Oleh Saiful Anwar
Membahas
sedikit dari sejarah politik, ini merupakan pembahasan yang sangat esensial
dari seluruh bidang ilmu. Pada dasarnya,
politik benar-benar berperan menyeluruh dalam masyarakat. Sejarah mencatat
bahwa politik merupakan ilmu yang paling tua, setua dengan munculnya konsep
“negara” (baca: Republic). Munculnya politik dan Negara secara
bersamaan, kedua istilah tersebut tidak dapat dipisahkan. Aristoteles mengatakan,
negara dan politik itu ibarat satu keping mata uang, apabila tidak ada salah satu
diantara kepingnya, maka sama saja tidak ada.
Pada penjelasan
tersebut telah dijelaskan dengan tegas. Suatu negara secara
mutlak tidak bisa lepas dari aktivitas politik. Sebab, negara akan mengalami
perubahan entah itu baik maupun buruk, semua itu tidak lain adalah ulah dari
politik. Karenanya, perubahan dan perbaikan negara merupakan dari fitrah
politik. Merupakan hal yang sangat mustahil apabila negara itu tanpa politik.
Jika
menilik arti politik secara benar, maka kita akan mengetahui secara pasti apa
itu politik. Bahwa politik, secara harfiah berasal dari bahasa Yunani, yaitu “polis”
yang berarti “kota” atau “negara”. Kemudian kita juga mengenal istilah “city-state”
yang berarti “negara kota”. Selain itu, politik juga berhubungan dengan
istilah “polite” yang bermakna “kesantunan”. Pada dasarnya, politik yang
sesungguhnya akan berpegang teguh dengan kesopanan.
Apabila
kita mengarah pada pengertian sedemikian rupa, sudah jelas fitrah politik
merupakan aktivitas yang sangat mulia. Jika berbagai makna politik tersebut
dihubungkan, maka dapat disimpulkan bahwa, politik adalah suatu kegiatan yang
dilakukan dengan berlandaskan sopan santun dalam mengatur masyarakat, serta
memiliki sebuah tujuan untuk kebaikan bersama.
Walaupun
kita sering mendengar dari media massa bahwa politik itu kotor, buruk, dan
kejam. Padahal, jika kita memahami arti politik di atas, fitrah politik tidak lah seburuk apa yang kita bayangkan. Hal
tersebut bukanlah arti politiknya yang kotor dan buruk. Tapi, orang-orang yang
ada di dalamnya yang tidak bisa mengendalikan bagaimana cara berpolitik dengan
baik dan bijaksana. Merupakan hal yang sangat fatal apabila politik dimasuki
oleh orang-orang yang tak memilki kriteria pemimpin. Akibatnya, politik
dianggap buruk oleh masyarakat. Padahal itu tidak!
Sesungguhnya,
berpolitik itu membutuhkan seni bagaimana cara mengatur negara dengan baik,
bukan asal masuk dan mengambil peran kepemimpinan untuk mengatur kenegaraan.
Dengan mengutip dari pendapat Plato sudah terlihat jelas, bahwa “Negara yang
baik adalah negara yang berpengetahuan, dimana negara tersebut dipimpin oleh
orang yang bijak (The Philosopher King)”.
Hal senada juga diungkapkan Ibnu
Taimiyah dalam kitabnya al-Siyasah al-Syar’iyyah, kepemimpinan (imamah)
adalah amanah, maka jalan untuk menempuhnya juga harus diiringi dengan langkah
yang benar, jujur dan baik. Tugas yang dipercayakan masyarakat harus dipikul
dan dilaksanakan dengan adil dan bijaksana.
Meniru Politik Muhammad
Dalam
berpolitik, tentunya para politisi membutuhkan adanya teladan dalam mengatur negara dengan baik. Salah satu
pemimpin negara yang patut kita contoh adalah Muhammad. Sejarah dunia mencatat
bahwa beliau lah seseorang yang
berhasil membawa perubahan revolusioner dalam kepemimpinanya. Tidak sedikit
referensi yang tidak memujinya lantaran prestasinya. Bahkan, dalam buku karya
Michael H. Heart, meempatkan Muhammad yang paling utama dan pertama.
Mengutip
dari pendapat Dr. Muhammad nasih selaku dosen FISIP Uiversitas Indonesia, mengemukakan dalam kesuksesan Muhammad yang wajib kita teladani.
Faktor yang mempengaruhi Nabi Muhammad berhasil pada puncaknya ialah berpolitik
(baca:kekuasaan).
Keberhasilan
Muhammad dalam kepemimpinannya untuk mengatur negara (Mekah dan Madinah), karena
Nabi Muhammad memilki setidaknya tiga kualitas dalam seni berpolitiknya. Pertama, bahwa Muhammad memilki sifat fathanah
(cerdas). Yaitu, kapasitas keilmuan yang di atas rata-rata. Selain
itu, Nabi Muhammad juga mendapatkan petunjuk dari Allah (wahyu). Sehingga
beliau mengetahui apa yang belum diketahui orang lain dan bertindak dengan
benar. Apabila Muhammad tidak memperoleh
wahyu apa yang dilakukannya tetap benar,
bahkan tindakannya dijadikan sebuah sunnah.
Faktor
kedua ialah kekuatan finansial. Sejak kecil Nabi Muhammad memulainya dengan
mengembala kambing. Menginjak dewasa Muhammad beralih menjadi seorang pedagang.
Kecerdasan Muhammad dalam berdagang, terutama kejujurannya, mampu memikat hati janda kaya yang benama Khadijah
dan kemudian menikahinya. Setelah menerima risalah kenabian, kemudian Nabi Muammad menggunakan
seluruh harta kekayaan yang ia miliki, bahkan Khadijah kemudian juga
menyerahkan kekayaannya untuk menopang
perjuangannya. Hal yang sangat mustahil apabila perjuangan yang besar tidak
membutuhkan kekuatan finansial.
Ketiga,
kelihaian dalam berpolitik. Modal yang dimilki Muhammad adalah keikhlasaannya serta sifat shidiq
(jujur) untuk menciptakan perdamaian, kesejahteraan dalam masyarakat. Oleh
karena itu, Muhammad mendapatkan gelar “al-Amin” dari masyarakat Makkah karena
kejujuranya. Di Madinah, Muhammad juga
mendapat kehormatan dan kepercayaan, karena telah menyatukan kaum Ansor dan Muhajirin.
Sehingga, terbentuk lah perjanjian yang
disebut dengan piagam Madinah.
Keberhasilan
Muhammad ini perlu untuk dijadikan sebuah panutan penting para politisi
sekarang dalam melakukan perbaikan. Untuk bisa menirunya dalam praktik, tiga
faktor tersebut harus dimilki oleh para politisi. Sebab perbaikan memerlukan
adanya perspektif yang luas untuk mendorong melakukan gerakan. Namun, gerakan
tidak mengkin bisa terwujud dengan signifikan apabila tanpa dukungan finansial
yang cukup bahkan harus kuat.
Dengan
demikian, jika para politisi memiliki kriteria tersebut dalam berpolitik, maka fitrah
politik yang memilki tujuan untuk melakukan perbaikan dalam negara pasti akan
terwujud. Perlu untuk digaris bawahi,
tidak akan mungkin bisa terrealisasi apabila ke tiga faktor tersebut tidak
dimiliki seorang politisi masa kini. Ketiganya, merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Wallahu
a’lam bi al-Showab.
-Penulis adalah Peneliti Muda di School of Politic and Leadership Monash Insitute
& Alumus
MA Ki Aji Tunggal Jepara.
0 comments:
Post a Comment