Semarang, Harianblora.com – Perbedaan presensi dan absensi dalam pendidikan
wajib diketahui guru, dosen, ustaz, mentor, tutor, instruktur, widyaiswara
maupun tenaga kependidikan yang lain. Hal itu diungkapkan Dian Marta Wijayanti,
salah satu guru SD yang kini menggeluti
kajian pendidikan dasar.
Menurut alumnus SMA Negeri 1 Blora tersebut, konsep presensi dan
absensi sangat beda. Namun sampai saat ini masih banyak guru-guru belum tahun
tentang hal itu. “Kalau presensi itu kehadiran, kalau absensi ya yang tidak hadir,”
jelas Dian kepada Harianblora.com, Selasa (24/2/2015) siang.
Guru kelas II SD tersebut mengatakan, presensi itu diambil dari bahasa
asing present yang artinya hadir atau datang. “Sedangkan absensi itu ya
absent artinya tidak datang. Jadi kalau ada guru kok masih bilang absen kepada
siswa di kelas itu salah,” tukas Direktur Smarta School tersebut.
Absen,
kata dia, dalam bahasa Indonesia kan sudah jelas artinya tidak masuk sekolah,
tidak masuk kerja, tidak hadir. “Jadi, mengabsen itu ya berarti mendata yang
tidak masuk saja, bukan mendata semua peserta yang hadir. Ini berbeda. Penulisannya
pun harus diganti, bukan daftar absensi tapi yang benar adalah daftar presensi,”
jelas lulusan terbaik PGSD Unnes tersebut.
Bagi guru-guru yang sudah tau, kata dia, mungkin agak susah mengganti. “Sebab
mereka sudah biasa menguacapkan mengabsen daripada presensi,” tandas penulis
buku Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner tersebut.
Yang benar, lanjutnya, anak-anak ayo presensi dulu. “Bukan ayo absen
dulu,” tegas perempuan tersebut. Kelihatannya ini masalah bahasa, lanjutnya,
namun substansi dan konsep juga berbeda.
Kalau guru kok salah, katanya, apalagi guru SD, maka kesalahan itu akan
diwariskan kepada semua anak sampai ia dewasa. “Kalau anak sudah terbiasa
mengucapkan dan menulis konsep yang salah, maka selanjutnya pasti akan salah
terus,” katanya.
Dimulai Sejak Dini
Untuk mengubah hal itu, kata dia, semua guru memang harus paham konsep
presensi, absensi dan kehadiran. “Mengucapkan hadir juga banyak yang salah,
hadir itu untuk laki-laki, dan hadirah itu untuk perempuan. Tapi masih banyak
mahasiswi di kampus ketika dipanggil dosennya bilang hadir, padahal hadir itu
asesoris bahasa untuk muzakkar atau laki-laki,” tukas Dian di sela-sela kesibukannya.
Maka dari itu, menurut Dian, semua itu harus diawali dari diri sendiri,
terutama bagi guru-guru yang masih sering menggunakan kata absen dalam tulisan
maupun diucapkan dalam bahasa verbal.
Pasalnya, menurut Dian, meskipun banyak dosen bergelar doktor dan
profesor, tapi kalau tidak ahli bahasa, tentu mereka tidak terlalu paham
tentang konsep bahasa yang baik, benar dan indah. “Profesor juga sering bilang
mengabsen, bukan presensi, di awal membuka mata kuliah juga masih bayak dosen
bilang siapa yang belum absen bukan siapa yang belum presensi,” ujar asesor
EGRA USAID Prioritas Jawa Tengah tersebut.
Tak hanya wartawan dan penulis serta editor, kata Dian, namun guru wajib berbahasa yang benar dan baik. "Efek dari satu kata yang salah dari mulut guru, selamanya akan membawa warisan kesalahan bagi anak, maka jadi guru itu sebenarnya pekerjaan yang amat sulit," beber dia.
Meskipun itu kelihatannya simpel, namun menurut Dian jika salah,
selamanya akan salah. “Minimal ya TU di sekolah harus tahu, dan daftar absensi
harus diganti dengan daftar presensi atau cukup daftar hadir,” pungkasnya. (Red-HB20/Foto:
Harianblora.com).
Baru tahu arti dan maksudnya presensi (buku presensi siswa).
ReplyDeleteMemang msh banyak yg blm paham perbedaan antara presensi dgn absen. sebagian besar orang bilang udah absen apa blm . saya kira spy mrk paham perbedaan antara presensi dan absen wajib baca artikel saudara. selamat yg sdh memberikan pencerahan.
ReplyDelete