Blora, Harianblora.com - Mahasiswa Blora mendukung Kontrak Kerja untuk Guru Tidak Tetap (GTT) di wilayah Kabupaten Blora. Sulitnya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi kegalauan tersendiri bagi para GTT di Kabupaten Blora. Salah satu mahasiswa Blora, Yunita (21) mengatakan pihaknya sebenarnya resah memikirkan kondisi nasib GTT. "Sebagai mahasiswa calon guru, saya juga prihatin nanti kalau jadi GTT," ujarnya kepada Harianblora.com, Selasa (3/2/2015).
Hal itu diungkapkannya beriringan dengan wacana kontrak kerja untuk GTT maupun Pegawai Tidak Tetap (PTT). Di Blora kan ada ratusan bahkan ribuan GTT, katanya, dan tidak mungkin Pemkab mengangkat semua menjadi PNS dalam waktu sekejab. "Jadi saya sebagai aktivis sangat berharap pemerintah untuk mengegolkan kontrak kerja kepada para GTT," tukas dia.
Ahmad Burhan Yahya (23) juga mengatakan hal sama. Ia sebagai mahasiswa yang kuliah di LTPK sangat prihatin dengan kondisi GTT. "Dengan gaji hanya sekitar Rp 300 ribu per bulan, guru dituntut mencerdaskan bangsa," bebernya. Maka kontrak kerja yang sesuai UU Aparatur Sipil Negara (ASN) harus segera direalisasikan. "Kan guru perlu dihargai, minimal sama seperti gaji UMR lah, guru tugasnya berat, hubungannya dengan masa depan anak dan bangsa, masak gajinya mengenaskan seperti itu," jelasnya.
Ahmad Burhan Yahya (23) juga mengatakan hal sama. Ia sebagai mahasiswa yang kuliah di LTPK sangat prihatin dengan kondisi GTT. "Dengan gaji hanya sekitar Rp 300 ribu per bulan, guru dituntut mencerdaskan bangsa," bebernya. Maka kontrak kerja yang sesuai UU Aparatur Sipil Negara (ASN) harus segera direalisasikan. "Kan guru perlu dihargai, minimal sama seperti gaji UMR lah, guru tugasnya berat, hubungannya dengan masa depan anak dan bangsa, masak gajinya mengenaskan seperti itu," jelasnya.
Sebagai aktivis, Habsari (20) juga sependapat jika regulasi kontrak kerja sesuai UU ASN perlu segera direalisasikan. "Seharusnya pemerintah pusat yang bertugas akan hal ini lewat Kemenpan-RB. Kalau kementerian sudah asese, Pemrov, Pemkab dan BKD di masing-masing daerah tinggal manut saja," paparnya. Sebagai mahasiswa, ujarnya, kami tidak bisa berbuat apa-apa, paling hanya diskusi dan mengadvokasi masyarakat Blora. (Red-HB12/Foto: Maryanto).
Guru-guru di Blora dalam suatu agenda. |
Hal itu diungkapkannya beriringan dengan wacana kontrak kerja untuk GTT maupun Pegawai Tidak Tetap (PTT). Di Blora kan ada ratusan bahkan ribuan GTT, katanya, dan tidak mungkin Pemkab mengangkat semua menjadi PNS dalam waktu sekejab. "Jadi saya sebagai aktivis sangat berharap pemerintah untuk mengegolkan kontrak kerja kepada para GTT," tukas dia.
Ahmad Burhan Yahya (23) juga mengatakan hal sama. Ia sebagai mahasiswa yang kuliah di LTPK sangat prihatin dengan kondisi GTT. "Dengan gaji hanya sekitar Rp 300 ribu per bulan, guru dituntut mencerdaskan bangsa," bebernya. Maka kontrak kerja yang sesuai UU Aparatur Sipil Negara (ASN) harus segera direalisasikan. "Kan guru perlu dihargai, minimal sama seperti gaji UMR lah, guru tugasnya berat, hubungannya dengan masa depan anak dan bangsa, masak gajinya mengenaskan seperti itu," jelasnya.
Ahmad Burhan Yahya (23) juga mengatakan hal sama. Ia sebagai mahasiswa yang kuliah di LTPK sangat prihatin dengan kondisi GTT. "Dengan gaji hanya sekitar Rp 300 ribu per bulan, guru dituntut mencerdaskan bangsa," bebernya. Maka kontrak kerja yang sesuai UU Aparatur Sipil Negara (ASN) harus segera direalisasikan. "Kan guru perlu dihargai, minimal sama seperti gaji UMR lah, guru tugasnya berat, hubungannya dengan masa depan anak dan bangsa, masak gajinya mengenaskan seperti itu," jelasnya.
Sebagai aktivis, Habsari (20) juga sependapat jika regulasi kontrak kerja sesuai UU ASN perlu segera direalisasikan. "Seharusnya pemerintah pusat yang bertugas akan hal ini lewat Kemenpan-RB. Kalau kementerian sudah asese, Pemrov, Pemkab dan BKD di masing-masing daerah tinggal manut saja," paparnya. Sebagai mahasiswa, ujarnya, kami tidak bisa berbuat apa-apa, paling hanya diskusi dan mengadvokasi masyarakat Blora. (Red-HB12/Foto: Maryanto).
0 comments:
Post a Comment