Ribuan sarjana diwisuda di PTN di Jateng.dok. |
Blora, Harianblora.com - Sarjana di Blora dilarang jadi pengangguran. Demikian sekelumit pernyataan diskusi yang digelar Lingkar Studi Mahasiswa (Lisuma) Cabang Blora, Jawa Tengah, Sabtu (20/12/2014). Menurut Ahmad Hasyim, salah satu peserta diskusi mengatakan saat ini jumlah pengangguran di Indonesia sangat memprihatinkan.
Diskusi yang mengusung tema "Menggugat Sarjana Pengangguran" ini dihadiri beberapa kalangan. Seperti guru, sarjana, mahasiswa, aktivis, perwakilan dari Lingkar Studi Mahasiswa (Lisuma) Jawa Tengah, Gerakan Pemuda Nusantara (GPN) Cabang Grobogan, Forum Muda Cendekia (Formaci) Jawa Tengah, dan sebagai penyelenggara Lingkar Studi Mahasiswa (Lisuma) Cabang Blora.
“Bayangkan saja, jumlah pengangguran terdidik di negeri ini sangat memprihatinkan. Data BPS beberapa tahun lalu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) untuk tingkat pendidikan diploma dan sarjana masing-masing 7,5% dan 6,95%. TPT pendidikan menengah masih tetap menempati posisi tertinggi yaitu TPT Sekolah Menengah Atas sebesar 10,34% dan TPT Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 9,51%,” ujar Hasyim yang juga mahasiswa UIN Walisongo Semarang.
Selaku sarjana asal Blora yang menetap di Semarang, Dian Marta Wijayanti juga mengatakan sebenarnya kerja atau menganggur itu pilihan. "Rata-rata yang sudah lulus, para sarjana asal Blora itu menetap di Semarang bagi yang punya pekerjaan, contohnya Saya. Tapi kalau gak mau agak sedikit rekoso, biasanya para sarjana asal Blora ya pulang kampung. Kalau dia jurusan keguruan, biasanya ngajar, kalau lulusan non-keguruan biasanya ya kerja sesuai bidangnya. Tapi intinya dilarang menganggur lah," papar alumni SMA Negeri 1 Blora tersebut.
Pertanyaan yang penting, kata Dian, mau ke mana Anda kalau sudah lulus atau setelah wisuda? "Ini menjadi bahan refleksi bagi mahasiswa yang saat ini masih kuliah dan masih menggantungkan diri pada orang tua," ujar peraih lulusan terbaik PGSD Unnes tersebut.
Setiap tahun, menurut Dian, banyak kampus yang mewisuda ribuan sarjana. "Tidak hanya tiap tahun, bahkan tiap semester kampus-kampus di Jawa Tengah memproduksi ribuan bahkan jutaan sarjana. Mereka sama-sama bersaing mendapatkan pekerjaan. Kalau tak kreatif, cerdas, banyak relasi dan pekerja keras, sarjana asal Blora akan digilas zaman," ujar PNS Kota Semarang tersebut.
Data lain juga menyebutkan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), meskipun angka pengangguran terus menurun, masih terdapat pengangguran terbuka di Indonesia yang jumlahnya mencapai 7,17 juta (5,92 persen). Dari jumlah 7,17 juta orang tersebut, terdapat sekitar 610.000 pengangguran intelektual. Mereka terdiri dari pengangguran lulusan pendidikan diploma I/II/III yang jumlahnya mencapi 0,19 juta (2,69 persen) dan lulusan universitas sebanyak 0,42 juta ( 5,88 persen).
Salah satu penggagas Lisuma Cabang Blora, Ahmad Fauzin mengatakan intinya sarjana asal Blora, yang tergabung dalam Lingkar Studi Mahasiswa (LISUMA) Blora, Ikatan Mahasiswa Blora (IKAMABA) atau pun Kumpulan Mahasiswa Blora (KUMBARA) atau yang lain ketika sudah lulus harus bekerja dan mengamalkan ilmu mereka.
“Kalau tidak menetap di tempat kuliah asal, biasanya ketika sudah lulus para sarjana asal Blora pulang kampug,” tuturnya. Maka dari itu, ujar Dia, semua lulusan perguruan tinggi baik dari Semarang, Kudus, Bojonegoro, Ngawi, Malang, Solo, Jogjakarta maupun Surabaya yang mereka asal Blora harus bekerja. “Haram nganggur pokoknya,” paparnya.
Fauzin juga mengatakan, sebenarnya sejak mahasiswa kalau bisa menjadi pengusaha atau sudah bekerja. “Sebagai mahasiswa yang asli Blora, kita harus mengawali dunia kerja sejak masih menjadi mahasiswa. Intinya, kerja itu bukan sesudah wisuda, tapi kalau bisa sebelum wisuda ya sudah bekerja,” papar pemuda berkacamata itu.
Senada dengan hal itu, Muhammad Bayanul Lail selaku Ketua Umum Lingkar Studi Mahasiswa (Lisuma) Jawa Tengah juga mengatakan bekerja artinya tidak harus menjadi pegawai negeri sipil. “Intinya bekerja lah, kalau tidak mau nganggur ya harus kreatif. Di Blora itu kan banyak potensi, baik dari sektor usaha, ekonomi berbasis budaya, itu semua bisa dikembangkan,” ujar Bayan yang juga pengusaha bisnis batik.
Bayan mengatakan, status Perguruan Tinggi Negeri (PTN) atau pun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) tidak bisa menjadi jaminan ketika mahasiswa lulus dari sana. "Kampus itu hanya tempat menimba ilmu, yang penting itu pengamalannya, karena tidak mungkin mahasiswa hidup di dunia teori melulu," paparnya.
Di dunia ini, menurut Bayan, tidak ada yang tidak mungkin. “Pekerjaan itu banyak, dan pasti ada. Malas lah yang membuat pekerjaan tidak ada,” jelasnya. (Red-HB29/Foto: DMW)
Baca juga: Lowongan Kerja 2015.
0 comments:
Post a Comment