Oleh Dian Marta Wijayanti
Alumni SMA Negeri 1 Blora, Saat Ini
Menjadi Guru SDN Sampangan 01 Kota Semarang
Karya Tulis Berjudul Peran Bu Guru dalam Melestarkan Bahasa Jawa di Sekolah Dasar ini pernah diikutkan dalam lomba
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
(PPN)/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana mengatakan Strategi Nasional
Percepatan Pengarusutamaan Gender (Stranas PUG) melalui Perencanaan dan
Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) dapat meningkatkan peran perempuan
dalam kehidupan bangsa. Berbagai permasalahan yang muncul dari bidang ekonomi,
politik, pendidikan, maupun lingkungan perlu mendapatkan perhatian dari segenap
pihak termasuk perempuan. Salah satu permasalahan yang terjadi di kota Semarang
adalah mulai memudarkan nilai bahasa Jawa di kalangan anak-anak.
Anak-anak mulai kurang memahami
pentingnya penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu. Beberapa siswa di Sekolah
Dasar memang masih menggunakan bahasa Jawa. Namun, penyusunan kalimat yang
dipergunakan dapat dikatakan mulai rusak dan bercampur dengan bahasa yang lain.
Karakter cinta tanah air terlihat berkurang ketika pernyataan menggunakan
Bahasa Jawa dianggap ketinggalan zaman dan tidak gaul. Unggah-ungguh dalam Bahasa Jawa yang mencerminkan karakter
masyarakat Jawa juga termasuk permasalahan kesejahteraan di Semarang. Bahasa
sebagai salah satu unsur kebudayaan perlu di perbaiki untuk mencapai
kesejahteraan tidak hanya dalam bentuk materi (ekonomi) namun juga pembentukan
karakter khususnya bagi anak usia dini.
Jauh sebelum studi anak dilakukan,
kenyataan menunjukkan bahwa tahun-tahun pertama merupakan saat yang kritis bagi
perkembangan anak. Dalam hal ini Milton (dalam Soeparwoto, 2007:31) menyatakan
bahwa “Masa kanak-kanak meramalkan masa
dewasa, sebagaimana pagi hari meramalkan hari baru”. Studi klinis sejak
bayi hingga dewasa yang dilakukan oleh Erikson (dalam Soeparwoto, 2007:31)
menyimpulan bahwa “masa kanak-kanak merupakan
gambaran awal manusia sebagai manusia, tempat dimana kebaikan dan sifat buruk
akan berkembang mewujudkan diri, meskipun lambat tetapi pasti”. Menurut
pendapat tersebut dapat diketahui bahwa dengan memberikan pendidikan serta
pengalaman lebih awal maka masa depan anak lebih mudah terkontrol. Begitupun
dengan pembiasaan menggunakan bahasa Jawa. Kenyataan di lapangan siswa Sekolah
Dasar saat ini kurang dapat bercerita dengan menggunakan bahasa Jawa. Maka dari
itu, guru sebagai fasilitator di sekolah dapat mengambil peran untuk
memperbaiki kondisi tersebut. Banyaknya jumlah guru perempuan di Sekolah Dasar
menunjukkan bahwa guru perempuan telah memegang peran sebagai Bu Guru untuk memperbaiki karakter anak
sebagai agen masa depan.
Proses pengajaran Bahasa Jawa
membutuhkan pembiasaan yang tidak dapat langsung terlihat hasilnya dalam setiap
kali pertemuan. Penggunaan media pembelajaran pun memegang peranan penting
dalam upaya pencapaian tujuan. Gagasan alternatif penggunaan media yang
digunakan adalah catatan harian bahasa Jawa yang didesain layaknya sebuah diary. Agar anak dapat lebih mudah
menggunakan media tersebut, guru membuat kolom stimulus bagi siswa untuk
mengisi. Pada dasarnya, catatan harian berbahasa Jawa ini merupakan bentuk
pengembangan dari buku Ramadhan yang biasa diisi siswa selama bulan Ramadhan.
Menurut Tarigan (2008: 39) ciri-ciri
jurnal atau catatan harian:
Catatan harian bernada akrab
Catatan harian bersifat pribadi
Walaupun bersifat pribadi, catatan
harian diperuntukkan juga dibaca oleh orang lain.
Catatan harian sanggup menangkap kesan
fotografis dalam kata-kata dan pada saat itu juga menatanya dengan informasi
yang tidak dapat diberikan oleh sebuah gambar.
Catatan harian sanggup mengira-kira
lukisan gambarseseorang bukan hanya dari segi pernyataan metafisi, tetapi
terlebih-lebih dari segi sosial
Catatan harian sanggup menangkap kesan
dari suatu tempat dan secara berangsur-angsur membangkitkaan sentuhan falsafah
pribadi.
Catatan harian mampu menghidupkan atau
menciptakan kembali situasi masa lalu.
Catatan harian mempunyai keterperincian
khas dan tepat guna, yang justru membuatnya gambling, bersemangat, hidup,
tajam, pedas, sekalipun mekanik-mekaniknya goyang.
Keterperincian-keterperinciannya
membubuhi kehidupan dan keotentikan kepada pengalaman.
Butir catatan dalam jurnal mempunyai
kualitas “instant replay” atau “pengulangan permainan pada saat itu juga” bukan
sebagai analisis berita belakangan.
Bahasa catatan harian bersifat wajar,
jelas dan lincah. Ketiga hal inilah yang turut membuat tulisan sanggup
mempesona para pembacanya.
Adelstein & Pivat (Tarigan, 2008:
40) memberikan beberapa petunjuk cara penulisan catatan harian:
Tulislah sesuatu setiap hari, walaupun
hanya beberapa kalimat. Catatan-catatan tersebut dapat saja mengenai sembarang
hal, sesuatu yang dialami pada hari itu atau beberapa kenangan yang dicetuskan
oleh sesuatu pengalaman. Hal tersebut dapat membantu kita memanunggalkan diri
kita dengan catatan itu, sehingga kita dapat memanfaatkannya bila kita maish
mempunyai waktu senggang dan sementara kejadian itu masih segar.
Batasilah setiap catatan jurnal dengan
suatu pokok penting dan luar biasa saja. Sebagai misal, kegiatan-kegiatan
diskusi hari ini tentu mempunyai sesuatu yang lebih menarik dan mengesankan
dari pada daftar perjalanan rutin bus kota.
Hendaklah pula melibatkan diri lebih
pada penangkapan setiap seluk beluk pengalaman yang penting daripada kepada
sarana-sarana penulisan. Usahakan supaya kata-kata lancar, menulislah
terus-menerus, jangan berhenti memeriksa kata-kata dan lantas memperbaikinya.
Katakan dan ceritakan semua itu dengan
kata-kata sendiri. Bahasa slang dan ekspresi-ekspresi idiomatik memang tidak
disenangi dalam kebanyakan bentuk tulisan lainnya karena mungkin terlalu
informal bagi situasi tersebut dan mungkin pula tidak dimengerti oleh para
pembaca, tetapi justru cocok dan sesuai dengan tulisan jurnal karena
mencerminkan masa-masa dan pribadi-pribadi orang yang sebenarnya.
Sekali-sekali bacalah catatan-catatan
itu sehari atau dua hari kemudian. Periksalah salah satu yang dianggap paling
berhasil menciptakan atau menghidupkan kembali pengalaman itu. Usahakanlah
menemukan catatan-catatan tertentu berurutan.
Adapun desain dari media tersebut adalah
sebagai berikut:
Gambar 1. Desain media catatan harian berbahasa Jawa
Media catatan harian terdiri dari
beberapa lembar kertas dengan hari berbeda. Siswa akan menuliskan pengalamannya
dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kolom sesuai
periodisasi waktu yang telah ditentukan. Karena media ini memiliki tujuan untuk
melatih keterampilan anak dalam menggunakan Bahasa Jawa, maka guru memberikan
instruksi kepada siswa untuk mengisi dalam Bahasa Jawa. Siswa diberikan
kesempatan bertanya kepada guru maupun orangtua ketika menemui kesulitan kosa kata.
Materi yang dikemas dalam kolom-kolom
telah disesuaikan dengan bahan yang diperlukan dalam pembuatan karangan narasi.
Guru tidak memberikan batasan tema karena setiap siswa akan mempunyai
pengalaman yang berbeda dalam catatan hariannya. Mula-mula guru memperlihatkan
catatan harian yang telah diisi guru selama tujuh hari (sama dengan siswa).
Kemudian guru akan memilih salah satu hari (antara Senin, Selasa, Rabu, Kamis,
Jum’at, Sabtu, Minggu) dianggap paling mengesankan.
Setelah itu guru akan membuat cerita
dalam bentuk karangan narasi dengan memperhatikan unsur-unsur cerita pendek.
Guru menuliskan karangan narasinya di depan kelas. Setelah itu guru akan
memberikan pertanyaan bergilir kepada beberapa anak sampai menemukan jawaban
yang sudah tepat. Pertanyaan yang diberikan guru masih terkait dengan isi
bacaan. Setelah semua pertanyaan terjawab guru membantu siswa membagi kelompok
dengan satu kelompok terdiri dari 4-5 anak. Masing-masing siswa akan menulis
karangan sesuai petunjuk yang telah diberikan oleh guru. Siswa diberi waktu 25
menit untuk menyelesaikan karangannya. Setelah selesai mengerjakan siswa akan
bergantian membacakan isi ceritanya di dalam kelompok kecil. Untuk mengetahui
tingkat pemahaman siswa, siswa saling memberikan pertanyaan kepada teman satu
kelompok terkait karangan yang telah dituliskan. Guru memberikan penguatan
terhadap pembelajaran siswa tentang cara penulisan kalimat yang baik dan benar.
Pembelajaran Bahasa Jawa berbantuan
catatan harian akan memberikan manfaat bagi siswa maupun guru. Siswa akan lebih
banyak mengenal kosa kata baru serta dapat menulis karangan sesuai periodisasi
waktu dengan tidak kesulitan dalam pemilihan tema. Dengan demikian, siswa
menciptakan hubungan emosi dengan informasi yang dipelajari. Menurut Porter (2012)
otak menyukai perbedaan dan ini membantu siswa membedakan jenis informasi
ketika mereka melihat catatan mereka. Guru juga tidak perlu menjelaskan satu
per satu cara penyusunan kalimat karena siswa cerita yang dibuat oleh siswa
akan mengalir alamiah.
Referensi:
Soeparwoto. 2007. Psikologi Perkembangan. Semarang: MKK Unnes.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Mau tahu artikel tentang Samin, baca juga: Ajaran Samin dan Pancasila.
Mau tahu artikel tentang Samin, baca juga: Ajaran Samin dan Pancasila.
0 comments:
Post a Comment