Oleh : Bahtiar Rizal Ainunnidhom
Penulis Merupakan Ketua Umum Keluarga Mahasiswa Blora (KAMABA) Yogyakarta
"Perempuan Indonesia, kewajibanmu telah terang! Sekarang ikutlah serta mutlak dalam usaha menyelamatkan Republik, dan jika Republik telah selamat, ikutlah serta mutlak dalam usaha menyusun Negara Nasional”. (Bung Karno).
Setiap tahunnya pada 21 April kita memperingati “hari Kartini”. Pramoedya Ananta Toer, dalam bukunya ‘Panggil saja Aku Kartini!”, Kartini telah menuliskan pemikirannya mengenai nasionalisme, yang disebutnya dengan kata “kesetiakawanan”. Usaha yang dilakukan Kartini pada masanya menunjukkan bahwa secara fitrah, Perempuan memiliki kemampuan yang sama bahkan terkadang lebih daripada pria.
Tampaknya di era kekinian telah terjadi pergeseran tuntutan organisasi modern, istilah “konco wingking” yang menyatakan perempuan tidak sama dengan kaum pria sekarang tidak berlaku lagi. Pucuk kepemimpinan perempuan dalam pemerintahan daerah belum pernah dirasakan di kabupaten Blora Jawa Tengah. Dalam hitungan beberapa bulan ke depan Blora akan menggelar hajatan besar, yakni Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada Desember 2015 nanti. Angin segar bagi masyarakat Blora, mereka menaruh harapan besar kepada pemimpin yang akan membawa masa depan Blora 5 tahun ke depan. Dari situ muncul beberapa nama yang akan bertarung dalam kontestasi Pilkada tersebut. Deretan nama tersebut belum ada satu pun kaum hawa yang akan ikut bertarung. Perlu kita ketahui, sepanjang sejarah Blora belum pernah dipimpin oleh sosok perempuan.
Dalam dunia modern dengan fokus kepada kompetensi dan performance, gender sudah bukan merupakan faktor pembeda dominan, meski secara physical, pria dan wanita memang berbeda secara natur dan biologis. Melihat kondisi yang berkembang di Blora, tipe pemimpin feminin, kepekaan, pendekatan yang identik oleh sosok perempuan sangat memungkinkan untuk memimpin Blora. Tidak sebatas didominasi pemberian perintah dan pengendalian saja seperti selama ini.
Hasil riset menunjukkan bahwa di dalam konteks yang sama, teknik sukses memimpin yang digunakan pria tidak memberikan dampak yang sama ketika dipraktikkan oleh wanita. Potensi ragawi, akal, dan hati yang dimiliki oleh perempuan seakan menjadi paket lengkap yang jika dikembangkan akan melahirkan perempuan-perempuan hebat pencipta sejarah. Hal ini pun telah dibuktikan oleh Ir. Tri Rismani, M.T Walikota Surabaya, sepanjang sejarah Ia perempuan pertama kali terpilih sebagai Walikota Surabaya.
Di masa kepemimpinannya, kota Surabaya meraih empat kali piala adipura berturut-turut 2011 hingga 2014 untuk kategori kota metropolitan. Di bidang lingkungan risma juga pernah membawa Surabaya sebagai kota terbaik pada 2012 versi citynet. 2013 surabaya memperoleh penghargaan tiangkat asia pasifik yaitu Future Government Award. Taman Bungkul yang pernah dipugarnya pun meraih penghargaan The 2013 Asian Townscape Award dari Perserikatan Bangsa-bangsa sebagai taman terbaik se-Asia pada tahun 2013. Bahkan pada Pebruari 2015 Risma dinobatkan sebagai walikota terbaik ke-3 di dunia atas keberhasilan memimpin kota Surabaya. Penghargaan itu hanya sekelumit dari berbagai penghargaan yang diterima Risma.
Tak kalah hebat lagi Sri Surya Widati Bupati Bantul, Ia mampu menghidupkan usaha-usaha kecil di daerahnya. dan Badingah Bupati Gunung kidul, memperhatikan kelestarian lingkungan dan mengembangkan sumber daya alam. Kedua Bupati tersebut pernah mendapatkan penghargaan “Anugerah Kepemimpinan Perempuan” pada 31 Maret 2015. Akhirnya muncul pertanyaan, Apakah Kartini Blora berani bertarung dalam kontestan Pilkada nanti?
Terkadang kita sering melupakan pentingnya sebuah peringatan. Ekspresi ikut-ikutan perayaan global atau merayakan feminisme dan gerakan perempuan sebagai budaya populer, tidak ada yang bisa memastikan apakah semangat Kartini juga masih melekat di tengah-tengah gemerlapnya perayaan?
Menyemangati dan mendorong para perempuan untuk maju masuk ruang publik. Di era kebebasan dan demokrasi seperti sekarang ini, pemikiran pesimis tentang peran perempuan bagi negara rasanya sudah tidak lagi relevan. Akses terhadap ruang publik bagi perempuan telah dibuka seluas-luasnya. Pekerjaan rumah bagi perempuan Indonesia saat ini adalah bagaimana potensi ragawi, akal, dan hati yang melekat pada diri mereka dapat berkembang dan memotivasi mereka untuk terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan membangun bangsa. Potensi ragawi berupa kesempurnaan jasmani dengan daya tahan fisik (endurance) atas berbagai pekerjaan yang ada akan berkembang seiring dengan banyaknya tugas dan pekerjaan yang dihadapi wanita dalam perannya sebagai ibu, istri, wanita karir, bahkan tokoh masyarakat.
Layaknya kutipan yang disampaikan Bung Karno di awal tulisan ini, maka sudah semestinya perempuan dengan segala potensi yang dimilikinya, harus terlibat dan berpartisipasi dalam usaha-usaha menciptakan kesejahteraan bagi bangsa dan negara. Bangunlah Kartini-Kartini Blora. Semoga hari Kartini tidak hanya identik dengan Kebaya namun juga identik dengan kehebatan pemikiran dan kepemimpinan para perempuan.
Penulis Merupakan Ketua Umum Keluarga Mahasiswa Blora (KAMABA) Yogyakarta
"Perempuan Indonesia, kewajibanmu telah terang! Sekarang ikutlah serta mutlak dalam usaha menyelamatkan Republik, dan jika Republik telah selamat, ikutlah serta mutlak dalam usaha menyusun Negara Nasional”. (Bung Karno).
Setiap tahunnya pada 21 April kita memperingati “hari Kartini”. Pramoedya Ananta Toer, dalam bukunya ‘Panggil saja Aku Kartini!”, Kartini telah menuliskan pemikirannya mengenai nasionalisme, yang disebutnya dengan kata “kesetiakawanan”. Usaha yang dilakukan Kartini pada masanya menunjukkan bahwa secara fitrah, Perempuan memiliki kemampuan yang sama bahkan terkadang lebih daripada pria.
Tampaknya di era kekinian telah terjadi pergeseran tuntutan organisasi modern, istilah “konco wingking” yang menyatakan perempuan tidak sama dengan kaum pria sekarang tidak berlaku lagi. Pucuk kepemimpinan perempuan dalam pemerintahan daerah belum pernah dirasakan di kabupaten Blora Jawa Tengah. Dalam hitungan beberapa bulan ke depan Blora akan menggelar hajatan besar, yakni Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada Desember 2015 nanti. Angin segar bagi masyarakat Blora, mereka menaruh harapan besar kepada pemimpin yang akan membawa masa depan Blora 5 tahun ke depan. Dari situ muncul beberapa nama yang akan bertarung dalam kontestasi Pilkada tersebut. Deretan nama tersebut belum ada satu pun kaum hawa yang akan ikut bertarung. Perlu kita ketahui, sepanjang sejarah Blora belum pernah dipimpin oleh sosok perempuan.
Dalam dunia modern dengan fokus kepada kompetensi dan performance, gender sudah bukan merupakan faktor pembeda dominan, meski secara physical, pria dan wanita memang berbeda secara natur dan biologis. Melihat kondisi yang berkembang di Blora, tipe pemimpin feminin, kepekaan, pendekatan yang identik oleh sosok perempuan sangat memungkinkan untuk memimpin Blora. Tidak sebatas didominasi pemberian perintah dan pengendalian saja seperti selama ini.
Hasil riset menunjukkan bahwa di dalam konteks yang sama, teknik sukses memimpin yang digunakan pria tidak memberikan dampak yang sama ketika dipraktikkan oleh wanita. Potensi ragawi, akal, dan hati yang dimiliki oleh perempuan seakan menjadi paket lengkap yang jika dikembangkan akan melahirkan perempuan-perempuan hebat pencipta sejarah. Hal ini pun telah dibuktikan oleh Ir. Tri Rismani, M.T Walikota Surabaya, sepanjang sejarah Ia perempuan pertama kali terpilih sebagai Walikota Surabaya.
Di masa kepemimpinannya, kota Surabaya meraih empat kali piala adipura berturut-turut 2011 hingga 2014 untuk kategori kota metropolitan. Di bidang lingkungan risma juga pernah membawa Surabaya sebagai kota terbaik pada 2012 versi citynet. 2013 surabaya memperoleh penghargaan tiangkat asia pasifik yaitu Future Government Award. Taman Bungkul yang pernah dipugarnya pun meraih penghargaan The 2013 Asian Townscape Award dari Perserikatan Bangsa-bangsa sebagai taman terbaik se-Asia pada tahun 2013. Bahkan pada Pebruari 2015 Risma dinobatkan sebagai walikota terbaik ke-3 di dunia atas keberhasilan memimpin kota Surabaya. Penghargaan itu hanya sekelumit dari berbagai penghargaan yang diterima Risma.
Tak kalah hebat lagi Sri Surya Widati Bupati Bantul, Ia mampu menghidupkan usaha-usaha kecil di daerahnya. dan Badingah Bupati Gunung kidul, memperhatikan kelestarian lingkungan dan mengembangkan sumber daya alam. Kedua Bupati tersebut pernah mendapatkan penghargaan “Anugerah Kepemimpinan Perempuan” pada 31 Maret 2015. Akhirnya muncul pertanyaan, Apakah Kartini Blora berani bertarung dalam kontestan Pilkada nanti?
Terkadang kita sering melupakan pentingnya sebuah peringatan. Ekspresi ikut-ikutan perayaan global atau merayakan feminisme dan gerakan perempuan sebagai budaya populer, tidak ada yang bisa memastikan apakah semangat Kartini juga masih melekat di tengah-tengah gemerlapnya perayaan?
Menyemangati dan mendorong para perempuan untuk maju masuk ruang publik. Di era kebebasan dan demokrasi seperti sekarang ini, pemikiran pesimis tentang peran perempuan bagi negara rasanya sudah tidak lagi relevan. Akses terhadap ruang publik bagi perempuan telah dibuka seluas-luasnya. Pekerjaan rumah bagi perempuan Indonesia saat ini adalah bagaimana potensi ragawi, akal, dan hati yang melekat pada diri mereka dapat berkembang dan memotivasi mereka untuk terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan membangun bangsa. Potensi ragawi berupa kesempurnaan jasmani dengan daya tahan fisik (endurance) atas berbagai pekerjaan yang ada akan berkembang seiring dengan banyaknya tugas dan pekerjaan yang dihadapi wanita dalam perannya sebagai ibu, istri, wanita karir, bahkan tokoh masyarakat.
Layaknya kutipan yang disampaikan Bung Karno di awal tulisan ini, maka sudah semestinya perempuan dengan segala potensi yang dimilikinya, harus terlibat dan berpartisipasi dalam usaha-usaha menciptakan kesejahteraan bagi bangsa dan negara. Bangunlah Kartini-Kartini Blora. Semoga hari Kartini tidak hanya identik dengan Kebaya namun juga identik dengan kehebatan pemikiran dan kepemimpinan para perempuan.
0 comments:
Post a Comment