Harianblora.com Mengucapkan Selamat Menjalankan Puasa Ramadan&Mengajak Warga Jaga Kesehatan&Memutus Penyebaran Corona

Latest News

Kabar bahagia! bagi Anda, mahasiswa, guru, dosen dan siapapun yang ingin menerbitkan buku mudah dan murah, silakan kirim naskah ke formacipress@gmail.com dan kunjungi www.formacipress.com

Monday, 30 March 2015

Solusi Pengangguran Terdidik Terbaru



Oleh Aryo Permana Kusuman, S.Pi
Penulis adalah Pengurus HMI Badko Jateng-DIY, Ketua Umum Gerakan Pemuda Nusantara (GPN) Kota Semarang

Solusi pengangguran terdidik terbaru sangat dibutuhkan. Apalagi, data pengangguran terdidik baru-baru ini membuat kita galau. Banyak sarjana di negeri menganggur tanpa bekerja, entah dari kampus swasta maupun kampus negeri. Hal ini jelas-jelas merupakan masalah bangsa yang harus segera dituntaskan.

Data terbaru, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Agustus 2014, di Indonesia ada 9,5 persen (688.660 orang) dari total penganggur yang merupakan alumni perguruan tinggi. Mereka memiliki ijazah diploma tiga atau ijazah strata satu alias bergelar sarjana (Jawa Pos, 4/2/2015).

Dari jumlah itu, jumlah penganggur paling tinggi, 495.143 orang, merupakan lulusan universitas yang bergelar sarjana. Pengangguran terdidik itu (baik berijazah diploma maupun strata 1) meningkat dibandingkan tahun 2013 dengan persentase penganggur lulusan perguruan tinggi sebesar 8,36 persen (619.288 orang) dan pada 2012 sebesar 8,79 persen (645.866 orang). Sebagai persoalan yang berada di hulu, efektivitas para sarjana kita sebagai ujung tombak perubahan memang patut untuk selalu dikritisi. Karena dunia pendidikan adalah landasan utama kita dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan.

Persoalan klasik dunia pendidikan di negeri Pancasila ini adalah persoalan ekonomi yang menjadi PR utama siapa pun presidennya. Telah banyak cerita tragis anak bangsa yang urung melanjutkan ke perguruan tinggi lantaran terbentur masalah biaya. Hal ini merupakan pekerjaan besar bagi bangsa Indonesia yang jauh-jauh hari telah merumuskan tujuan kemerdekaan untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Berpijak pada problematika dunia pendidikan kita, amanat luhur pada teks Pembukaan UUD 1945 itu sudah seharusnya menjadi catatan penting untuk selalu digunakan sebagai panduan hidup berbangsa dan bernegara. Dan harapannya, mimpi para siswa yang telah lulus jenjang SMA untuk melanjutkan studi ke pendidikan tinggi menjadi mahasiswa kenyataan, misalnya. Jenjang pendidikan tinggi yang terwakili oleh bentuk institusi/kampus seperti universitas maupun sekolah tinggi adalah jenjang tertinggi pada sistim pendidikan di Indonesia.

Pada jenjang ini, peserta pendidikan tidak disebut lagi sebagai pelajar atau siswa yang menjadi identitas umum pada jenjang SD, SMP, dan SMA. Akan tetapi sudah diberikan kepadanya predikat sebagai mahasiswa. Dalam pandangan filsafat, predikat “maha” pada sebutan mahasiswa tentu tidaklah berlebihan dengan tidak dimaksudkan sebagai arogansi “persaingan” pada kemahakuasaan Tuhan. Namun makna kata “maha” pada mahasiswa menjadi perlambang dan apresiasi atas proses keilmuan manusia pada tingkatan yang tinggi. Ketinggian yang dimaksud dapat dilihat pada pencapaian intelektualitas berupa pengembangan potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik manusia.

Sebagai insan akademis, mahasiswa menjadi rumusan atau model manusia yang dipersiapkan untuk membangun peradaban keilmuan yang berlandaskan prinsip ilmiah. Menjadi umum di seluruh dunia bahwa perguruan tinggi dijadikan rujukan utama sebagai tempat yang melahirkan manusia intelektual. Dan praktiknya, model perguruan tinggi itu juga memiliki ragamnya baik bentuk institusinya maupun konsepsi visi-misinya.

Sebagaimana lingkungan perguruan tinggi yang mengedepankan prinsip ilmiah, dewasa ini banyak universitas di Indonesia telah memiliki bermacam tawaran pendidikan dalam berbagai jurusan maupun program studi. Tawaran tersebut jelas sebagai konsep jawaban dari sistem pendidikan untuk membekali para mahasiswa dengan keilmuan yang sesuai dengan minat serta bakatnya. Tuntutan dunia modern terhadap profesionalisme pekerjaan yang dinamis juga menjadi pertimbangan perguruan tinggi membentuk jurusan/program studi (prodi) yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Solusi Pengangguran Terdidik
Dalam hal ini, maka menjadi penting bagi para siswa yang baru lulus SMA sebagai calon mahasiswa untuk memilih jurusan yang sesuai dengan potensi dirinya. Setelah penempaan akademis mahasiswa di kampus, harapannya adalah outcome yang mampu mengembangkan ilmu mereka di masyarakat. Pada gelar kesarjanaan sebagai predikat mahasiswa (S1) yang telah diwisuda, padanya memanggul beban untuk membangun masyarakat dan bangsanya.

Sarjana memang tak sekedar memiliki ijazah S1 ketika lulus. Pasalnya ia adalah kaum intelektual dan juga menjadi penerus bangsa. Sayangnya, seringkali para sarjana sebagai identitas kesarjanaan dengan nilai-nilai ilmiah-akademik yang melekat padanya malahan menjadi kabur, bahkan hilang ditelan rutinitas kerja. Misalnya karakter kritis, analitis, dan logis harus dikesampingkan atau bahkan dimatikan saat melawan mainstream dunia kerja dewasa ini yang makin absurd. Mungkin perlu dicermati pula satu logika formal yang kadang-kadang menjebak, bahwa sebagai produk dari proses pendidikan formal, status para sarjana harus mendapat legalitas berupa lembaran ijazah.

Tak hanya itu saja, tidak jarang para mahasiswa yang hanya mengejar formalitas ini, mencari selembar ijazah. Kualitas kesarjanaannya malahan justru sering diabaikan. Akibatnya tidak sedikit para sarjana yang gagap pada realitas manakala mereka harus terjun langsung ke masyarakat. Amat banyak sarjana yang bingung mau berbuat apa selepas diwisuda. Dan cukup banyak sarjana dengan gelar akademik-ijazah harus menganggur.

Kenyataan ini disebabkan karena para lulusan akademik atau perguruan tinggi masih memahami kesarjanaan sebatas gelar. Padahal, gelar-gelar akademik belum tentu menjawab tantangan dunia kerja di negeri Pancasila ini. Hal itulah kondisi dunia akademik kita, bahwa mahasiswa yang bergelut dengan dunia ilmiah-akademis selama bertahun-tahun di kampus, setelah mereka terjun dalam dunia kerja kebanyakan lupa akan esensi dari predikat sarjana. Belum lagi repotnya menghadapi sarjana karbitan ala ijazah abal-abal.

Kita perlu memberi apresiasi kepada kampus yang mencarikan mahasiswanya pekerjaan dan koneksi. Problem ekonomi sebagai momok dunia pendidikan kita masih harus diikuti oleh persoalan kebingungan para sarjana bingung. Sampai hari ini, semakin bertambah di sekitar kita keluhan para sarjana yang bingung mau kerja apa. Celakanya, bahkan ada yang masih bingung saat diminta menjelaskan apa arti sarjana. Hal itu menjadi refleksi berjamaah, apalagi tiap semester, rata-rata kampus mewisuda ribuaan sarjana.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Post a Comment

Item Reviewed: Solusi Pengangguran Terdidik Terbaru Rating: 5 Reviewed By: Harian Blora