Blora, Harianblora.com - Wayang Krucil di Blora mulai punah seiring berputarnya roda zaman. Wayang Krucil secara sejarah memang berasal dari Ngawi, Jawa Timur. Kemudian berkembang ke Blora dan Jawa Tengah.
Awalnya, kesenian Wayang Krucil ini dikembangkan di Ngawi. Wayang ini terbuat dari bahan kulit, ia berukuran kecil, sehingga masyarakat menamakannya "Wayang Krucil".
Dalam perkembangannya, wayang ini tidak sekadar menggunakan kulit, namun juga kayu yang berbentuk pipih yang berbentuk dua dimensi yang dikenal sebagai Wayang Klithik.
Amin Ra'uf (2010: 162) dalam buku Jagad Wayang menjelaskan, Wayang Krucil pertama kali diciptakan oleh Pangeran Pekik dari Surabaya. Di Jawa Tengah sendiri, khususnya di Blora, Wayang Krucil hampir sama dengan Wayang Gedog. Tokoh-tokohnya memaiaki dodot, rapekan, berkeris, dan juga menggunakan tutup kepala tekes atau kipas.
Sedangkan di Jawa Timur, tokoh-tokohnya menyerupai wayang kulit Purwa. Raja-rajanya bermahkota, memakai praba. Sedangkan menurut Zubda Munawaroh (2005), di Jawa Tengah sendiri tokoh-tokoh rajanya bergelung Keling atau Garuda Mungkur saja.
Perkembangan wayang ini hanya pada media yang dipakainya, sehingga ruang lingkup media yang digunakan itu memengaruhi pada filosofi rampilan tokoh wayang yang dipertontonkan. Karena itu, kemudian pada pecinta dalang akan mengakajinya sebagai suatu perkembangan yang luar biasa.
Wayang ini, tidak sekadar untuk menyampaikan pesan baik, namun juga digunakan sebagai hiburan yang menjadikan masyarakat terhibur. Pada iringan musik, hanya menggunakan gamelan dan alat musik lain yang sederhana, hanya beralas Slendro, dan berirama playon bangomati atau srepegan. Namun ada pula pertunjukan Wayang Krucil yang menggunakan gending-gending besar.
Andhika Dwi (2008) menjelaskan pementasan Wayang Krucil dimulai dari dari tari remong, di mana penonton disuguhkan tarian khas Jawa. Juga dirangkai dengan tembang-tembang. Setelah tari emong, kemudian sang dalang menggelar pentas. Sebelum memainkan Wayang Krucil, biasanya dalang memainkan dua wayang golek, yang bertindak sebagai waranggono dan sinden.
Pada bagian inilah, wayang ini memiki ciri khas dan keunikan sendiri. Pasalnya, di saat itu penonton berebut memberikan saweran kepada sang dalang dengan imbalan gending-gending Jawa bahkan dangut yang diminta dapat dimainkan.
Wayang Krucil juga sangat komunikatif dengan penonton saat pentas. Jadi ia membuat komunikas yang intens kepada penonton agar dekat dan menggugah ketertarikan penonton.
Di Jawa Timur dan Jawa Tengah sendiri, kebanyakan pementasannya lebih menekankan pada perkembangan Islam masuk ke Jawa dengan berbagai tokoh seperti Walisongo, Pangeran Diponegoro dan juga Untung Suropati. Namun sayangnya, baik di Jawa Timur maupun Jawa Tengah sendiri, kesenian ini hampir dan bahkan punah. Sebab utama adalah arus globalisasi, tidak ada penerus yang meneruskan dengan sepenuh hati, juga pemuda lebih tertarik kesenian modern seperti campursari atau pun dangdut.
Di Kabupaten Blora sendiri, saat ini pengrajin dan peminat Wayang Krucil mulai tiada. Padahal sekitar tahun 1970an kesenian ini di Blora masih ramai ditanggap warga. Bahkan, banyak sekali pemuda yang tidak tahu asal-usul dan kesenian Wayang Krucil ini sebagai khazanah budaya Jawa. (Laporan Khusus Redaksi Harianblora.com/Foto: Harianblora.com).
Pertunjukan Wayang Krucil |
Dalam perkembangannya, wayang ini tidak sekadar menggunakan kulit, namun juga kayu yang berbentuk pipih yang berbentuk dua dimensi yang dikenal sebagai Wayang Klithik.
Amin Ra'uf (2010: 162) dalam buku Jagad Wayang menjelaskan, Wayang Krucil pertama kali diciptakan oleh Pangeran Pekik dari Surabaya. Di Jawa Tengah sendiri, khususnya di Blora, Wayang Krucil hampir sama dengan Wayang Gedog. Tokoh-tokohnya memaiaki dodot, rapekan, berkeris, dan juga menggunakan tutup kepala tekes atau kipas.
Sedangkan di Jawa Timur, tokoh-tokohnya menyerupai wayang kulit Purwa. Raja-rajanya bermahkota, memakai praba. Sedangkan menurut Zubda Munawaroh (2005), di Jawa Tengah sendiri tokoh-tokoh rajanya bergelung Keling atau Garuda Mungkur saja.
Perkembangan wayang ini hanya pada media yang dipakainya, sehingga ruang lingkup media yang digunakan itu memengaruhi pada filosofi rampilan tokoh wayang yang dipertontonkan. Karena itu, kemudian pada pecinta dalang akan mengakajinya sebagai suatu perkembangan yang luar biasa.
Wayang ini, tidak sekadar untuk menyampaikan pesan baik, namun juga digunakan sebagai hiburan yang menjadikan masyarakat terhibur. Pada iringan musik, hanya menggunakan gamelan dan alat musik lain yang sederhana, hanya beralas Slendro, dan berirama playon bangomati atau srepegan. Namun ada pula pertunjukan Wayang Krucil yang menggunakan gending-gending besar.
Pembuatan Wayang Krucil yang mulai punah |
Pada bagian inilah, wayang ini memiki ciri khas dan keunikan sendiri. Pasalnya, di saat itu penonton berebut memberikan saweran kepada sang dalang dengan imbalan gending-gending Jawa bahkan dangut yang diminta dapat dimainkan.
Wayang Krucil juga sangat komunikatif dengan penonton saat pentas. Jadi ia membuat komunikas yang intens kepada penonton agar dekat dan menggugah ketertarikan penonton.
Di Jawa Timur dan Jawa Tengah sendiri, kebanyakan pementasannya lebih menekankan pada perkembangan Islam masuk ke Jawa dengan berbagai tokoh seperti Walisongo, Pangeran Diponegoro dan juga Untung Suropati. Namun sayangnya, baik di Jawa Timur maupun Jawa Tengah sendiri, kesenian ini hampir dan bahkan punah. Sebab utama adalah arus globalisasi, tidak ada penerus yang meneruskan dengan sepenuh hati, juga pemuda lebih tertarik kesenian modern seperti campursari atau pun dangdut.
Di Kabupaten Blora sendiri, saat ini pengrajin dan peminat Wayang Krucil mulai tiada. Padahal sekitar tahun 1970an kesenian ini di Blora masih ramai ditanggap warga. Bahkan, banyak sekali pemuda yang tidak tahu asal-usul dan kesenian Wayang Krucil ini sebagai khazanah budaya Jawa. (Laporan Khusus Redaksi Harianblora.com/Foto: Harianblora.com).
kalo bisa jang an sampai punah dong mari kita budayakan.. apa yang menjadi budaya kita sedulur BLORA
ReplyDeleteDi kampung saya Ds. Sukorejo kec Parengan Kab Tuban wayang krucil masih eksis, khususnya dlm acara bersih desa dan ruwatan (murwokolo). Sdgkan utk pentas umum biasanya mengambil lakon Menak/timur tengah dg tokoh utama wong Agung Jayengrono dan Umarmoyo.
ReplyDelete