Harianblora.com Mengucapkan Selamat Menjalankan Puasa Ramadan&Mengajak Warga Jaga Kesehatan&Memutus Penyebaran Corona

Latest News

Kabar bahagia! bagi Anda, mahasiswa, guru, dosen dan siapapun yang ingin menerbitkan buku mudah dan murah, silakan kirim naskah ke formacipress@gmail.com dan kunjungi www.formacipress.com

Friday, 20 February 2015

Moralitas Pendidikan Indonesia Kian Rantas



Oleh: Muhammad Haizun Niam
Penulis adalah Peneliti Muda di Lembaga Studi Agama dan Nasionalisme (LeSAN), Alumnus MA YSPIS Rembang.

Moralitas pendidikan Indonesia kian rantas. Pasalnya, kondisi pendidikan Indonesia kini kian mengenaskan. Beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia dalam kondisi darurat. Pernyataan tersebut berdasarkan data yang diungkapkan oleh The Program for International Student Assessment (PISA). Hasil penemuan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan Indonesia menduduki peringkat ke 64 dari 65 negara.

Ironi tersebut berakar dari kondisi pendidikan Indonesia selama kurun waktu 12 tahun terakhir mengalami stagnasi. Dalam hal ini, PISA menyebutkan bahwa pada kisaran tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan 2012, pendidikan Indonesia tidak menampilkan adanya peningkatan dalam pendidikan Indonesia. Keadaan ini diperparah oleh merosotnya moralitas para peserta didik.

Sejauh ini, pendidikan Indonesia gagal dalam menciptakan nuansa pendidikan yang dihiasi dengan moralitas. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA),  sepanjang tahun 2013 tercatat Sebanyak 19 pelajar tewas sia-sia dalam tawuran antar pelajar di Indonesia. Melihat kondisi ini, Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait menyatakan, kasus tawuran yang terjadi sepanjang 2013 meningkat secara drastis dari tahun sebelumnya yang hanya sekitar 128 kasus tawuran. Ini baru salah satu contoh kasus saja, belum kasus yang lain. 

Jika dicermati lebih dalam, maka akan kita jumpai kasus serupa yang lebih banyak lagi. Terlebih di kurun waktu tahun 2014. Dari realitas ini, perlu rasanya menyelipkan pendidikan moral dalam benak para pelajar Indonesia.

Pemahatan Karakter
Seorang tokoh pergerakan Islam, Muhammad Abduh mengatakan “Manusia itu tidak akan menjadi manusia yang hakiki, kecuali dengan pendidikan.” Maka dari itu, setiap manusia harus membuka mata hati untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Termasuk bangsa Indonesia yang kini dilanda berbagai permasalahan pendidikan. Namun, apa jadinya jika pendidikan hanya diartikan secara sempit. Yakni menganggap bahwa pendidikan hanya terbatas pada pembelajaran ilmu-ilmu umum kemudian mengabaikan pendidikan moral? Tentu sangat mengenaskan.

Sebagai bagian dari negara timur—negara yang identik dengan moralitas—sudah selayaknya Indonesia menempatkan moral sebagai penyeimbang intelektual. Sebab, kecerdasan seseorang dapat menjadi bumerang apabila tidak dikendalikan dengan baik. Dalam masalah ini, moral merupakan solusi untuk mengendalikan kecerdasan. Sebab, moralitas bersumber dari nilai-nilai agama yang memang berfungsi sebagai pembimbing kehidupan manusia. Lebih jauh Albert Einstein, mengatakan bahwa “ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh”.

Namun sungguh ironi, idealitas yang seperti itu belum menghiasi perjalanan pendidikan Indonesia. Moralitas telah lama terabaikan dalam pendidikan di bangsa timur ini. Bahkan, moralitas telah terkubur secara dalam oleh pernak-pernik kehidupan yang fana. Maka sangat wajar apabila dunia pendidikan di bangsa ini acapkali dilanda masalah yang “memalukan” sekaligus “memilukan”.

Misalnya saja kasus yang baru-baru ini menggegerkan dunia maya di berbagai media online.  Yakni, tentang beberapa anak perempuan berjilbab yang pesta miras dan merokok di dalam angkot, yang di bagian belakang angle fotonya ada tulisan tauhid (Laa Ilaha Illallah). Tentu saja tindakan yang seperti itu sangatlah memilukan sekaligus memalukan. Namun, inilah realitas yang terjadi pada dunia pendidikan Indonesia.

Melihat realitas buruk tersebut, perlu ada upaya keras untuk memperbaiki moralitas para peserta didik. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara pemahatan karakter. Pemahatan karakter sangatlah penting. Sebab, karakter dapat mempengaruhi keperibadian seseorang. Dengan kata lain, karakter dapat menjadi tameng dari godaan keburukan apabila tertanam secara kuat dan baik. Dalam hal ini, guru memiliki peran vital untuk mamahat karakter peserta didik.

Sebagai seorang pendidik, guru tidaklah sekadar sosok yang hanya bertanggung jawab untuk mentransfer ilmu pengetahuan saja (transfer of knowledge). Di sisi lain guru juga bertanggung jawab untuk mentransfer etika dan kepribadian (transfer of personality). Jika hanya mentransfer ilmu pengetahuan saja, maka pribadi liarlah yang akan terlahir. Sebab, pengetahuan yang dimiliki hanya akan menjadi senjata untuk mempermudah berbuat buruk.

Butuh Pendidik Terdidik
Menanggapi tentang vitalnya peran guru dalam dunia pendidikan, John Hattie, dari Visible Learning Lab, University of Auckland, New Zealand, mengatakan bahwa peran guru paling dominan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dalam suatu negara, dengan persentase sebesar 50%. Kemudian disusul dengan peran  kurikulum dengan persentase sebesar 45%, dan pembelajaran sebesar 43%. Pernyataan tersebut berdasarkan hasil review dari 56.000 riset tentang perbaikan mutu pendidikan di tahun 2007.

Dari hasil riset tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidik merupakan salah satu aktor terpenting dalam upaya perbaikan pendidikan. Maka dari itu, apabila seseorang telah berani memilih jalan hidup sebagai seorang guru, maka harus memiliki kualitas yang ideal. Yakni setidaknya memiliki kecerdasan intelektual, yang ditandai dengan pendidikan yang tinggi dan sepiritual. Jangan sampai gelar guru hanyalah sebuah label belaka. Dalam masalah ini, pemerintah harus lebih selektif dalam menentukan para pendidik hingga benar-benar memiliki kualitas mumpuni. jangan sampai memilih pendidik yang salah.
Pemerintah juga harus mampu menciptakan sistem pendidikan yang bergengsi, namun tetap beretika dan berdikari. Jangan sampai mengolak-alik sistem pendidikan namun tidak memberikan solusi yang efektif. Jika perlu, pemerintah harus menekankan mata pelajaran yang bernilai religius. Sebab, selama bergulirnya perjalanan pendidikan di bangsa ini, pemerintah hanya memprioritaskan knowledge belaka. Sedangkan nilai-nilai religi dikesampingkan. Wallahu a’lamu bi al-Showab.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Post a Comment

Item Reviewed: Moralitas Pendidikan Indonesia Kian Rantas Rating: 5 Reviewed By: Harian Blora