Blora, Harianblora.com – Selama ini, hukum ungker Blora masih simpang siur. Sebagian ada yang menghalalkan, menghukumkan subhat dan sebagian mengharamkan. Lalu, bagaimana hukum memakan Ungker Blora Menurut Islam? Islam merupakan agama fleksibel, termasuk dalam hukum.
Ungker merupakan
bahasa lain dari ulat jati atau sering disebut enthung. Dalam usul fikih di Islam,
ada beberapa keterangan yang menyebutkan bahwa asal hukum ulat adalah boleh
atau “halal”. Hal itu didasarkan pada keterangan yang menyebutkan bahwa ulat
adalah halal.
Di dalam kitab Fathul
Wahhab juz II halaman 191, Syaikh H. Ahmad Rifai menjelaskan halal bagi ulat
yang berada di dalam makanan baik minuman dan buah-buahan. Hukum lain,
didasarkan pada hadist yaitu “Dari Anas
bin Malik, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi kurma
yang sudah agak lama (membusuk), lalu beliau mengorek-ngorek kurma tersebut.
Lantas beliau mengeluarkan ulat dari kurma itu.” (HR. Abu Daud no. 3832).
Nah, tentu saja berbeda dengan
ungker Blora. Menurut Lismanto, SHI, pakar hukum Islam yang mendapat
penghargaan skripsi terbaik tentang hukum progressif Islam dari IAIN Walisongo
Semarang tahun 2013 lalu, mengatakan hukum ungker Blora bergantung dalih dan
hujjah yang digunakan.
“Kalau di Alquran, hanya
disebutkan makanan yang menjijikkan itu haram, tapi kalau Anda merasa jijik
dengan ungker, maka hal itu menjadi haram. Kecuali untuk makanan yang
jelas-jelas haram dan halalnya. Kalau ungker kan tidak, soalnya zaman Nabi
Muhammad tidak ungker, apalagi ungker digoreng dan dipepes,” jelasnya pada
Harianblora.com, Jumat (26/12/2014).
Hukum Ungker Blora Menurut Islam
Hukum ungker hampir sama seperti
tawon. Menurut M Ana Khairul Wara, sarjana hukum Islam asal IAIN Walisongo
Semarang, jika masih ungker atau berupa ulat adalah halal. “Jika masih berupa
ulat, kita tak jijik dan memasaknya benar, maka akan menjadi halal. Soalnya di
Alquran tidak ada dan tidak ada hadist yang menjelaskan khusus tentang ungker
Blora. Tapi kalau sudah menjadi ulat bisa menjadi haram, karena menjijikkan dan
gatal,” ungkapnya pada Harianblora.com.
Di dalam Alquran, hanya
disebutkan setiap makanan yang menjijikkan haram. Padahal, apa
standardisasinya? Jijik bagi orang Arab saat itu dengan di Indonesia sangat
berbeda. Standar jijik bagi semua orang juga berbeda. Maka ungker Blora jika
jijik, maka menjadi haram, kalau tidak bisa jadi halal. Hukum itu fleksibel
sesuai kaidah usul fikih “Al hukmu
yazurru ma’a illatihi wujudan au adaman,” artinya (hukum itu muncul/beredar
sesuai illat atau sesuatu yang menyebabkan hukum itu muncul).
Di Alquran, disebutkan “Dan dia mengharamkan bagi mereka yang
khobits atau menjijikkan,” (QS Al A’raf: 257).
Khobits atau menjijikkan, ada beberapa
tafsir sesuai ulumul quran dari kitab Zaadul Masir (3:273).
Pertama, khobits adalah makanan
haram, maka umat Islam tidak boleh memakannya.
Kedua, bermakna segala sesuatu
yang merasa jijik untuk memakannya seperti ular dan hasyarat atau segala hewan
kecil yang hidup di darat.
Ketiga, bermakna daging babi,
bangkai dan darah.
Untuk itu, bisa ditarik simpulan
sebagai berikut:
Pertama, halal. Mengapa? Karena
ungker tidak disebutkan jelas di Alquran, hukumnya dikiyaskan dengan makanan
lain. Juga didasarkan pada kitab Fathul Wahhab juz II halaman 191 oleh Syaikh
H. Ahmad Rifai. “Kalau untuk obat, jelas halal kalau memang dunia medis tidak
bisa menyembuhkan penyakit tersebut. Ungker kan termasuk jenis telur yang sudah
menetas, ia tidak dijelaskan hukum secara jelas di Alquran,” ujarnya. Selain
itu, Allah juga tidak menciptakan sesuatu tanpa ada manfaatnya. “Semua ciptaan
Allah itu bermanfaat,” paparnya. Sesuai surat Albaqarah ayat 29 artinya “Dia lah Allah yang menciptakan segala
sesuatu di bumi untuk kamu,” (QS. Albaqarah: 29).
Hal itu juga berlaku untuk
cacing, seiring berkembangnya zaman, cacing dikatakan sebagian ulama Islam
halal dan baik karena mengandung banyak protein dan menjadi berbagai macam
penyakit.
Kedua, hukum haram. Ungker bisa
haram jika dimakan untuk memabukkan, karena dalam Islam semua makanan yang
halal pun bisa menjadi haram jika bertujuan memabukkan dan berlebihan.
Ketiga, hukum subhat, hukum ini
didasarkan karena ia tidak jelas halal dan haramnya, apalagi ungker tidak ada
di dalam Alquran secara detail. Jadi, umat Islam harus berijtihad untuk
menentukan hukum ungker. Jika perlu harus ada forum tersendiri untuk membahas
hukum ini. (Laporan Khusus Redaksi Harianblora.com).
Baca juga: Ungker Goreng Menjadi Makanan Khas Blora.
Mohon dikoreksi.kepompong adalah bagian dari proses metamorfosis serangga yang dimulai dar:telor serangga-menetas jadi ulat-berubah menjadi kepompong-berubah menjadi kupu kupu kemudian bertelur.begitu siklusnya.jadi KEPOMPONG TIDAK SAMA DENGAN TELOR YANG BELUM MENETAS
ReplyDeleteSeharusnya di tinjau kembalipendapatnya...ungker itu gak semua masih berupa telur..sebagian pasti ada yg berupa ulat..jadi hukumnya tetap haram... hati" nika menentukan hukum karena di ikuti orang banyak...anda akan menanggung dosa orang yg mengikuti anda
ReplyDelete