Blora, Harianblora.com - Penculikan anak sekolah mulai
merebak di Jawa Tengah, warga Blora harus waspada. Hal itu diungkapkan
Ahmad Muslih, SPdI, Koordinator Perlindungan Anak Jateng (KPAJ), Jumat
(6/2/2015). Ia mengatakan bahwa saat ini penculikan akan sudah merebak di Jawa Tengah.
Dari data kami, kata dia, yang paling banyak adalah di Kota
Semarang. "Sejak Juni 2014 sampai Januari 2015 tercatat ada 32 kasus
penculikan," bebernya.
Modusnya, kata dia, adalah mereka mendatangi sekolah dan
mengaku keluarganya. "Permisi Bu atau Pak Guru. Saya Pak De dari anak ini,
disuruh jemput karena bapaknya kecelakaan. Nah, modusnya mereka seperti ini
dengan mengaku keluarga dari target," jelas Muslih.
Selain di Semarang, kasus penculikan anak
juga rawan terjadi di Demak, Kudus, Blora dan Pati. "Biasanya mereka
mencari target dan seolah-olah kenal akrab dengan target. Mereka tak takut
masuk ke sekolah untuk menjemput target. Jadi modusnya rapi, sistematis dan
tidak represif," terang dia.
Di Kabupaten Blora sendiri, menurut Muslih sudah ada sekitar 10 laporan. "Yang paling banyak di Blora Kota. Saya kurang paham tujuannya apa. Bisa jadi anak itu dijual, atau minta tebusan. Tapi kalau minta tebusan saat ini sudah jarang karena masyarakat sudah mudah melaporkan ke polisi," tukas sarjana pendidikan Islam tersebut.
Menurut data kami, terangnya, yang paling
banyak diincar adalah anak-anak SD. "Kalau anak SD kelas rendah, 1 2 3,
biasanya kan pulang sebelum jam 12 Wib siang, nah mereka biasanya standby di
depan sekolah. Tapi saat ini sudah banyak yang nekat menemui guru di kelas.
Jadi mereka memang benar-benar paham nama dan identitas anak yang menjadi
target," tegas dia.
Beberapa minggu lalu, lanjut dia, ada guru dari UPTD di
Blora dan pengurus PGRI mengaku ada siswanya yang akan diculik. "Namun
cara mereka sudah rapi, ya itu tadi dengan masuk ke sekolah dan langsung
menemui guru di kelas," tandas dia.
Saya berharap, katanya, guru-guru di Blora dan kepala
sekolah harus waspada. "Kalau ada orang yang mencurigakan dan menjemput
siswa, maka sebaiknya guru harus cepat menghubungi orang tua yang bersangkutan
untuk memastikan kebenaran orang yang menjemput tadi," beber aktivis
tersebut.
Saya kurang paham kalau yang Blora bagian Todanan, Kradenan,
kata dia, atau yang Randublatung. "Tapi yang penting intinya guru, kepala
sekolah dan orang tua harus waspada. Kalau tak sibuk, luangkan waktu untuk
menjemput anak-anak di sekolah. Kalau kelas 5 atau 6 SD tak masalah. Tapi kalau
kelas 1-4 SD masih rawan," pungkas pemuda tersebut.
Anak adalah aset, kata dia, maka kita semua harus
menjaganya. "Kalau sudah diculik, hilang, atau bahkan diperbudak menjadi
pengamen, penjual koran, yang rugi jelas orang tua," pungkas dia.
(Red-HB15/Foto: Harianblora.com).
0 comments:
Post a Comment