Semarang, Harianblora.com - Kesenian Barong Blora dikagumi Mahasiswi S2 asal Sulawesi, yaitu Nur Hayati yang saat ini tercatat sebagai mahasiswi S2 Pascasarjana Universitas Negeri Semarang. Kepada Harianblora.com, ia mengaku mengapresiasi budaya Jawa.
Mahasiswi Sulawesi ini, mengatakan selain budaya, Jawa juga kaya akan bahasanya. "Kesenian di Jawa bagus-bagus. Orang Jawa itu kreatif ,budaya dan bhasanya juga keseniannya masih tetap dilestarikan. Kalau di Sulawesi budayanya tenggelam, selalu dipadukan dengan budaya moderen," ujarnya kepada Harianblora.com, Selasa (27/1/2015) malam.
Soal Barong Blora, ia memang belum pernah melihat secara langsung, dan hanya melihat di TV dan youtobe. Akan tetapi, meskipun belum pernah melihat, ia sendiri mengapresiasi budaya khas Blora tersebut.
Bahasanya pun bgtu, katanya, sudah minder kalau pakai bahasa daerah. "Pokoknya ala Barat kalau di Sulawesi," tegasnya. Ia juga seriung mengagumi budaya Jawa. "Saya benar mengagumi, ini serius," tukasnya.
Perempuan yang saat ini sedang menyusun tesis ini juga mengakui, Barong Blora sebagai salah satu khazanah Nusantara yang harus dijaga. Meskipun ia dari luar Jawa, namun budaya Jawa baginya adalah kekayaan yang tak bisa dibeli.
Saat kuliah S1 di Sulawesi, perempuan yang pernah aktif di HMPS, Bem dan Komunitas Mahasiswa Pecinta Musola ini mengakui, perbedaan mahasiswa Jawa dan luar Jawa sangat mencolok. "Pokoknya mahasiswa Jawa dan luar Jawa pasti beda. Ya di samping juga keterbatasan sarana-prasarana yang merupakan salah satu kendalanya," paparnya.
Lulusan Universitas Halu Oleo Kendari Sulawesi Tenggara ini mengakui, budaya di daerahnya sudah mengalami pergeseran. "Barongan Blora menurut saya menjadi ikon budaya lokal yang sangat unik, sepintas saya melihat di Youtobe, budaya ini hampir mirip reog, namun beda, karena ia lebih simpel penampilannya," papar sarjana pendidikan tersebut.
Seumpama Barongan Blora dikampanyekan di Sulawasi, katanya, pasti menarik dan di sana menarik. "Pokoknya saya pribadi mengapresiasi Barongan Blora," tandasnya kepada Harianblora.com.
Mahasiswi yang saat ini duduk di Prodi Pendidikan Dasar konsentrasi PAUD Pascasarjana Unnes ini mengaku, Barongan Blora menjadi gambaran kecil kisah-kisah. "Saya memang tak tahun jelas sejarahnya, namun sepintas, saya menilai sangat bagus tentang kisah-kisah rakyat," beber perempuan yang lahir pada tanggal 5 April tersebut.
Sebagai salah satu khazanah budaya, Nur juga berharap budaya ini tetap dilestarikan. "Kalau perlu barongan ini dikampanyekan lewat pendidikan," beberanya. (Laporan Khusus Redaksi Harianblora.com/Foto: Harianblora.com).
Mahasiswi Sulawesi ini, mengatakan selain budaya, Jawa juga kaya akan bahasanya. "Kesenian di Jawa bagus-bagus. Orang Jawa itu kreatif ,budaya dan bhasanya juga keseniannya masih tetap dilestarikan. Kalau di Sulawesi budayanya tenggelam, selalu dipadukan dengan budaya moderen," ujarnya kepada Harianblora.com, Selasa (27/1/2015) malam.
Kesenian Barongan Blora |
Bahasanya pun bgtu, katanya, sudah minder kalau pakai bahasa daerah. "Pokoknya ala Barat kalau di Sulawesi," tegasnya. Ia juga seriung mengagumi budaya Jawa. "Saya benar mengagumi, ini serius," tukasnya.
Perempuan yang saat ini sedang menyusun tesis ini juga mengakui, Barong Blora sebagai salah satu khazanah Nusantara yang harus dijaga. Meskipun ia dari luar Jawa, namun budaya Jawa baginya adalah kekayaan yang tak bisa dibeli.
Saat kuliah S1 di Sulawesi, perempuan yang pernah aktif di HMPS, Bem dan Komunitas Mahasiswa Pecinta Musola ini mengakui, perbedaan mahasiswa Jawa dan luar Jawa sangat mencolok. "Pokoknya mahasiswa Jawa dan luar Jawa pasti beda. Ya di samping juga keterbatasan sarana-prasarana yang merupakan salah satu kendalanya," paparnya.
Lulusan Universitas Halu Oleo Kendari Sulawesi Tenggara ini mengakui, budaya di daerahnya sudah mengalami pergeseran. "Barongan Blora menurut saya menjadi ikon budaya lokal yang sangat unik, sepintas saya melihat di Youtobe, budaya ini hampir mirip reog, namun beda, karena ia lebih simpel penampilannya," papar sarjana pendidikan tersebut.
Nur Hayati mahasiswi asal Sulawesi |
Mahasiswi yang saat ini duduk di Prodi Pendidikan Dasar konsentrasi PAUD Pascasarjana Unnes ini mengaku, Barongan Blora menjadi gambaran kecil kisah-kisah. "Saya memang tak tahun jelas sejarahnya, namun sepintas, saya menilai sangat bagus tentang kisah-kisah rakyat," beber perempuan yang lahir pada tanggal 5 April tersebut.
Sebagai salah satu khazanah budaya, Nur juga berharap budaya ini tetap dilestarikan. "Kalau perlu barongan ini dikampanyekan lewat pendidikan," beberanya. (Laporan Khusus Redaksi Harianblora.com/Foto: Harianblora.com).
0 comments:
Post a Comment