Blora, Harianblora.com - Masyarakat Jawa sangat kental
dengan budaya, ritual dan acara yang menjadil sombil akulturasi budaya Jawa dan
Islam, salah satunya Tingkepan, ada juga yang menyebutnya Tingkeban. Tradisi ini unik dan masih dilakukan meskipun gempuran globalisasi semakin kuat.
Di Jawa
Tengah, salah satunya tradisi Tingkeban Blora, Ngapati
dan Mitoni dilakukan saat perempuan hamil pertama kali, saat usia 4 bulan
(ngapati) dan 7 bulan (mitoni).
Orang Jawa memaknai Tingkepan sebagai sebuah acara adat yang
dilakukan untuk memohon kepada Tuhan, agar perempuan yang hamil mendapat
kelancaran sampai kelahiran jabang bayi. Pada saat mitoni, digelar kondangan
(hajatan) yang mengundang para keluarga dan tetangga. Biasanya, berkat
(makanannya) unik, ada takir, pontang, rujak tebu, dan sebagainya.
Saat
kondangan, setelah selesai, juga ada acara membuat galar (bambu yang
dibelah-belah kecil tapi tidak putus). Biasanya, pembuangan galar diyakini akan
menentukan jenis kelamin si jabang bayi. "Jika posisi tengkurap, itu
tertanda laki-laki, jika posisi sebaliknya, maka si jabang bayi
perempuan," ujar Sumardjan, yang pada Rabu (31/12/2014) menggelar acara
tingkeban mitoni di rumahnya. Menurut Sumardjan yang juga Kepala SDN 1
Tawangrejo, Blora, tingkepan menjadi ritual Jawa yang sangat unik.
Bagi sebagian daerah, yang wajib melakukan tingkepan hanya pijak laki-laki (calon bapak), namun ada juga yang kedua belah pihak, baik pihak laki-laki atau pun pihak perempuan (calon ibu).
"Setelah kondangan dan buang galar selesai, keluarga
yang termasuk anak kandung juga menggelar bedudukan." papar Sekretaris
PGRI Kecamatan Tunjungan, Blora tersebut. Menurutnya, bedudukan merupakan
kegiatan berputar di dalam rumah yang diikuti keluarga juga calon bapak dan ibu
yang mengandung. Saat berputar, juga dibacakan selawat nabi, yang di tengahnya
ada makanan, mulai dari nasi dan lauk-pauk, juga buah-buahan dan telur serta
dimasukkan di dalam ngaron juga ada air.
"Setelah usai berputar 3 kali,
selanjutnya tetap berdiri, kemudian keluarga yang paling tua memberi air minum
dan meminumkan kepada semua keluarga yang ikut berputar tersebut," ujar
lulusan magister manajemen pendidikan tersebut.
Tingkeban di Blora, katanya, sudah diadakan sejak zaman dulu
bagi perempuan yang baru mengandung anak pertama. "Tingkepan menjadi
ritual Jawa Islam yang bertujuan berdoa kepada Allah agar si jabang bayi dan
ibu hamil tersebut mendapat jalan lancar dan keamanan dari sang kuasa,"
ujarnya.
Selain itu, lanjut Dia, saat tingkepan juga ada buah kelapa
dua yang digambari Janaka dan Srikandi. "Kelapa tersebut, setelah
digambari, biasanya dipecah, kemudian dijakan bahan campuran rujak tebu yang
ditaruh di takir dan berkat yang diberikan kepada warga," paparnya.
Uniknya, lanjut Sumardjan, takir di sini tidak diberikan
kepada semua warga, jika di Pati diberikan semua, tapi di sini tidak.
"Takirnya, di sini hanya ada 7, bersama bubur abang, kemudian setelah
selesai kondangan, biasanya dijadikan rebutan warga bagi yang keluarganya belum
memiliki anak," jelasnya. Warga, memercayai makanan dalam takir tersebut
membawa berkah bagi keluarganya yang makan, yang belum hamil bisa hamil.
(Red-HB14/Foto: Harianblora.com).
0 comments:
Post a Comment