Harianblora.com Mengucapkan Selamat Menjalankan Puasa Ramadan&Mengajak Warga Jaga Kesehatan&Memutus Penyebaran Corona

Latest News

Kabar bahagia! bagi Anda, mahasiswa, guru, dosen dan siapapun yang ingin menerbitkan buku mudah dan murah, silakan kirim naskah ke formacipress@gmail.com dan kunjungi www.formacipress.com

Friday, 10 April 2015

Jejak-jejak Masa Klasik di Kabupaten Blora pada Abad ke 10-11 Masehi


Oleh : Imam Hanafi
Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Diponegoro

Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan, banyak penemuan di kawasan Kab. Blora mengandung unsur Hindu Siwa yang berasal dari abad 10.Keramik Cina tertua yang ditemukan adalah keramik Dinasti Tang yang diperkirakanberasal dari abad ke-10 Masehi. Berarti pada abad ke-10 Masehi ini, di kawasan Blora sudah ada peradaban dan pemukiman. Dan pada periode ini pula,dapat diidentifikasi bahwa kawasan Blora sudah mulai mengadakan hubungan dengan bangsa lain melalui jalur perdagangan.

Ada banyak titik di Kabupaten Blora yang ditemukan keramik Cina abad 10. Diantaranya  di Desa Getas, Desa Kutukan, Desa Blungun dan Desa Majawetan. Ditemukan juga arca di Desa Getas Kec. Cepu, Desa Kutukan Kec. Randublatung dan di Desa Kamolan Kab. Blora yang diperkirakan berasal dari abad ke 10 Masehi. Ini menandakan kepercayaan Hindu masuk ke Blora pada abad ke 10.
Pada masa itu sedang terjadi perpindahan kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Jika diasumsikan perpindahan itu melewati Blora maka kepercayaan Hindu di Blora berasal dari Mataram Kuna yang sedang berpindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur akibat meletusnya Gunung Merapi.
Hal ini berkaitan dengan ditemukannya Candi di Desa Getas, Kec. Cepu.Ditempat ini ditemukan arca Durga Mahisasuramardini. Dalam mitologi Hindu arca ini ditempatkan pada sebuah candi, ia akan diletakkan pada relung luar tubuh candi sisi utara (Wahono, dkk., 2004:91-92). Di sekitar arca dan pemukiman penduduk setempat ditemukan pecahan keramik Cina. Keramik Cina tertua yang ditemukan adalah keramik Cina dari Dinasti Tang (10 M.). Oleh karena itu, dapat dimungkinkan adanya pemukimankuna pada abad ke-10 di area ini. Juga dimungkinkan rakyatnya menganut agama Hindu, karena disana ditemukan candi dan arca bercorak Hindu. Jika prediksi berdasarkan bukti tersebut benar maka daerah Blora merupakan daerah yang dilalui dalam perpindahan kerajaan Mataram Kuno.

Kemungkinan sebagian rakyat yang ikut pindah ke Jawa Timur lebih memilih menetap di Blora dari pada meneruskan perjalannya ke Jawa Timur. Tempat yang diidentifikasi sebagai tempat pertama orang Mataram metetap di Blora pada masa perpindahan itu adalah di Desa Getas. Di sini ditemukannya banyak keramik asing dari abad ke 10 di banding dengan daerah lain di Kabupaten Blora. Oleh karena itu, ini dapat diidentifikasi sebagai tempat pertama orang Mataram menetap di Blora.

Dari desa Getas, penduduk dari Mataram yang menetap di Blora itu terus menyebar ke daerah lain di wilayah Kabupaten Blora. Secara umum jika dilihat dari tempat penemuan benda-benda  yang berkaitan dengan kerajaan Mataram dan abad ke-10, maka perpindahan itu menuju ke utara.
Dari Getas, kemudian pindah ke Desa Kutukan Kec. Randublatung. Desa ini terletak disebelah barat daya dari desa Getas. Bukti disini termasuk daerah yang mendapat pengaruh dari kerajaan Mataram Kuna adalah ditemukannya arca Dewa Siwa dan Fragmen arca Ganesa. Oleh sebab itu, kemungkinan dulu di sini ada pemukiman kuna yang penduduknya beragama Hindu.

Dari Desa kutukan Kec. Randublatung, dimungkinkan terjadi perpindahan lagi menuju Ds. Blungun Kec. Jepon. Di desa ini ditemukan lubang bekas penggalian yang oleh penduduk setempat digunakan untuk mencari bekal kubur. Di lubang itu ditemukan banyak tulang, gigi dan keramik dari abad ke-10 yang berserakan. Berarti hal ini bertepatan pada perpindahan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Oleh karena itu, dapat diprediksi bahwa di sini juga terdapat pemukiman kuna yang juga mendapat pengaruh dari kerajaan Mataram yang sedang pindah. Dan menurut perkiraan penulis, penduduknya itu berasal dari perpindahan orang Mataram yang dari Getas yangkemudian berpindah ke daerah Blora lain dan kemudian menetap di Desa Blungun.

Dari Blungun dimungkinkan ada yang berpindah lagimenuju ke arah barat daya tepatnya di desa Majawetan Kec. Banjarejo.Area ini berada di tengah sawah penduduk di area ini banyak ditemukan gelang bahu, guci, uang kuno, keramik, mangkuk bahkan emas. Penduduk sekitar percaya diarea ini dulu ada kerajaan. Beradasarkan hasil penemuan, keramik terrtua yang ditemukan adalah keramik dari abad ke-10. Sebelah barat area itu terdapat sumur kuna yang jumlahnya jumlahnya tujuh. Kemungkinan sumur ini juga termasuk hasil budaya Hindu, mengingat ditemukannya keramik dari abad ke 10, dan gelang bahu yang merupakan budaya yang ada pada era kerajaan Mataram Hindu abad-10.

Perpindahan berlanjut menuju ke Kamolan. Desa ini berada di sebelah utara desa Majawetan. Di kamolan ditemukan arca bercorak hindu  dari abad 10. Ini dapat menjadi bukti bahwa arca ini dibuat pada era perpindahan Mataram.

Di kawasan Blora juga ditemukan Lingga-yoni.  Di Kab. Blora sudah ditemukan 3 lokasiLingga-yoni. Diantaranyai di Desa Keser, Kec. Tunjungan; Desa Kutukan, Kec. Randublatung; serta di Desa Bandungrojo Kec. Ngawen. Jika dihubungkan antara tempat satu dengan tempat penemuan yang lain, lokasi penemuan lingga-yoni tersebut berada di tiga penjuru mata angin di kawasan Blora.

Di kawasan selatan berada di Desa Kutukan Kecamatan Randublatung, sebelah utara berada di Desa Keser Kecamatan Tunjungan dan sebelah Barat di Desa Bandungrjo Kecamatan Ngawen. Jika diteliti lebih lanjut maka ketiga linga-yoni ini termasuk lingga semu, karena tidak lengkap. Menurut Soekmono dalam (Wahono, dkk., 2004:102) Lingga semu ini biasanya digunakan sebagai tanda suatu kawasan yang telah disucikan atau biasa disebut dengan sima.Menurutnya pula pada dasarnya sima dapat diartikan sebagai “batas” dan dalam pengertia yang lebih luas menjadi ‘bidang tanah yang dicagar’. Dengan ditetapkannya sebidang tanah menjadi sima maka tanah itu dibebaskan dari pajak ataupun penggunaannya semula (Wahyudi W. Rahardjo, 2012:171). Oleh karena itu mungkin wilayah Blora dulu juga merupakan daerah sima. Dengan perbatasan di sebelah selatan di desa Kutukan, sebelah Barat di Desa Bandungrojo dan sebelah utara di Desa Keser.

Selain ditemukan benda peninggalan dari abad 10 Masehi, juga ditemukan benda peninggalan abad 11-13 Masehi. Salah satunya yaitu ditemukannya keramik dinasti Song di Desa Ngloram, Kec. Cepu yang berasal dari abad 11-12 Masehi. Pada abad ke-11 yang memerintah di Kerajaan Mataram Kuna adalah Dharmawangsa Teguh. Dharmmawangsa Teguh memerintah antara Tahun 913-929 Caka atau 991-1007 Masehi (Purwadi, 2010:16).

Dharmmawangsa Teguh begitu berambisi untuk meluaskan kekuasaannya sampai ke luar pulau Jawa. Tetapi ia mengalami keruntuhan di tangan seorang raja bawahannya sendiri. Prasasti Pucangan, baik yang berbahasa Sansekerta maupun yang berbahasa Jawa Kuna, memeberitahukan tentang keruntuhannnya itu. Menurut (Poesponegoro dkk., 1990:173-174) prasasti itu berbunyi :
“Bagian yang berbahasa Sansekerta mengatakan bahwa tidak lama setelah perkawinan Airlangga dengan putri Teguh, ibukota kerajaan yang sekian lama melebihi istana Indra, hancur menjadi abu. Maka karena ulah dewi Kali itu ia (Airlangga) masuk hutan tanpa diiringi hamba-hambanya, kecuali Narottama.

Yang berbahasa Jawa Kuna mengatakan di bagian Sambhadha yaitu sebab-sebab mengapa raja Dharmawangsa Ailangga menetapkan desa-desa Barahem, Pucangan dan Bapuri menjadi sima untuk tempat mendirikan pertapaan bagi para resi, bahwa hal itu telah dinazarkan oleh Sri baginda pada waktu pulau Jawa mengalami Pralaya pada tahun 939 (1017M), yaitu pada waktu Haji Wurawari maju menyerang dari Lwaram.”

Dari prasasti itu diduga serangan yang dilakukan oleh Haji Wuarawari terjadipada saat sedang berlangsungnya pesta pernikahan antara Airlangga dengan putri dari Dharmmawangsa Teguh. Diperkirakan bahwa Haji Wurawari menyerang karena sakit hati tidak bisa menjadi suami dari putri mahkota Dharmmawangs teguh. Tetapi  Airlangga lahyang dipilih sebagai menantunya.Kalu dugaan ini benar, dapatlah  difahami mengapa ibukota Teguh dapat hancur tanpa sisa, karena mendapat serangan yang tidak terduga.

Airlangga selamat dalam serangan itu. Kemudian ia tinggal di hutan bersama para pertapa. Pada tahun 941 Saka (1019M.) ia direstui oleh para pendeta untuk menjadi raja. Masa pemerintahannya dipenuhi dengan peperangan menaklukkan kembali semua raja bawahannya itu (Poesponegoro, dkk., 1990:178).

Pada tahun 943 Saka (1021 M atau abad ke-11.) raja Airlangga memberi anugrah sima kepada penduduk desa Cane karena telah menjadi Benteng di sebelah barat kerajaan. Oleh karena itu, dapat diperkirakan bahwa musuh berada di sebelah Barat. Jika hal ini dikaitkan dengan Lwaram, maka tempat ini ada di sebelah barat. Dan secara geografis Ngloram di Kec. Cepu berada di sebelah barat kerajaan Mataram.

Di Ngloram ditemukan keramik dari dinasti Song abad ke 11. Pada abad ke-11 ialah pemerintahan kerajaan Dharmawangsa Teguh. Dan kehancurannya pula pada abad ke 11. Berarti pada abad ke 11 di Ngloram sudah ada pemukiman. Oleh karena itu dimungkinkan itu adalah Lwaram tempat raja Haji Wurawari.

Dalam prasasti Pucangan, Airlangga terus melakukan penyerangan dan penaklukan. Pada tahun 954 Saka (1032 M.) tiba giliran Haji Wurawari mendapat serangan dari Airlangga. Raja dengan diiringkan oleh Rakyan Kanuhuran Pu Narottama dan Rakryan Kuningan Pu Niti mennyerbu dari Magehan (Magetan?) (Poesponegoro, dkk., 1990:178-179). Jika hal ini benar dan Lwaram di asumsikan sebagai Ngloram, maka penyerangan Airlangga ini dari selatan kerajaan Wurawari.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Post a Comment

Item Reviewed: Jejak-jejak Masa Klasik di Kabupaten Blora pada Abad ke 10-11 Masehi Rating: 5 Reviewed By: Harian Blora