Blora, Harianblora.com - Tradisi menganjung jerami di Blora dikagumi
dosen Lembata Nusa Tenggara Timur, yaitu Makmur Apelabi. Ia merupakan
alumni SMA Negeri 1 Nubatukan Lembata NTT. Saat berkunjung ke Kunduran, Blora,
ia melihat jerami yang dianjung sebagai cara orang Blora untuk menumpuk jerami
sebagai persiapan jangka panjang pakan ternak, terutama sapi.
"Wah, ini unik hampir sama seperti di
luar Jawa," ujar alumni Universitas Semarang tersebut pada
Harianblora.com. Menurut Dosen Akademi Komunitas Lembata NTT itu juga
mengapresiasi tradisi Blora tersebut. "Ini bentuk pemanfaatan alam yang
bagus, meskipun konvensional namun sangat bermanfaat daripada dibakar di
sawah," ujar Dia pada Sabtu (27/12/2014).
Selaku akademisi bidang Teknologi
Pertanian, Makmur menilai selama ini jerami sudah dimanfaatkan di berbagai
bidang, salah satunya sebagai bahan dasar kerajinan, pembuatan kompos pupuk,
pelengkap rumah, pakan ternak dan sebagainya. "Penganjungan jerami di
Blora ini menjadi bentuk dari alam untuk alam. Ini unik dan perlu
dilestarikan," jelasnya.
Penganjungan ini, katanya, menjadi ciri
khas Blora yang perlu dilestarikan. "Letaknya di luar rumah, kepanasan,
kehujunan, terkena debu. Tapi masih awet seperti ini, kan unik. Saya yakin cara
menata jeraminya juga memakai teknik supaya sirkulasi air lancar dan jerami
tetap awet dan tidak busuk saat hujan," jelas mantan aktivis HMI Cabang
Semarang tersebut.
Tradisi menganjung jerami bertujuan untuk
persiapan jangka panjang. Biasanya, hal itu dilakukan masyarakat Blora saat
musim kemarau datang, apalagi Blora terkenal mahal makanan ternak atau “angel
pangan”. Maka dari itu, warga menganjung jerami untuk persediaan makanan ternak
mereka.
Jika kita telusuri, sebenarnya cara
menumpuk padi sebagai tabungan makanan ternak agak berbeda. Tradisi menganjung,
biasanya hanya ditemukan di Blora, Rembang yang dekat Blora dan Grobogan.
Sedangkan di Pati dan sekitarnya hanya ditumpuk di dalam kandang yang tidak
terkena air hujan. (Red-HB13/Foto: Harianblora.com).
0 comments:
Post a Comment