Oleh Takdir Lela
Penulis adalah Wasekum PU Badko HMI Jawa Tengah-DI.Yogyakarta
Siapa cicak,
siapa buaya?
Adanya judicial
review oleh Mahkamah Agung melalui UU No 31 Tahun 2009 yang sebelumnya
KPKPN, dilebur menjadi Komisi Pemberantasan korupsi
(KPK) yang eksis sampai sekarang yang
mempunyai kewenangan melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain itu KPK juga berfungsi sebagai supervisi terhadap instansi, melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, melakukan
tindakan-tindakan pencegahan, ataupun melakukan monitor terhadap
penyelenggaraan pemerintahan negara. Namun semakin banyak para penegak hukum di
Indonesia tidak membawa dampak yang positif sebagaimana
yang diinginkan oleh rakyat Indonesia.
KPK lahir karena dianggap Polri belum maksimal
dalam menangani kasus korupsi yang terindikasi sudah mendarah daging dalam
setiap lapisan pemerintahan bangsa Indonesia. Namun agaknya, seringkali langkah
KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi terkendala dalam melakukan proses
penyelidikan dan penyidikan saat berhadapan dengan antar lembaga penegak hukum
yaitu kepolisian.
Kasus Cicak Vs Buaya kembali terjadi dan membuat tensi politik
nasional semakin memanas. Hal ini terjadi saat KPK menetapkan Budi Gunawan
sebagai tersangka. Pada saat yang sama Budi Gunawan tengah diusulkan oleh
presiden Joko Widodo menjadi satu-satunya calon Kapolri dan sudah dinyatakan
lolos feet and propertest oleh DPR RI sebagai calon tunggal Kapolri.
Seolah mendapat serangan balik, satu persatu pimpinan KPK dilaporkan
oleh beberapa elemen masyarakat kepada lembaga Kepolisian dan telah ditetapkan
sebagai tersangka. Pada
Rabu, 18 Februari 2015, Presiden Jokowi memberhentikan sementara Samad dan
Bambang. Jokowi mengatakan pemberhentian kedua pemimpin KPK itu terkait dengan
masalah hukum masing-masing.
Abraham Samad menjadi tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen. Adapun Bambang Widjoyanto ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan perintah pemberian keterangan palsu kepada saksi dalam sidang sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah Kotawaringin Barat 2010.
Abraham Samad menjadi tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen. Adapun Bambang Widjoyanto ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan perintah pemberian keterangan palsu kepada saksi dalam sidang sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah Kotawaringin Barat 2010.
Potret
Pemberantsan Korupsi dan Membangun sinergitas antar lembaga penegak hukum dalam
menciptakan Indonesia bersih korupsi
Indonesia sebagai sebuah negara yang kaya raya
ternyata menyisakan sejuta Tanya yang tak mampu terjawab. Kenapa disebuah
bangsa yang katanya gemah ripah loh jinawi masih saja menjadi sebuah bangsa
yang tertinggal dan menyisakan kemiskinan yang tak kunjung usai. Tentu negeri
yang kaya raya ini memiliki banyak rayap yang menggerogoti kekayaan bangsa ini
dari dalam. Baik mereka yang melakukan korupsi untuk memperkaya diri sendiri
atau kelompok ataupun mereka kaum pribumi yang menjadi kolabotaror dengan
bangsa asing dalam mengeruk kekayaan bangsa Indonesia.
Berbicara mengenai tindak pidana korupsi tentunya
terkait dengan kondisi perekonomian suatu negara. Suatu negara yang mampu
mengelola perekonomiannya dengan baik maka kesejahteraan rakyatnya akan
memperoleh jaminan yang layak dari negara. Sebaliknya suatu negara yang tidak
mampu mengatur perekonomiannya dengan baik dikarenakan banyaknya kebocoran
keuangan negara akibat praktek korupsi dalam kehidupan bernegara, maka negara
tersebut tidak akan mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya sehingga
permasalahan sosial akan muncul.
Bertambahnya lembaga penegak hukum ternyata
belum mampu memberikan hasil maksimal dalam hal pemberantasan kasus korupsi di
Indonesia. Menurut pimpinan KPK Adnan Pandu
Praja, setiap tahunnya, KPK menerima rata-rata 6.000 kasus dari jalur pengaduan
masyarakat yang masuk ke KPK. Dari keseluruhan, sebanyak 25 persen kasus
terindikasi sebagai tindak pidana korupsi. "Dan
dari 6.000, hanya 75 kasus yang mampu ditangani KPK”.
Melihat fenomena tersebut, mestinya ada peran
aktif dari lembaga penegak hukum lain seperti kepolisian dan kejaksaan untuk
terus mengoptimalkan kinerjanya dalam pemberantasan kasus korupsi. Tata
koordinasi antar lembaga penegak hukum seperti KPK-Polri-Kejaksaan semestinya
harus pula diintensifkan, untuk mengurangi gesekan pada saat proses
penyelidikan ataupun penyidikan dengan tersangka oknum dari lembaga penegak
hukum tersebut.
Menurut
Lawrence M. Friedman menyatakan bahwa di dalam sistem hukum terkandung
gagasan-gagasan, prinsip-prinsip, aturan-aturan, dan prosedur yang timbul dari
berbagai sumber seperti, politik, ekonomi, ideologi, dan hukum. Dia menambahkan
bekerjanya suatu sistem sesungguhnya adalah suatu proses interaksi dimana
terjadi saling mempengaruhi antara struktur, kultur, dan substansi hukum.
Dalam
pemberantasan kasus korupsi di Indonesia, koordinasi antar lembaga penegak
hukum saja tidak cukup, namun dalam penanganan tindak pidana korupsi yang
sifatnya extra ordinary, diperlukan sinergitas di antara penegak hukum dan
auditor, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai profesional, integritas yang
efektif, dan penerapan sanksi yang menimbulkan efek jera.
Akibat lemahnya pengenaan sanksi hukuman bagi pelaku korupsi dapat
menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja aparat penegak
hukum. Berbagai harapan dan permasalahan tersebut, secara khusus meminta
penyelesaian segara, mengingat dampak korupsi telah melanggar hak-hak sosial
dan ekonomi masyarakat, serta merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat. Semua
pihak harus menyadari sepenuhnya bahwa tanpa kerja sama antarpenegak hukum dan
instansi terkait serta partipasi aktif masyarakat, tugas penegakan hukum
khususnya penanganan korupsi akan menjadi tidak efektif. Oleh karenanya
pemberantasan korupsi menjadi isu bersama yang membutuhkan sinergitas antar
seluruh elemen masyarakat demi terwujudnya Indonesia bersih dari korupsi.
0 comments:
Post a Comment