Oleh Fitria Ningsih
Aktivis Lembaga Pers
Mahasiswa Islam (LAPMI) Cabang Tulungagung
Tidak terasa sudah sampai ke penghujung bulan Januari. Esok
hari sudah masuk bulan Februari. Sepertinya bulan Januari berlalu begitu cepat.
Banyak pelangi di bulan januari. Awal bulan saya habiskan waktu di kampung
halaman, tepat pertengahan bulan tanggal 19 Januari 2015 saya mengikuti
pelatihan enterpreneur bersama 35 teman saya di desa Rejotangan Kabupaten
Tulungagung.
Minggu pertama di tempat pelatihan diajari teori dan praktek
tentang pertanian atau biasa disebut agrobisnis. Rasanya biasa-biasa saja ketika
minggu pertama di tempat pelatihan. Mungkin karena teori dan prakteknya bukan
hal baru buat saya, dan itu-itu saja.
Tidak seperti yang saya bayangkan, akan
di ajari sesuatu yang baru, namun meski begitu tetap ada yang berkesan. Sesuatu
yang berkesan itu adalah tinggal bersama teman-teman yang luar biasa. Sungguh
beruntung bisa tinggal bersama mereka. Mungkin tidak berlebihan jika saya
menyebut mereka teman-teman yang luar biasa, karena dari mereka saya bisa
belajar banyak hal.
Minggu kedua di tempat pelatihan diajari teori dan praktek
tentang perikanan. Karena waktu pembelajaran perikanan hanya 1 minggu,
difokuskan pada perikanan ikan lele dan gurami. Minggu kedua ini saya lebih
menikmati dari pada minggu sebelumnya. Saya yang “nol putul” tentang perikanan
jadi sedikit membuka mata pada bidang perikanan.
Saya dan teman-teman diajari
cara pembibitan ikan, praktek pemijahan ikan, membuat pakan ikan alternatife
sampai pada teori panen ikan dan penghitungan pengeluaran-penghasilan jika
menggunakan alternatif-alternatif perikanan.
Minggu ketiga, yang di mulai hari ini diajari tentang
kerajianan pembuatan batu akik. Hari ini pengenalan macam-macam batu. Di
belakang tempat pelatihan banyak batu-batu berwarna, juga ada batu-batu yang
berbentuk besar yang atasnya runcing-runcing seperti liontin.
Karena letak
batu-batu itu di dekat praktek pembuatan pakan ikan alternatife,, dan karena
saking banyaknya batu tak jarang ketika praktek membuat pakan, batu–batu
tersebut kami gunakan untuk duduk-dukuk dan bersantai sambil menunggu giliran
praktek. Ternyata jika diolah atau dibentuk batu-batu yang saya duduki itu
bernilai ratusan ribu rupiah. Memang tanpa pengetahuan (ilmu) dan skill sesuatu
yang berharga tidak terlihat berharga… hehe
Banyak batu-batu yang sepertinya sepele, ternyata bernilai
jutaan rupiah. Batu besar yang telah dipotongi dan diolah, dibentuk sebesar
kelereng saja harganya ratusan ribu juga ada yang jutaan. Saya heran awalnya
cuma gitu saja kok mahal banget. Ternyata setiap batu akik yang mahal ada
keistimewaanya, entah apa saja keistimewaan selain bentuk dan warnanya aku juga
kagak tahu… apa mungkin ada penunggunya?? hehe
Rejotangan, 31 Februari 2014
0 comments:
Post a Comment