunartiningsih sebagai
salah satu kegagalan partai politik dalam mengader anggotanya. “Masalah
pemimpin itu bukan urusan gender, tapi mau dan mampu atau tidaknya. Buktinya,
banyak pemimpin laki-laki yang gagal dalam menjalankan roda kepemimpinannya,”
tegas perempuan tersebut.
Dalih agama, kata dia, juga sering menjadikan perempuan
minder dan ciut nyali untuk menjadi pemimpin. “Politik perempuan selama ini
memang dibelenggu dengan dalih agama, kodrat, emansipasi dan sebagainya.
Padahal, perempuan adalah tiang agama bahkan ibu dari semua manusia,” terang
dia.
Saya berharap, lanjutnya, semua partai politik memberi
kesempatan bagi perempuan untuk maju dan unjuk gigi dalam Pilkada Blora nanti.
“Peran organisasi seperti NU, Muhammadiyah, dan ormas serta LSM lain juga perlu
mendorong perempuan maju dalam Pilkada Blora. Pokoknya, saatnya perempuan memimpin
Blora,” harapnya. (Red-HB45/Foto: Harianblora.com).
0 comments:
Post a Comment