Jakarta, Harianblora.com – Tak lama ini, muncul desakan agar
mantan Ketua DPC PDIP Blora Colbert Mangaratua dituntut hukuman mati.
Sebab, hukuman yang diberikan padanya pada Desember 2013 lalu, dinilai ringan dan Presiden Jokowi masih
belum tegas menerapkan hukuman mati untuk penjahat narkoba.
Selama ini, pemerintahan Presiden Jokowi melalui Kejagung
telah berhasil melakukan eksekusi hukuman mati dengan menembak mati enam
narapidana narkotika pada Minggu 18 Januari 2015 lalu.
Ketua DPC PDIP Blora Colbert Mangaratua |
Mereka meliputi Marco
Archer Cardoso Mareira (53 tahun, warga negara Brasil), Daniel Enemua (38
tahun, warga negara Nigeria), Ang Kim Soe (62 tahun, warga negara Belanda),
Namaona Dennis (48 tahun, warga negara Malawi), Rani Andriani atau Melisa Aprilia
(warga negara Indonesia) dan Tran Thi Hanh (37 tahun, warga negara Vietnam).
Seperti yang sudah diberitakan di berbagai media massa, gembong
ekstasi yaitu Colbert Mangara Tua yang juga mantan Ketua CPD PDIP Blora hanya
divonis ringan, yaitu 8,5 tahun. Ketua DPC PDIP Blora ini tertangkap pada kasus
penyelundupan 400 ribuan butir ekstasi asal Belanda awal 2013 lalu.
Saat itu Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Suhardi Alius, mempertanyakan vonis ringan yang dijatuhkan hakim kepada gembong ekstasi Colbert Mangara Tua alias Robert Siregar alias Jefri.
Salah satu desakan itu muncul dari Direktur Eksekutif
Imparsial Poengky Indarti. Pihaknya menilai kebijakan Jokowi tersebut hanya
pencitraan. Seperti yang dilansir Kompas, Senin (19/1/2015), ia mempertanyakan
ketegasan Jokowi. "Kenapa pada hari ke-91 menjabat Presiden, bahkan belum
100 hari, dia sudah melumuri tangannya dengan darah melalui eksekusi mati? Apa
lagi kalau bukan pencitraan?” ujarnya.
Tak hanya itu, Ketua Umum Aliansi Pemuda Jateng Antikorupsi
(APJA), Saefudin, SH juga menilai hukuman kepada Ketua DPC PDIP Blora sangat
ringan. “Hukuman itu sangat ringan, seharusnya ya hukuman mati, karena hukum
itu tak pandang bulu. Kalau salah ya salah,” tegasnya.
Fudin menilai, hukuman mati masih berjalan pincang. “Kok
terkesan masih tebang-pilih,” ujarnya. Ini bukan hanya momentum saat 100 hari
peringatan Program Kerja Jokowi, katanya, namun banyak aktivis yang menuntut
keadilan. “Hanya saja mereka tak berani koar-koar di media massa,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Muhammad Ana Khoirul Waro, peneliti Hukum
Pidana Jawa Tengah mengatakan sebenarnya kebijakan hukuman mati masih
tumpang-tindih dan kontroversial. “Kalau ada beberapa aktivis, LSM dan
organisasi menggugat hukuman mati kepada Ketua DPC PDIP Blora Colbert Mangaratua
hal itu sah-sah saja,” paparnya, Rabu (28/1/2015).
Akan tetapi, menurutnya, ini bukan hanya masalah hukum,
namun juga masalah politik. “Jokowi itu lahir dan besar dari PDIP, sedangkan Colbert
Mangaratua juga pernah menjabat sebagai Ketua DPC PDIP Blora, kan jadi
blunder,” ujar lulusan Fakultas Syariah UIN Walisongo Semarang tersebut kepada Harianblora.com.
Kan Colbert Mangaratua sudah divonis, ujarnya, jadi
kalau mau digugat akan sulit. “Harus ada proses hukum yang jelimet nantinya,
saya yakin kalau LSM atau pun ormas akan sulit jika tidak memiliki backing
besar,” terangnya.
Yang perlu dibenahi tentu bukan hanya regulasi. “Namun juga
masalah hukuman mati itu sendiri, entah itu bagi teroris, penjahat narkoba,
jadi kajian HAM nya juga harus detail,” tegasnya. (Red-HB09/Foto: Kompas).
0 comments:
Post a Comment