Oleh Marcellina Elen Septianti
Penulis adalah Peraih Bidikmisi Universitas Negeri Semarang
Namaku Marcellina Elen Septianti, biasa dipanggil Elen. Aku
lahir dari keluarga sederhana, pada tanggal 5 September 1993 di Cilacap, jadi
saat ini usiaku baru 19 tahun. Aku terlahir dari kedua orang tuaku bernama
Antonius Sutriadi dan Poniati, aku anak pertama dari 3 saudara, aku mempunyai 2
adik yang saat ini masih duduk di bangku SMP kelas 2 dan kelas 3 SD. Dari kecil
aku terbiasa hidup disiplin, mandiri, dan bertanggungjawab terhadap segala
sesuatu. Ibuku seorang buruh swasta dari sebuah Rumah Sakit di Cilacap, yang
memulai kariernya benar-benar dari nol hingga sekarang apa yang beliau
cita-citakan menjadi kenyataan.
Aku sangat bangga memiliki sosok ibu seperti beliau,
semangatnya tak pernah padam, apalagi ketika setelah bapakku meninggal,
kehidupan kami berubah 1800. Dahulu bapakku bekerja sebagai seorang kenek truk
tangki pembawa minyak mentah disalah satu perusahaan di Cilacap, gajinya
terbilang lumayan. Setiap apa yang menjadi kebutuhan anak, orang tua selalu
memenuhi. Namun berbeda ketika bapak mengalami kecelakaan kerja hingga
meninggal.
Pada waktu itu aku sedang duduk di bangku SMP kelas 1, dan
adikku yang cewe masih kelas 1 SD dan adikku lagi yang cowok masih berumur 1.5
tahun. Dan selama 7 tahun lebih ibuku membesarkan kami bertiga sendirian dengan
gaji yang dari dahulu hingga sekarang tidak pernah mengalami kenaikan yang
signifikan, hingga saat ini pun gaji ibuku sekitar 750.000 rupiah saja. Saya
merasakan berangkat sekolah (SMP) sambil menggendong bayi (adikku yang paling
kecil) untuk dititipkan di tempat nenek, saya pun merasakan bagaimana sekolah
dari SMP-SMA tidak diberi dan meminta uang saku, saya juga merasakan berangkat
sekolah(SMA) dengan berjalan kaki dan terkadang naik sepeda.
Kami hidup penuh dengan keprihatinan, aku kadang merasa
kasihan dengan ibu. Dari SMP hingga SMA aku berusaha mencari beasiswa atau
keringanan biaya, sehingga tidak terlalu membebankan ibuku. Dengan doa dan
usaha, akhirnya SMP aku mendapatkan dana BOS hingga SMA yang tidak membayar SPP
sama sekali selama 3 tahun hingga lulus, dan membayar uang gedung hanya separuh
dari kewajiban. Aku merasa bersyukur bisa sedikit meringankan beban ibuku.
Waktu kelas 2 SMA aku pernah bekerja sebagai pramuniaga seusai sekolah hingga
jam 10 malam, namun hanya bertahan selama 3 hari karena guru SMA-ku tahu, aku
dilaporkan ke BP dan dipanggil untuk berhenti, karena dikawatirkan akan
mengganggu sekolahku. Aku berusaha mencari biaya tambahan, ya hanya sekedar
mencari uang untuk jajan atau beli pulsa, karena aku tidak enak hati jika
meminta ibuku.
Kehidupan kami benar-benar penuh perjuangan. Aku sempat
pesimis antara ingin melanjutkan kuliah atau tidak. Keinginanku untuk kuliah
sangat besar waktu itu, namun melihat biaya kuliah yang mahal sangat mustahil
bagi ibuku untuk membiayai. Melewati guru BP aku mencari informasi beasiswa,
ternyata aku dikenalkan dengan Bidik Misi. Itulah yang menjadi motivasiku agar
aku bisa belajar maksimal, aku mencoba mendaftar SNMPTN tertulis lewat jalur
Bidik Misi dan waktu itu memilih UNNES pendidikan Matematika dan pendidikan
Fisika, namun sayang, belum rezekinya, aku gagal. Aku merasa tidak punya
harapan lagi untuk kuliah.
Singkat cerita, ibu mencoba membuat usaha kecil-kecilan
yaitu berjualan kerupuk, dari menggoreng hingga dipasarkan. Aku mengisi
kegiatanku sehari-hari dengan berdagang kerupuk. Dari hasil itu aku menabung
untuk kuliah, keinginanku yang keras untuk kuliah sangat didukung oleh ibu
namun dengan catatan kuliah di cilacap saja, karena ibu dirumah butuh bantuanku
untuk mengurusi kerupuk, adik-adik sekolah dan juga pekerjaan rumah (ibu
bekerja dari pk 07.00-14.00). Dan akhirnya aku kuliah di Universitas
Wijayakusuma Purwokerto cabang Cilacap dengan biaya dari hasil kerupuk
tersebut.
Kuliahku hanya 2 hari selama 1 minggu, dengan biaya per
semester 2 juta rupiah, dan yang kuliah disitu adalah mereka mereka yang sudah
bekerja dan sedang mencari ijazah untuk kenaikan pangkat/gaji, sedangkan
posisiku waktu itu hanya berjualan kerupuk. Aku mencoba melamar pekerjaan sana
sini namun belum ada panggilan. Maklum saja kebanyakan yang dicari adalah
minimal D3.
Saya mulai merasa tidak kerasan disitu, ibaratnya aku kuliah
hanya setor uang saja lalu mendapat izasah. Sedangkan ilmu?? Nothing. Aku mulai
tidak kerasan dengan kuliahku yang di UNWIKU. Aku berusaha meyakinkan ibuku
lagi agar aku diizinkan kuliah di luar kota dengan biaya sendiri. Ibuku menjadi
semakin dilema, beliau pun ingin sekali menuruti keinginanku untuk kuliah yang
bener-bener kuliah, namun bagaimana dengan adik-adikku yang masih panjang
perjalanan sekolahnya. Singkat cerita, ibuku mengizinkan aku untuk berusaha
lagi mendaftar kuliah. Izin yang diberikan ibuku waktu itu hampir terlambat,
karena SNMPTN tertulis sudah tutup pendaftarannya, dan hanya tinggal 1 Universitas
yang masih menyelenggarakan tes tertulis yaitu UNNES, itu saja jalur akhir
SPMU.
Mendengar informasi untuk SMPU jurusan PGSD lokasi kuliahnya
di Tegal membuatku sedikit lega, karena tak perlu jauh-jauh ke semarang. Dan
akhirnya akupun lolos tes, disitu ada ketentuan registrasi administrasi yaitu
membayar sejumlah 7.125.000 rupiah, aku meyakinkan ibuku lagi, bahwa kesempatan
sudah di depan mata, yang aku inginkan dari ibuku adalah “kepercayaan bahawa
aku akan mengembalikan uang tersebut dengan jalan mencari beasiswa”. Kasih Ibu
memang sepanjang masa, beliau mau membiayai uang administrasi tersebut dengan
cara meminjam uang di bank dengan jaminan sertifikat rumah. Disinilah tanggung
jawab terbesarku, bagaimana caranya?? Belum terfikirkan waktu itu.
Singkat cerita, setelah masuk kuliah dan pada saat itu masih
masa-masa orientasi Mahasiswa, aku berusaha mencari informasi tentang Bidik
Misi, dan Puji Tuhan UNNES membuka gelombang terakhir untuk Bidik Misi dengan
kuota 80 kursi, dan informasi itu pun hampir terlambat. Aku bertanya tentang
persyaratan pun langsung ke Mas Doni (Presiden Mahasiswa UNNES) via sms, dan
saat itu juga saya diminta ke pusat (Semarang) untuk menyetorkan berkas karena
pendaftaran sebenarnya sudah terlambat dan sudah akan dilakukan survei ke
masing-masing rumah pendaftar, disitulah aku merasakan Pertolongan Tuhan tepat
pada waktunya, Mas Doni mempersilahkanku untuk menyetorkan berkas dan diberi
waktu 3 hari.
Posisiku sedang OKPT dan tidak bisa pulang ke rumah
(Cilacap), dengan segera aku menelfon ibuku untuk menyiapkan berkas-berkasnya
lalu kemudian dikirim langsung via pos ke UNNES pusat.
Singkat cerita, semuanya
berjalan dengan lancar, apa yang aku inginkan menjadi kenyataan. Bidik Misiku
tembus, ini sungguh-sungguh rezeki yang Tuhan beri kepadaku, kepada keluarga
kami. Aku sangat bersyukur sekali, dan sekaligus bangga karena bisa menjadi
teladan bagi adik-adikku, tetangga sekitar rumahku dan saudara saudariku. Dan
aku bisa bertanggungjawab dengan apa yang aku katakan kepada ibuku, yaitu akan
mengembalikan uang pangkal yang telah ibu talangi terlebih dahulu.
Jika bukan karena Bidik
Misi, mungkin aku selamanya akan menjadi “tukang jualan kerupuk”.
Bidik Misi, yang memebuatku tak pernah berhenti untuk
bermimipi.
Bidik Misi, yang membuat mimpiku berubah menjadi kenyataan.
Bidik Misi, yang membuatku semakin terpacu dalam
berprestasi, IP pertamaku Puji Tuhan mencapai 3.52, sebuah awal yang baik.
Semoga kedepannya aku bisa meningkatkan prestasiku.
Terimakasih Bidik Misi.
0 comments:
Post a Comment