Harianblora.com Mengucapkan Selamat Menjalankan Puasa Ramadan&Mengajak Warga Jaga Kesehatan&Memutus Penyebaran Corona

Latest News

Kabar bahagia! bagi Anda, mahasiswa, guru, dosen dan siapapun yang ingin menerbitkan buku mudah dan murah, silakan kirim naskah ke formacipress@gmail.com dan kunjungi www.formacipress.com

Saturday, 20 December 2014

Peran Bu Guru dalam Melestarikan Bahasa Jawa di Sekolah Dasar



Oleh Dian Marta Wijayanti
Alumni SMA Negeri 1 Blora, Saat Ini Menjadi Guru SDN Sampangan 01 Kota Semarang

Karya Tulis Berjudul Peran Bu Guru dalam Melestarkan Bahasa Jawa di Sekolah Dasar ini pernah diikutkan dalam lomba

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana mengatakan Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender (Stranas PUG) melalui Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) dapat meningkatkan peran perempuan dalam kehidupan bangsa. Berbagai permasalahan yang muncul dari bidang ekonomi, politik, pendidikan, maupun lingkungan perlu mendapatkan perhatian dari segenap pihak termasuk perempuan. Salah satu permasalahan yang terjadi di kota Semarang adalah mulai memudarkan nilai bahasa Jawa di kalangan anak-anak.

Anak-anak mulai kurang memahami pentingnya penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu. Beberapa siswa di Sekolah Dasar memang masih menggunakan bahasa Jawa. Namun, penyusunan kalimat yang dipergunakan dapat dikatakan mulai rusak dan bercampur dengan bahasa yang lain. Karakter cinta tanah air terlihat berkurang ketika pernyataan menggunakan Bahasa Jawa dianggap ketinggalan zaman dan tidak gaul. Unggah-ungguh dalam Bahasa Jawa yang mencerminkan karakter masyarakat Jawa juga termasuk permasalahan kesejahteraan di Semarang. Bahasa sebagai salah satu unsur kebudayaan perlu di perbaiki untuk mencapai kesejahteraan tidak hanya dalam bentuk materi (ekonomi) namun juga pembentukan karakter khususnya bagi anak usia dini.

Jauh sebelum studi anak dilakukan, kenyataan menunjukkan bahwa tahun-tahun pertama merupakan saat yang kritis bagi perkembangan anak. Dalam hal ini Milton (dalam Soeparwoto, 2007:31) menyatakan bahwa “Masa kanak-kanak meramalkan masa dewasa, sebagaimana pagi hari meramalkan hari baru”. Studi klinis sejak bayi hingga dewasa yang dilakukan oleh Erikson (dalam Soeparwoto, 2007:31) menyimpulan bahwa “masa kanak-kanak merupakan gambaran awal manusia sebagai manusia, tempat dimana kebaikan dan sifat buruk akan berkembang mewujudkan diri, meskipun lambat tetapi pasti”. Menurut pendapat tersebut dapat diketahui bahwa dengan memberikan pendidikan serta pengalaman lebih awal maka masa depan anak lebih mudah terkontrol. Begitupun dengan pembiasaan menggunakan bahasa Jawa. Kenyataan di lapangan siswa Sekolah Dasar saat ini kurang dapat bercerita dengan menggunakan bahasa Jawa. Maka dari itu, guru sebagai fasilitator di sekolah dapat mengambil peran untuk memperbaiki kondisi tersebut. Banyaknya jumlah guru perempuan di Sekolah Dasar menunjukkan bahwa guru perempuan telah memegang peran sebagai Bu Guru untuk memperbaiki karakter anak sebagai agen masa depan.

Proses pengajaran Bahasa Jawa membutuhkan pembiasaan yang tidak dapat langsung terlihat hasilnya dalam setiap kali pertemuan. Penggunaan media pembelajaran pun memegang peranan penting dalam upaya pencapaian tujuan. Gagasan alternatif penggunaan media yang digunakan adalah catatan harian bahasa Jawa yang didesain layaknya sebuah diary. Agar anak dapat lebih mudah menggunakan media tersebut, guru membuat kolom stimulus bagi siswa untuk mengisi. Pada dasarnya, catatan harian berbahasa Jawa ini merupakan bentuk pengembangan dari buku Ramadhan yang biasa diisi siswa selama bulan Ramadhan.

Menurut Tarigan (2008: 39) ciri-ciri jurnal atau catatan harian:
Catatan harian bernada akrab
Catatan harian bersifat pribadi
Walaupun bersifat pribadi, catatan harian diperuntukkan juga dibaca oleh orang lain.
Catatan harian sanggup menangkap kesan fotografis dalam kata-kata dan pada saat itu juga menatanya dengan informasi yang tidak dapat diberikan oleh sebuah gambar.
Catatan harian sanggup mengira-kira lukisan gambarseseorang bukan hanya dari segi pernyataan metafisi, tetapi terlebih-lebih dari segi sosial
Catatan harian sanggup menangkap kesan dari suatu tempat dan secara berangsur-angsur membangkitkaan sentuhan falsafah pribadi.
Catatan harian mampu menghidupkan atau menciptakan kembali situasi masa lalu.
Catatan harian mempunyai keterperincian khas dan tepat guna, yang justru membuatnya gambling, bersemangat, hidup, tajam, pedas, sekalipun mekanik-mekaniknya goyang.
Keterperincian-keterperinciannya membubuhi kehidupan dan keotentikan kepada pengalaman.

Butir catatan dalam jurnal mempunyai kualitas “instant replay” atau “pengulangan permainan pada saat itu juga” bukan sebagai analisis berita belakangan.
Bahasa catatan harian bersifat wajar, jelas dan lincah. Ketiga hal inilah yang turut membuat tulisan sanggup mempesona para pembacanya.

Adelstein & Pivat (Tarigan, 2008: 40) memberikan beberapa petunjuk cara penulisan catatan harian:
Tulislah sesuatu setiap hari, walaupun hanya beberapa kalimat. Catatan-catatan tersebut dapat saja mengenai sembarang hal, sesuatu yang dialami pada hari itu atau beberapa kenangan yang dicetuskan oleh sesuatu pengalaman. Hal tersebut dapat membantu kita memanunggalkan diri kita dengan catatan itu, sehingga kita dapat memanfaatkannya bila kita maish mempunyai waktu senggang dan sementara kejadian itu masih segar.
Batasilah setiap catatan jurnal dengan suatu pokok penting dan luar biasa saja. Sebagai misal, kegiatan-kegiatan diskusi hari ini tentu mempunyai sesuatu yang lebih menarik dan mengesankan dari pada daftar perjalanan rutin bus kota.

Hendaklah pula melibatkan diri lebih pada penangkapan setiap seluk beluk pengalaman yang penting daripada kepada sarana-sarana penulisan. Usahakan supaya kata-kata lancar, menulislah terus-menerus, jangan berhenti memeriksa kata-kata dan lantas memperbaikinya.

Katakan dan ceritakan semua itu dengan kata-kata sendiri. Bahasa slang dan ekspresi-ekspresi idiomatik memang tidak disenangi dalam kebanyakan bentuk tulisan lainnya karena mungkin terlalu informal bagi situasi tersebut dan mungkin pula tidak dimengerti oleh para pembaca, tetapi justru cocok dan sesuai dengan tulisan jurnal karena mencerminkan masa-masa dan pribadi-pribadi orang yang sebenarnya.

Sekali-sekali bacalah catatan-catatan itu sehari atau dua hari kemudian. Periksalah salah satu yang dianggap paling berhasil menciptakan atau menghidupkan kembali pengalaman itu. Usahakanlah menemukan catatan-catatan tertentu berurutan.
Adapun desain dari media tersebut adalah sebagai berikut:


Gambar 1. Desain media catatan harian berbahasa Jawa
Media catatan harian terdiri dari beberapa lembar kertas dengan hari berbeda. Siswa akan menuliskan pengalamannya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kolom sesuai periodisasi waktu yang telah ditentukan. Karena media ini memiliki tujuan untuk melatih keterampilan anak dalam menggunakan Bahasa Jawa, maka guru memberikan instruksi kepada siswa untuk mengisi dalam Bahasa Jawa. Siswa diberikan kesempatan bertanya kepada guru maupun orangtua ketika menemui kesulitan kosa kata.
Materi yang dikemas dalam kolom-kolom telah disesuaikan dengan bahan yang diperlukan dalam pembuatan karangan narasi. Guru tidak memberikan batasan tema karena setiap siswa akan mempunyai pengalaman yang berbeda dalam catatan hariannya. Mula-mula guru memperlihatkan catatan harian yang telah diisi guru selama tujuh hari (sama dengan siswa). Kemudian guru akan memilih salah satu hari (antara Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu, Minggu) dianggap paling mengesankan.

Setelah itu guru akan membuat cerita dalam bentuk karangan narasi dengan memperhatikan unsur-unsur cerita pendek. Guru menuliskan karangan narasinya di depan kelas. Setelah itu guru akan memberikan pertanyaan bergilir kepada beberapa anak sampai menemukan jawaban yang sudah tepat. Pertanyaan yang diberikan guru masih terkait dengan isi bacaan. Setelah semua pertanyaan terjawab guru membantu siswa membagi kelompok dengan satu kelompok terdiri dari 4-5 anak. Masing-masing siswa akan menulis karangan sesuai petunjuk yang telah diberikan oleh guru. Siswa diberi waktu 25 menit untuk menyelesaikan karangannya. Setelah selesai mengerjakan siswa akan bergantian membacakan isi ceritanya di dalam kelompok kecil. Untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa, siswa saling memberikan pertanyaan kepada teman satu kelompok terkait karangan yang telah dituliskan. Guru memberikan penguatan terhadap pembelajaran siswa tentang cara penulisan kalimat yang baik dan benar.

Pembelajaran Bahasa Jawa berbantuan catatan harian akan memberikan manfaat bagi siswa maupun guru. Siswa akan lebih banyak mengenal kosa kata baru serta dapat menulis karangan sesuai periodisasi waktu dengan tidak kesulitan dalam pemilihan tema. Dengan demikian, siswa menciptakan hubungan emosi dengan informasi yang dipelajari. Menurut Porter (2012) otak menyukai perbedaan dan ini membantu siswa membedakan jenis informasi ketika mereka melihat catatan mereka. Guru juga tidak perlu menjelaskan satu per satu cara penyusunan kalimat karena siswa cerita yang dibuat oleh siswa akan mengalir alamiah.

Referensi:
Soeparwoto. 2007. Psikologi Perkembangan. Semarang: MKK Unnes.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

 Mau tahu artikel tentang Samin, baca juga: Ajaran Samin dan Pancasila.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Post a Comment

Item Reviewed: Peran Bu Guru dalam Melestarikan Bahasa Jawa di Sekolah Dasar Rating: 5 Reviewed By: Harian Blora