Blora, Harianblora.com – Apa yang Anda bayangkan, jika Kabupaten Blora layak dijadikan Ibu Kota
Negara Indonesia? Setujukan Anda? Selama ini sudah ada wacana pemindahan
Ibu Kota Jakarta ke berbagai wilayah. Ada yang mengatakan pindah di Bandung,
Surabaya, Kalimantan, Semarang dan sebagainya.
DKI Jakarta selain macet, panas dan kejam, kondisi tanah di sana juga
sudah tidak nyaman dan aman. Problem banjir, daerah kumuh, air rop, juga
menjadi catatan buruk di negeri ini. Namun, stigma masyarakat masih belum
sadar, orang mengira kalau hidup di Jakarta itu enak dan akan mendapat banyak
uang. Padahal faktanya tidak semudah logika tersebut.
Untuk menjawab hal itu, redaksi Harianblora.com menghimpun beberapa
opini masyarakat yang terdiri atas beberapa kalangan dan profesi.
Sebenarnya, wacana pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia ke Kabupaten
Blora pernah disuarakan Partai Gerindra, yaitu oleh Martin Hutabarat selaku
Dewan Pembina Partai Gerindra. Hal itu diungkapkannya di Gedung DPR RI di
Jakarta, pada 1 November 2013 lalu. Menurutnya, Blora sangat cocok dijadikan
Ibu Kota Negara pengganti Jakarta, karena Blora memiliki luas hutan yang bisa
dikompensasi di wilayah lain.
Martin juga pernah mengusulkan hal itu kepada Ganjar Pranowo Gubernur
Jawa Tengah. Menurutnya, dengan luas hutan puluhan hektar, Blora sangat cocok
dijadikan Ibukota Negara. Blora juga dekat dengan pelabuhan besar, yaitu di
Rembang, didukung bandara di Semarang. Blora juga merupakan kabupaten aman dari
bencana, seperti gempa bumi. Menurutnya, Blora sangat layak menjadi Ibu Kota
Negara Indonesia.
Muhammad Choirul Anam, mahasiswa asal Pati yang hidup di Jakarta merasa merana dan sengsara
di sana. “Kalau bisa Jakarta itu ya dipindah di derah Jawa Tengah. Memang sudah
sesak, rumah harus susun, pokoknya Jakarta itu kota sejuta masalah lah,”
paparnya kepada Harianblora.com, Sabtu (20/12/2014).
Sependapat dengan hal itu, pemerhati tata ruang kota dari Semarang,
Nailul Mukorobin juga mengamini jika Blora dijadikan Ibu Kota RI. Nailul
menilai, pemindahan itu bukan ngawur dan asal-asalan. “Kita harus
mempertimbangkan berbagai aspek, mulai dari ekonomi, pendidikan, sosial kultural,
tata letak kota, jangkauan transportasi juga SDM di daerah tersebut. Secara
ilmiah, Blora sudah memenuhi, tidak ada macet, banjir, tanah longsor. Secara
budaya, Blora juga kaya akan budayanya. Jadi alasan ini sudah ilmiah untuk
menjadikan Blora sebagai Ibu Kota RI,” papar pengajar di FIP Universitas Negeri
Semarang itu.
Menurutnya, hal itu harus didukung dan harus disuarakan para DPR RI
yang dari Dapil Jawa Tengah. “Sehebat apa pun wacana ini, tapai kalau DPR nya
gak paham dan mengusulkan ya mustahil,” ujarnya. Ada beberapa hal yang harus
dipersiapkan jika Blora akan dijadikan Ibu Kota RI. Salah satunya pemerataan
akses transportasi, pembuatan jalan tol, pendirian bandara dan sebagainya.
Dengan luas 1.820, 56 km, Blora sudah cocok dijadikan pengganti
Jakarta. “Sedangkan Jakarta luasnya kan cuma 661,52 km. Jadi jelas sangat luas
Blora lah,” jelas akademisi kelahiran Demak tersebut.
Wacana ini, menurutnya bukan sekadar ngawur atau cari sensasi. “Ini
sudah menggunakan rujukan ilmiah dan telaah akademis dari berbagai sudut
pandang. Jadi tinggal dikonsep dan diusulkan kepada Presiden,” tandas Dia. Blora
itu luas, lanjutnya, kaya akan budaya dan bahasa, jadi sangat logis, rasional
dan ilmiah jika dijadikan Ibu Kota RI.
Blora, menurut Nailul juga memiliki kekayaan SDA luar biasa. “Tidak
hanya sektor pertanian, kayu, mebel, padi, jagung, namun potensi minyak bumi di
Cepu juga sangat bisa menjadikan alasan Jakarta pindah ke Blora,” pungkasnya.
Meskipun demikian, banyak orang yang tidak setuju dengan berbagai
alasan. Fasih Dwi Yuani, sarjana pendidikan asal Blora mengatakan jika Ibu Kota
RI dipindah ke Blora itu mustahil. “Tak mungkin, itu mustahil,” tuturnya saat
dihubungi Harianblora.com, Sabtu (20/12/2014).
Jika Saya jadi presiden, katanya, saya tidak menyetujui hal itu. “Soalnya,
pasti akan membangun dari nol, insfrastruktur, bangunan, jalan, dan sebagainya.
Hal itu pasti butuh dana besar. Mending, dana itu untuk membangun daerah
tertinggal,” ujar lulusan Unnes itu.
Fajrul Ahmad Nawawi, Ketua Lembaga Kajian Bantuan Hukum Mahasiswa Islam
(LKBHMI) UIN Walisongo Semarang mengatakan Blora belum cocok dijadikan Ibu Kota
Negara Indonesia karena tanahnya gersang. “Wah, kalau Blora belum cocok,
soalnya tanahnya gersang,” ujarnya pada Harianblora.com pada hari Sabtu (20/11/2014).
Menurut akademisi asal Sumber, Rembang tersebut, yang cocok dijadikan
Ibu Kota Negara adalah daerah Pantura, entah itu Rembang, Pati, Kudus, Semarang
dan sebagainya. “Ibu Kota yang mewah itu ya Pantura,” tuturnya.
Ahmad Fauzin, Ketua Gerakan Pemuda Nusantara (GPN) Cabang Blora juga
menilai positif wacana tersebut. “Kalau tidak mau banjir dan macet ya pindah di
Blora,” ujar Dia. Semua wilayah itu layak, katanya, cuma ini kan tidak hanya
masalah layak atau tidak, tapi juga masalah politik.
Indonesia, kata Dia, sudah saatnya butuh tempat aman, nyaman, asri,
bebas kolusi. “Blora sudah memenuhi syarat tersebut. Mau dilihat dari berbagai
sudut pandang, Blora tetap lebih asri dan asli daripada Jakarta,” jelasnya.
Sebenarnya, hal ini menjadi proyek panjang dan harus diwacakan di depan
publik. Jika dikatakan Blora maju itu juga munafik, karena dari berbagai data,
Blora masih tergolong kabupaten kaya namun miskin (baca: Blora Kabupaten Kaya Tapi Termiskin).
Maka dari itu, wacana ini harus ada follow up. Banyak dasar dan alasan
kuat dari berbagai sudut pandang untuk menjadikan Blora sebagai Ibu Kota RI.
Semoga hal ini tidak sekadar wacana namun ada tindak lanjut dan realisasinya,
karena memang Blora sudah pantas jadi Ibu Kota Negara Indonesia. (Laporan
Khusus Redaksi Harianblora.com).
Kelemahan Blora Kalau musim kemarau air susah,sumur2 pada kering
ReplyDelete