Harianblora.com Mengucapkan Selamat Menjalankan Puasa Ramadan&Mengajak Warga Jaga Kesehatan&Memutus Penyebaran Corona

Latest News

Kabar bahagia! bagi Anda, mahasiswa, guru, dosen dan siapapun yang ingin menerbitkan buku mudah dan murah, silakan kirim naskah ke formacipress@gmail.com dan kunjungi www.formacipress.com

Thursday, 26 February 2015

Kemesraan Akademik Dosen dan Mahasiswa



Oleh Hamidulloh Ibda
Mahasiswa S2 Pendidikan Dasar (Dikdas) Pascasarjana Unnes

Menarik membaca berita berjudul “Dosen Tak Berhak Mempersulit Mahasiswa” yang menjelaskan bahwa dosen tak boleh melenceng dari tugasnya (SM, 30/1/2015). Hal itu diungkapkan Rektor Undip Prof Sudharto PH MES PhD dalam acara wisuda mahasiswa Undip ke-137 tak lama ini. Tak hanya bagi Undip, namun pesan ini sebenarnya menjadi peringatan dan refleksi bagi kampus-kampus di Jawa Tengah, terutama bagi dosen-dosen yang membimbing mahasiswa menyusun skripsi, tesis maupun disertasi.

Selama ini, kegalauan mahasiswa dalam dunia akademik adalah saat menyusun tugas akhir. Tak hanya karena malas mengerjakan, ketidakmampuan menulis, meneliti, menalisis, mengomentari data, namun kendala bimbingan dosen juga menjadi keluhan mereka. Sebab, sebagus apa pun hasil penelitian/tulisan mahasiswa, tanpa asese dari dosen pembimbing, maka karya tidak akan laku, diakui dan lolos untuk diujikan.

Puncak kegalauan tertinggi mahasiswa adalah ketika menulis tugas akhir. Akibat dipersulit dosen, maka lahir kejahatan akademik, seperti plagiasi, menggunakan jasa analisis data bahkan membeli skripsi maupun tesis. Kadang, banyak dosen “apatis” dengan kondisi tersebut. Apalagi saat ini sudah banyak joki skripsi merebak di dunia akademik. Di Semarang sendiri, banyak spanduk dan pamflet jasa skripsi bertebaran di mana-mana bahkan masuk di papan-papan pengumuman kampus. Ironis.

Dosen Killer
Dalam dunia mahasiswa, istilah dosen killer (pembunuh) sudah biasa terdengar. Ia diidentikkan sebagai dosen galak, kejam, tak belas kasih, pelit nilai, susah diajak berkomunikasi dan konsultasi, susah dicari, bahkan tak menyayangi mahasiswa. Padahal mahasiswa adalah “anak ideologis” dari dosen. Paradigma seperti ini masih jarang dimengerti para dosen di negeri ini. Mereka hanya mengajar dan yang penting menjalankan tugas akademiknya secara formalistik simbolis saja.

Sesuai Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Faktanya, masih banyak mahasiswa mengeluh karena dosen pembimbingnya tidak sesuai tugas, fungsi dan kewajiban.

Rhenald Kasali (2014) menjelaskan dosen adalah posisi istimewa yang tidak semua orang bisa menempati posisi tersebut. Karena istimewa, kinerja dan tugas yang dosen jalankan harus istimewa pula. Dosen dilarang keras killer terhadap mahasiswanya, baik saat di kelas maupun saat membimbing tugas akhir.

Selain itu, banyak pula dosen dalam proses bimbingan hanya menyuruh meninggalkan skripsi mahasiwa di meja dosen tanpa tatap muka. Hal itu membuat substansi bimbingan menjadi bias dan tak maksimal. Sebab, ketika mahasiswa mau merevisi karyanya tersebut, mahasiswa tidak tahu alasan kesalahan. Juga bagaimana cara merevisi, baik dari segi teknis penulisan maupun substansi materi penelitian.

Kampus sudah memberi buku pedoman pokok penyusunan tugas akhir. Banyak dosen pembimbing bergeser dari aturan baku tersebut. Selain itu, pembagian tugas antara pembimbing 1 dan pembimbing 2 juga kadang bergeser. Misalnya, pembimbing 1 bertugas membimbing dalam bidang metodologi penelitian dan pembimbing 2 di bidang materi dan teknis penulisan. Di antara mereka, sering berseberangan dan membuat mahasiswa bingung meskipun dipatronkan pada pembimbing 1.

Kejadian seperti di atas, sudah menjadi hal wajar terjadi di kampus. Selain mematahkan semangat mahasiswa, banyak timbul kejahatan akademik yang dilakukan mahasiswa agar skripsinya cepat selesai. Meskipun tampak bagus, banyak skripsi hasil dari plagiasi, setengah menjiplak bahkan skripsi bongkokan atau hasil membeli. Kejahatan seperti ini harus dihentikan, para dosen harus mampu menangkap pesan ini bahwa banyak mahasiswa melakukan perbuatan nekat karena sulitnya proses bimbingan.

Jika dosen killer, maka sangat wajar jika ada mahasiswa terkatung-katung lulus sampai semester akhir bahkan sampai drop uot. Faktor kesibukan dosen juga menjadi kendala mahasiswa, apalagi mereka mendapat dosen pembimbing yang memiliki jabatan seperti kaprodi, dekan maupun yang lain. Sehingga, intensitas bimbingan menjadi minim dan justru merugikan mahasiswa dan mengurangi kualitas karya.

Mahasiswa pun harus berbenah diri dan “melawan malas”. Sebab, musuh utama menyusun karya tulis adalah malas. Tanpa semangat membara, meskipun dosennya ideal, maka karya pun akan mangkrak dan setengah matang.

Banyak dosen berkata, “skripsi yang baik adalah yang selesai”. Namun pameo ini harus diluruskan. Artinya, selesai tidak sekadar selesai, namun karya ilmiah harus berkualitas, cepat dan hasil penelitian bermanfaat dalam dunia ilmiah dan kehidupan nyata sesuai bidang yang diteliti. Sebab, apa ada karya ilmiah yang tidak ilmiah?

Kemesraan Akademik
Pesan Rektor Undip di atas sangat brilian, yaitu di antara dosen dan mahasiswa harus sinergi dan saling asuh. Dalam hal ini, kemesraan akademik perlu dibangun dan dinyalakan sejak dini. Dosen adalah bapak dan ibu ideologis bagi mahasiswa. Meskipun tidak pernah melahirkan dan menjadi orang tua biologis, namun tugas akademik harus menjadikan mahasiswa “mesra” dan terjalin sinergitas kekeluargaan di dunia kampus.

Sesuai UUGD, dosen memiliki kewajiban bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioal ekonomi mahasiswa dalam pembelajaran, termasuk dalam membimbing tugas akhir. Maka, dosen harus menjalankan tugasnya secara profesional dan objektif.

Meskipun kampus adalah tempat akademik, namun atmosfer kekeluargaan dan harmoni cinta harus diutamakan. Bimbingan tidak sekadar formalitas membahas benar dan salahnya karya ilmiah, namun juga menjalin kemesraan akademik. Sebab, kenyamanan dalam dunia akademik akan melahirkan “kemapanan” mahasiswa dalam menguasai ilmu sesuai bidangnya. Apalagi, prinsip belajar menurut Suparmin Dandan (2014) bukan meraup ilmu sebanyaknya, melainkan menata cara berpikir dan mengubah perilaku.

Dosen juga harus mendeteksi tulisan mahasiswa saat bimbingan. Artinya, yang dikoreksi tidak hanya benar dan salahnya metode penelitian dan subtansi, namun juga plagiasi atau tidak. Rujukan karya tersebut harus jelas dan jangan sampai dosen meloloskan karya tulis hasil copy paste.

Dosen baik adalah yang menciptakan kegembiraan bagi mahasiswanya. Ia telaten, sabar dan membimbing dengan hati meskipun berhadapan dengan mahasiswa pemalas dan bodoh sekalipun. Sebab, tanpa bimbingan dan arahan dosen, mahasiswa akan tersesat di jalan kegelapan dan dibuntu kekerdilan tanpa pencerahan dari dosen. Apalagi, dosen adalah mercusuar penerang di dalam jagat akademik. Tanpa dosen, mahasiswa akan tersesat di lembah kebodohan.

Dosen dan mahasiswa bagaikan keluarga, kampus adalah rumah ilmu yang harus dihidupkan dan melahirkan kenyamanan dan kemapanan bernalar. Perlu ditanamkan paradigma “kampusku surgaku” bagi dosen dan mahasiswa. Semua itu akan tercipta jika semua elemen kampus, termasuk dosen dan mahasiswa mesra. Jika tidak bisa mesra dan menjadi surga, apa layak disebut kampus?
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Post a Comment

Item Reviewed: Kemesraan Akademik Dosen dan Mahasiswa Rating: 5 Reviewed By: Harian Blora