Semarang, Harianblora.com
– Kurikulum agama
harus dipertegas pelaksanaanya di Kabupaten Blora. Hal itu menjadi tema besar dalam
diskusi pendidikan yang digelar Lingkar Studi Mahasiwa Blora (Lisuma) Cabang
Blora, Minggu (1/2/2015) siang. Dikusi yang digelar awal Februari 2015 ini
bertempat di salah satu kos pengurus Lisuma Cabang Blora, di Sekarang,
Gunungpati, Semarang.
Menurut Abdul Rokhim, moderator diskusi, sebagai insan
terdidik, ia prihatin atas kondisi pendidikan di negeri ini. “Bayangkan saja, sejak
kemerdekaan hingga 1965, pelajaran agama bersifat pilihan di sekolah-sekolah
umum. Sebelum itu, minimal sejak 1871 hingga berakhirnya pemerintah kolonial
Belanda, sekolah-sekolah pemerintah bahkan tidak dibenarkan memberikan
pelajaran agama demi menjaga netralitas negara,” jelas dia.
Dalam sejarah, Rokhim
mengatakan bahwa zaman Orde Baru baru ada Tap MPRS Nomor 27 Tahun 1966 yang
mewajibkan mata pelajaran Agama kepada semua siswa dari tingkat SD hingga
perguruan tinggi (PT). “Itu baru terlaksana sampai sekarang. Namun kini, kurikulum
2013 hendak memberikan porsi dua kali lipat untuk pelajaran agama. Apalagi, di
Blora dan Jawa Tengah sendiri menerapkan dua kurikulum sekaligus, yaitu KTSP
dan K13,” ujarnya.
Dalam diskusi ini, hadir juga perwakilan pengurus Lisuma Jawa Tengah dan beberapa pengurus Lisuma Cabang Blora dan anggota baru.
Senada dengan itu,
Wahyuni selaku peserta diskusi mengatakan, pelaksanaan pendidikan agama di
sekolah umum selama ini hanya formalitas saja. “Hanya pas pelajaran agama,”
ujar dia. Kalau di madrasah, katanya, itu sudah wajar bahkan menjadi makanan
sehari-hari,
“Jika ditelusuri sejarahnya,
keberadaan pelajaran agama di sekolah-sekolah umum seperti yang ada sekarang
sesungguhnya lebih ditopang oleh alasan politis. Tak heran, agama lebih banyak
dipakai, terutama sebagai identitas politis,” ungkap mahasiswi tersebut.
Dalam diskusi yang
digelar tanpa pembicara tersebut, menemukan beberapa solusi. Pertama ada
penambahan konten kurikulum 2013 dan KTSP terhadap porsi agama. “Agama di sini
ya semuanya, baik Islam, Hindu, Kristen Buda dan sebagainya,” ujar Yuni.
Selain itu, jelasnya,
kedua adalah perlu pendalaman materi lewat silabus, SK dan KD. “Di K13 kan
sudah ada kompetensi inti tentang religius. Kalau ini dimaksimalkan, saya yakin
kurikulum agama akan semakin mantab,” paparnya.
Dalam diskusi yang dihadiri sekitar 20 orang ini, semua peserta adalah pembicara dan wajib ngomong. "Religius itu, bukan berarti melulu agama terus, namun yang penting substansinya. Sebab, esensi agama itu ada pada semua mata pelajaran. Guru harus paham hal ini," pungkas dia. (Red-HB19/Foto: Harianblora.com).
0 comments:
Post a Comment