Blora, Harianblora.com – Pondok
Pesantren di Blora harus mandiri. Hal itu diungkapkan Ahmad Fauzin, Ketua
Gerakan Pemuda Nusantara (GPN) Cabang Blora, Jawa Tengah, Selasa (30/12/2014).
Menurutnya, pesantren tak perlu berharap diperhatikan pemerintah, masyarakat,
atau pihak lain. “Selama ini banyak yang menganggap pesantran di Blora
dianaktirikan dari pendidikan formal, dipahami juga sebagai sarang teroris,
pengembangan ilmu supranatural, hanya hafal-menghafal,” ujar Dia pada
Harianblora.com.
Jika saat ini banyak pemerintah
yang kurang baik, katanya, pesantren ya tak perlu berharap pada mereka.
“Berharap kok dengan orang kurang baik,” ujar alumni Pondok Pesantren
Khozinatul Ulum tersebut. Tak usah berharap, jaluk, lanjutnya, pada mereka yang
belum tentu jelas baiknya.
Kalau menurut saya, ujar Dia,
sejak zaman dulu pondok pesantren itu menjadi contoh dunia yang mandiri.
“Gunane ada pesantren itu, supaya kita apikan karo wong, ora nunggo wong apikan
karo awake dewe,” katanya.
Pesantren tak perlu menagih orang
lain, ujar Dia, karena pesantren harus menagih dirinya sendiri. “Kita itu tak
ada waktu untuk menagih pemerintah, justru kita lah harus menagih diri sendiri.
Pesantren kok ngemis-ngemis,” paparnya.
Pesantren, kata Dia, itu mandiri.
“Sama seperti puasa, puasa itu bertujuan untuk menghormati orang lain, latihan
untuk menjadi manusia yang menghormati orang lain. Bukan malah pas puasa kita
minta dihormati. Kan ada kata-kata hormatilah orang yang berpuasa. Itu ngawur,
salah kaprah,” tukasnya.
Yang membuat Islam tak maju-maju
itu, lanjutnya, para kiai ngemis-ngemis ke Bupati, Gubernur, padahal kiai itu
sendiri mengajarkan kemandirian. “Ngajak-ngajak untuk mandiri kok minta-minta
sendiri,” jelasnya.
Jadi orang, katanya, jangan sibuk
meminta. “Kita harus sibuk memberi, kalau tak bisa memberi uang, berilah
perhatian. Kalau tak bisa memberi perhatian, berilah tresno. Nek ora due tresno
yo wes, mati wae,” pungkas Dia. (Red-HB20/Foto: Harianblora.com).
0 comments:
Post a Comment