Blora, Harianblora.com – Malam tahun baru 2015, masyarakat Kabupaten
Blora bisa bahagia, namun juga bisa bersedih ketika melihat secara dalam atas
kejadian semburan lumpur dan gas di Dukuh Nglobo, Kecamatan Jiken, Blora.
Mengapa demikian? Semburan yang terjadi sejak Jumat (26/12/2014) sampai di
ujung akhir tahun 2014 belum usai, bahkan diperkirakan sampai tahun 2015.
Perayaan tahun baru 2015 di Blora di tengah bencana
semburan Nglobo Jiken Blora
harus menjadi renungan hati. Betapa tidak, di tengah bencana itu, di Blora
digelar hiburan besar-besar, pesta pora dan hura-hura yang gegap gempita. Ada kurang
lebih 8 titik panggung hiburan di Blora. Pertama, di Timur Alun-alun Blora,
tepatnya di depan BRI dengan hiburan musik SKA Atap Band dari Pati, Gavity Band
Cepu juga pesta kembang api bersama Bupati Blora, Djoko Nugroho. Kedua,
Pertigaan Jl Pemuda-Arumdalu, Blora dengan hiburan barongan, seni tari
tradisional Blora dan berbagai tari kreasi. Ketiga, perempatan Grojogan dengan
hiburan musik keroncong dan lagu tembang kenangan.
Keempat, depan
Klenteng Blora dengan hiburan Barongsai dan Naga (Leang Leong) oleh pemuda
pemudi Klenteng TITD Hok Tik Bio. Kelima, depan Gereja Kapal Blora dengan
hiburan pentas musik band dan drama remaja gereja kapal. Keenam, di depan Hotel
Kencana Blora dengan hiburan pentas musik tribute to Koesplus bersama Alpard
Band dari Bojonegoro. Ketujuh, sebelah barat Tugu Pancasila dengan hiburan Joged
Tayub menampilkan seniman tayub Blora. Kedelapan, di Blok T, Pusat Jajanan dan
oleh-oleh Blora dengan hiburan musik Reggae, Pop Punk, Rock, juga sexy dancer
dan pesta kembang api. Ada juga pentas wayang kulit dengan dalang lokal Blora
dari Pepadi (Persatuan Pedalangan Indonesia) yang bertempat depan Taman Sarbini
atau depan DPRD Blora.
Semua hiburan itu,
dinilai hanya membuang uang dan orientasinya adalah hedonisme. Hal itu
diungkapkan Zaenal Arifin, SHI, aktivis LBH Jawa Tengah. Menurutnya, di saat
kondisi bangsa sedang duka, sangat tidak elok jika kita justru hura-hura. “Di
Blora itu kan masih ada bencana ekstrem semburan lumpur dan gas, sangat tidak
pas jika ada bencana tapi kita justru hura-hura,” ujar mantan aktivis Badan
Pengelola Latihan (BPL) Cabang Semarang tersebut kepada Harianblora.com.
Zaenal merasa
prihatin, masyarakat kalau sudah diajarkan untuk cinta duniawi, maka akan lupa
dengan hal-hal ukhrawi. “Hiburan itu boleh, tapi harus tahu tempat, konteks dan
tidak berlebihan,” paparnya, Rabu (31/12/2014).
Sesuatu yang
berlebihan, ujarnya, tidak baik bahkan mencelakakan karena memabukkan. “Masak
daerahnya ditimpa musibah malah menggelar 8 panggung hiburan itu kan sangat
berlebihan. Kayak gak ada kerjaan lain, mending uangnya disimpan, atau
disiapkan untuk membenahi semburan lumpur di Nlobo, juga bisa untuk obat-obatan
atau dana bagi warga setempat,” ujarnya.
Blora, katanya,
adalah kabupaten yang biasa. “Tapi pengeluarannya dan hiburannya melebihi
Semarang dan Surabaya. Ini sangat tidak masuk akal,” jelas Dia.
Warga Nglobo juga mulai kuatir, karena semburan tak kunjung mengecil. Warga kuatir jika semburan tersebut menjadi lapindo jilid 2 di Blora.
Semua orang, menurut Zaenal yang juga alumni IAIN Walisongo Semarang, butuh hiburan. "Namun meskipun butuh hiburan, kan harus tahu waktu, kondisi, manfaat, tujuan jangka panjang. Pemerintah Blora seolah-olah haus hiburan dan hanya gebyah-uyah tanpa mempertimbangkan signifikansi hiburan tersebut," ujarnya. (Red-HB20/Foto: Harianblora.com).
0 comments:
Post a Comment